10 Negara Pengimpor Beras Terbesar di Dunia pada 2025

Intinya sih...
China menjadi importir beras terbesar dunia dengan proyeksi impor lebih dari 5 juta ton pada 2025, membuka peluang ekspor bagi negara produsen lain.
Nigeria menempati urutan kedua dengan estimasi impor sebesar 3 juta ton, meningkatnya urbanisasi memperbesar tekanan pada pasokan pangan nasional.
Filipina diperkirakan akan mengimpor lebih dari 2 juta ton beras pada 2025, menciptakan peluang baru bagi eksportir lain untuk masuk ke pasar yang terus berkembang ini.
Permintaan global terhadap beras terus meningkat seiring pertumbuhan populasi dan urbanisasi, terutama di negara-negara berkembang. Meski menjadi komoditas pangan strategis, tidak semua negara mampu memenuhi kebutuhan berasnya secara mandiri. Ketergantungan terhadap impor menjadi tantangan sekaligus peluang besar dalam perdagangan internasional.
Pada 2025, sejumlah negara diprediksi masih akan mencatatkan volume impor beras yang signifikan. Hal ini menciptakan pasar yang menjanjikan bagi negara-negara eksportir, termasuk Indonesia. Berikut daftar sepuluh negara pengimpor beras terbesar di dunia yang perlu diperhatikan pelaku usaha dan pengambil kebijakan.
1. China dominasi pasar impor dengan volume tertinggi
China masih menjadi importir beras terbesar dunia dengan proyeksi impor mencapai lebih dari 5 juta ton pada 2025. Meskipun memiliki kapasitas produksi domestik yang besar, peningkatan konsumsi dan diversifikasi pangan membuat permintaan melampaui produksi. Populasi yang besar serta pertumbuhan kelas menengah turut meningkatkan permintaan terhadap varietas beras tertentu, termasuk jenis beras premium.
Pemasok utama beras untuk pasar China adalah Thailand, Vietnam, dan India. Permintaan yang tinggi ini membuka peluang ekspor berkelanjutan, terutama bagi negara produsen yang mampu menyesuaikan dengan standar mutu dan preferensi konsumen China. Di tengah persaingan global, kemampuan menjalin kemitraan dagang jangka panjang menjadi kunci.
2. Nigeria andalkan impor untuk penuhi konsumsi domestik
Dengan estimasi impor sebesar 3 juta ton, Nigeria menempati urutan kedua dalam daftar negara pengimpor beras terbesar. Negara ini menghadapi tantangan serius dalam meningkatkan produksi domestik akibat keterbatasan infrastruktur dan teknologi pertanian. Meningkatnya urbanisasi dan konsumsi rumah tangga memperbesar tekanan pada pasokan pangan nasional.
India dan Thailand menjadi mitra utama dalam memenuhi kebutuhan beras Nigeria. Meski pemerintah setempat gencar mempromosikan swasembada, ketergantungan terhadap impor belum dapat dielakkan dalam waktu dekat. Potensi pasar Nigeria sangat besar bagi eksportir yang mampu menawarkan harga bersaing dan pasokan yang konsisten.
3. Filipina terus buka keran impor untuk jaga stok nasional
Filipina diperkirakan akan mengimpor lebih dari 2 juta ton beras pada 2025. Kesenjangan antara produksi dan konsumsi masih menjadi masalah utama, meskipun berbagai program intensifikasi pertanian telah dijalankan. Krisis iklim dan bencana alam juga turut memengaruhi kestabilan pasokan domestik.
Vietnam, Thailand, dan Pakistan menjadi negara pemasok utama beras bagi Filipina. Pemerintah setempat mengadopsi strategi diversifikasi pasokan untuk menghindari risiko ketergantungan pada satu negara. Ini menciptakan peluang baru bagi eksportir lain untuk masuk ke pasar yang terus berkembang ini.
4. Iran tetap jadi pasar stabil untuk beras Asia Selatan
Iran diperkirakan akan mengimpor sekitar 1,5 juta ton beras pada 2025. Kebutuhan yang tinggi dipicu oleh preferensi konsumen terhadap jenis beras basmati dan varietas aromatik yang tidak bisa diproduksi secara luas di dalam negeri. Kondisi iklim dan keterbatasan air menjadi tantangan utama bagi sektor pertanian negara ini.
India dan Pakistan menjadi dua eksportir utama yang memasok kebutuhan beras Iran. Stabilitas volume impor dari tahun ke tahun menunjukkan pasar ini relatif konsisten. Peluang masih terbuka bagi negara eksportir lain yang mampu menyesuaikan standar dan menjalin kerja sama logistik yang efisien.
5. Saudi Arabia minim produksi, impor tetap tinggi
Dengan iklim gurun yang ekstrem dan keterbatasan sumber daya air, Saudi Arabia akan terus bergantung pada impor beras. Proyeksi untuk 2025 menunjukkan volume impor sebesar 1,3 juta ton. Upaya diversifikasi pangan dan modernisasi pertanian masih belum cukup untuk mengurangi ketergantungan ini secara drastis.
India, Pakistan, dan Amerika Serikat menjadi pemasok utama beras bagi negara ini. Konsumen di Saudi Arabia cenderung memilih beras premium, sehingga membuka ruang bagi ekspor beras bernilai tinggi. Pelaku usaha yang ingin masuk pasar ini perlu memperhatikan aspek sertifikasi halal dan rantai pasok yang efisien.
6. Indonesia masih buka peluang impor untuk stabilisasi
Meski dikenal sebagai salah satu produsen beras utama, Indonesia tetap membuka peluang impor untuk kebutuhan tertentu. Pada 2025, impor diperkirakan melampaui 1 juta ton, terutama untuk keperluan cadangan nasional dan intervensi harga. Ketergantungan ini meningkat saat produksi terganggu oleh cuaca ekstrem atau gagal panen.
Pemasok utama Indonesia adalah Thailand, Vietnam, dan India. Meskipun pemerintah berupaya meningkatkan produksi dalam negeri, pasar domestik masih membutuhkan tambahan pasokan saat puncak permintaan. Peluang ekspor ke Indonesia tetap terbuka, namun sangat bergantung pada kebijakan impor yang fluktuatif.
7. Iraq perkuat swasembada, tapi impor masih dibutuhkan
Iraq akan mengimpor sekitar 800 ribu ton beras untuk memenuhi permintaan konsumen dalam negeri. Konflik dan ketidakstabilan politik selama beberapa dekade menyebabkan sistem pertanian di negara ini belum pulih sepenuhnya. Meskipun pemerintah mulai melakukan revitalisasi pertanian, ketergantungan terhadap impor belum bisa dihindari.
India, Vietnam, dan Thailand menjadi negara utama pemasok beras ke Iraq. Keberadaan pasar ini menjadi penting karena karakter permintaan yang cenderung stabil. Bagi pelaku ekspor, strategi harga yang kompetitif dan kemitraan dengan distributor lokal menjadi faktor kunci.
8. Senegal agresif tanam padi, tapi tetap impor
Senegal terus mengupayakan swasembada beras lewat peningkatan produksi lokal. Namun, pada 2025 negara ini tetap diperkirakan akan mengimpor sekitar 700 ribu ton. Tingginya konsumsi masyarakat urban serta keterbatasan lahan produktif membuat impor masih diperlukan.
India dan Thailand menjadi mitra dagang utama Senegal dalam pasokan beras. Potensi pasar di Afrika Barat ini masih terbuka lebar, terutama untuk jenis beras yang sesuai dengan preferensi lokal. Pemasok yang mampu bersaing dalam harga dan logistik akan mendapatkan keunggulan kompetitif.
9. Malaysia perlu beras impor untuk stabilitas pasokan
Malaysia diperkirakan akan mengimpor sekitar 600 ribu ton beras pada 2025. Produksi lokal masih belum mampu menutupi seluruh kebutuhan nasional, terutama saat terjadi gangguan musim tanam. Untuk menjaga kestabilan harga dan pasokan, pemerintah tetap mengizinkan impor dari beberapa negara.
Thailand dan Vietnam menjadi sumber utama beras bagi pasar Malaysia. Pasar ini cukup terbuka, terutama untuk beras dengan kualitas medium hingga premium. Bagi eksportir, penting untuk memahami sistem distribusi lokal dan kebijakan tarif yang berlaku.
10. Uni Emirat Arab bidik teknologi pertanian, tapi impor tetap dominan
Uni Emirat Arab (UEA) diperkirakan akan mengimpor sekitar 500 ribu ton beras pada 2025. Meskipun negara ini mulai mengembangkan sistem pertanian canggih seperti hidroponik dan vertical farming, kebutuhan terhadap impor pangan tetap tinggi. Terutama untuk produk-produk seperti beras yang tidak bisa diproduksi secara massal di dalam negeri.
India, Pakistan, dan Thailand menjadi negara pengirim utama beras ke UEA. Pasar ini cukup potensial untuk produk bernilai tinggi dan berlabel organik. Pelaku usaha ekspor yang menyasar pasar Timur Tengah perlu menyesuaikan strategi dengan tuntutan kualitas dan logistik ekspor yang ketat.
Dari sepuluh negara pengimpor beras terbesar di dunia, terlihat bahwa pasar global masih sangat terbuka untuk negara-negara pengekspor. Bagi Indonesia dan pelaku bisnis di sektor pertanian, kondisi ini merupakan peluang emas untuk memperkuat daya saing produk ekspor. Namun, perlu strategi jangka panjang, mulai dari peningkatan produktivitas, efisiensi logistik, hingga diplomasi dagang untuk menembus pasar potensial secara berkelanjutan.