Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi bendera Moldova (twitter.com/officejjsmart)
Ilustrasi bendera Moldova (twitter.com/officejjsmart)

Jakarta, IDN Times - Direktur Moldovagaz, Vadim Ceban pada Kamis (11/8/2022), mengaku bahwa pihaknya tidak dapat membayar tagihan gas alam dari Gazprom. Atas hal itu, ia meminta kepada perusahaan gas milik negara Rusia tersebut untuk memperpanjang batas waktu pembayaran. 

Sejak akhir tahun lalu, Moldova sudah terlibat masalah perjanjian pengadaan gas alam dari Rusia akibat harganya yang dinilai terlalu tinggi. Bahkan, pasokan ke negara Eropa Timur itu sempat diputus sebab tidak membayar tunggakan gas alam kepada Gazprom tepat pada waktunya. 

1. Ceban berharap Gazprom bersedia memperpanjang batas waktu pembayaran

Sesuai keterangannya, ia menyebutkan bahwa Moldova tidak akan bisa membayar kewajiban tersebut untuk bulan Agustus ini. Ia berharap agar bisa kembali mendapatkan perpanjangan masa pembayaran sampai 22 Agustus.

"Kami berharap kami dapat menerima perpanjangan masa pembayaran tunggakan ini. Batas waktunya pada tanggal 20 Agustus, tapi saya pikir kami bisa membayarnya pada 22 Agustus nanti," tutur Ceban, dilansir dari Balkan Insight.

"Ada uang untuk tunggakan bulan Juli, tapi ini tidak untuk dibayarkan kepada Gazprom pada Agustus ini. Tagihan kepada Gazprom pada Agustus adalah 18 juta dolar AS (Rp265,1 miliar). Kami baru mendapatkan 14 juta dolar AS (Rp206,2 miliar) untuk Juli ini," tambahnya. 

Ceban juga mengaku sudah meminta perpanjangan kepada Gazprom tapi belum mendapatkan respon apapun. 

"Saya tidak melihat bagaimana kami dapat meminta penambahan tarif untuk konsumen. Dalam situasi ini, satu-satunya cara yang dapat membantu kami adalah memperpanjang batas waktu pembayaran"

2. Harga gas alam di Moldova terus mengalami kenaikan

Di samping itu, Ceban juga meminta kepada Pemerintah Moldova bahwa menunda pembayaran pajak pertambahan nilai (PPn). Sebelumnnya, Moldovagaz juga sudah meminta peningkatan tarif gas alam sebesar 29,48 lei (Rp22.700) per kubik meter gas mulai bulan Agustus. 

Keputusan ini sejalan dengan kenaikan harga gas alam yang diperkirakan akan mencapai 1.692 dolar AS (Rp24,8 juta) per 1000 meter kubik pada September. Padahal, harga gas hanya sebesar 1.458 dolar AS (Rp21,4 juta) per 1000 meter kubik pada bulan ini. 

Sementara itu, Gazprom sudah memperingatakan sebelumnya bahwa pihaknya tidak akan memberikan keringanan lagi kepada Moldova. Apabila pembayaran tidak dilakukan tepat waktu, maka perusahaan Rusia itu akan menghentikan pengiriman dalam kurun waktu 48 jam. 

Molodovagaz diketahui sebagai anak perusahaan Gazprom, setelah perusahaan Rusia itu membeli mayoritas sahamnya. Sedangkan Pemerintah Moldova hanya memiliki 35 persen dari total saham perusahaan gas tersebut. 

3. Rusia melarang impor produk pertanian dari Moldova

Pada Selasa lalu, Rusia juga sudah melarang impor produk pertanian dari 31 dari 34 wilayah di Moldova mulai 15 Agustus nanti. Keputusan ini digulirkan lantaran adanya tudingan bahwa produk pertanian asal negara Eropa Timur itu mengandung bahan berbahaya. 

Meskipun demikian, Moldova sudah mengurangi suplai buah-buahan ke Rusia sejak Moskow melangsungkan invasi ke Ukraina. Pengurangan ekspor itu karena sulitnya akses logistik dan tingginya biaya transportasi, dilaporkan Reuters.

Akan tetapi, keputusan ini akan berdampak besar kepada petani di Moldova yang menggantungkan pada ekspor produknya ke Rusia. Pada tahun ini, Moldova sudah menyuplai 168 ribu ton produk pertanian, terutama apel, plum, anggur ke Rusia. 

Rusia selama ini dikenal kerap menggunakan sanksi larangan impor makanan kepada beberapa negara yang dianggap melawannya. Selain itu, Rusia disebut menggunakan sumber daya gas alamnya yang melimpah untuk mengancam Moldova yang dipimpin presiden pro Uni Eropa. 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team