Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Negosiasi Tarif Trump Gagal, Prabowo Dinilai Perlu Ganti 3 Menteri

WhatsApp Image 2025-07-01 at 18.53.51.jpeg
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (IDN Times/Triyan)
Intinya sih...
  • Kegagalan negosiasi tarif resiprokal dengan AS menjadi momentum Prabowo rombak kabinet.
  • Perombakan kabinet berdasarkan kompetensi dan ketegasan arah kebijakan.
  • Kekosongan posisi Dubes RI untuk AS adalah langkah diplomatik yang tidak dipertimbangkan dengan baik.

Jakarta, IDN Times - Pemerintah gagal melakukan negosiasi untuk mencegah tarif resiprokal sebesar 32 persen dari Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump. Center of Economic and Law Studies (CELIOS) pun menilai kegagalan tersebut mencerminkan lemahnya arah kebijakan luar negeri dan ekonomi Indonesia, serta absennya koordinasi strategis lintas kementerian yang berdampak langsung terhadap kepercayaan pasar dan posisi tawar negara.

Tim negosiasi Indonesia yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto membawa berbagai tawaran besar, mulai dari LNG, LPG, minyak mentah, gandum, hingga pesawat Boeing. Meski begitu, Pemerintah AS tetap menjatuhkan tarif dengan angka yang cukup signifikan. CELIOS menilai bahwa keputusan Washington cenderung dipengaruhi oleh pertimbangan geopolitik daripada hanya sekadar transaksi dagang.

“Afiliasi Indonesia dalam BRICS dan sikap tegas terhadap ekspor mineral menjadi faktor yang secara politis dari kebijakan AS terhadap Indonesia. Sayangnya, strategi negosiasi yang dibangun terlalu bertumpu pada pembukaan kran impor produk migas AS secara berlebihan hingga 15,5 miliar dolar AS setara Rp259,5 triliun jadi ancaman bagi defisit sektor migas jangka panjang,” kata Direktur Eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira, Kamis (10/7/2025)

1. Kegagalan negosiasi momentum Prabowo rombak kabinet

WhatsApp Image 2025-07-09 at 07.55.32.jpeg
Menlu Sugiono dalam pertemuan AICHR di sela AMM/PMC, Kuala Lumpur, Malaysia (Dok. Kemlu RI)

Lebih lanjut Bhima menilai kegagalan negosiasi tarif resiprokal dengan Pemerintah AS seharusnya menjadi momentum bagi Presiden Prabowo Subianto untuk mengevaluasi komposisi kabinetnya.

“Jika Indonesia ingin memperkuat posisi globalnya, perombakan kabinet adalah langkah yang tidak bisa ditunda. Menteri Airlangga Hartarto jelas gagal dalam merancang strategi ekonomi luar negeri yang efektif. Menteri Keuangan Sri Mulyani, meskipun memiliki pandangan teknokratik yang tajam, tidak lagi cukup didengar dalam pengambilan keputusan strategis,” kata Bhima.

Sementara Menteri Luar Negeri Sugiono tampak hanya menjalankan fungsi simbolik, bukan diplomatik yang substantif,” sambung dia.

2. Perombakan kabinet berdasarkan kompetensi

Donald Trump dengan bagan tarif resiprokal pada 2 April 2025 di Gedung Putih (flickr.com/The White House)
Donald Trump dengan bagan tarif resiprokal pada 2 April 2025 di Gedung Putih (flickr.com/The White House)

Bhima pun mendesak agar Prabowo melakukan perombakan kabinet berdasarkan kompetensi dan ketegasan arah kebijakan. Koordinasi ekonomi memerlukan pemimpin yang memahami lanskap perdagangan global. 

Diplomasi luar negeri perlu dijalankan oleh profesional yang bisa memperkuat posisi Indonesia di tengah ketegangan geopolitik internasional.

“Ini bukan sekadar reshuffle, tapi penyelarasan ulang arah pemerintahan. Jika kabinet tetap diisi oleh figur-figur yang tidak mampu menjawab tantangan global, Indonesia akan semakin tertinggal dan kehilangan momentum,” kata Bhima.

3. Kekosongan posisi Dubes RI untuk AS

WhatsApp Image 2025-07-08 at 08.53.46.jpeg
Surat Donald Trump untuk Presiden Prabowo Subianto terkait penetapan tarif resiprokal (Truth Social/@realDonaldTrump)

Sementara itu, Direktur Studi China-Indonesia CELIOS, Muhammad Zulfikar Rachmat menyatakan, pembiaran kekosongan posisi Duta Besar RI untuk AS sejak 2023 adalah langkah diplomatik yang tidak dipertimbangkan dengan baik.

“Saat tarif diumumkan, Indonesia tidak punya wakil penuh di Washington. Di saat negara seperti Vietnam memperkuat diplomasi dan produksi mereka di AS, kita justru membiarkan celah ini terbuka lebar,” ujar Zulfikar.

Sebagai perbandingan, Vietnam berhasil menghindari tarif serupa dengan pendekatan diplomasi yang konsisten dan komitmen investasi nyata di AS. Indonesia justru terjebak dalam pendekatan reaktif, penuh simbol, tanpa pondasi diplomatik dan kebijakan yang kuat.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us