Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Ombudsman Imbau BBM Subsidi untuk Angkutan Umum dan Motor Tak Dihapus

Ilustrasi pengisian BBM di SPBU. ANTARA FOTO/M Agung Rajasa

Jakarta, IDN Times - Anggota Ombudsman RI, Hery Susanto menyarankan pemerintah membatasi distribusi BBM bersubsidi jenis Pertalite. Menurutnya, hanya kendaraan pribadi roda empat yang perlu dikenakan BBM nonsubsidi.

"Kami memberikan saran kepada pemerintah untuk membatasi distribusi BBM bersubsidi jenis Pertalite dan solar hanya untuk sepeda motor dan angkutan umum," ujarnya di sela-sela acara penyerahan laporan Rapid Assessment/Kajian Cepat Ombudsman RI kepada lembaga negara, terkait Pembatasan BBM Bersubsidi Melalui Aplikasi MyPertamina, di Kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan, Selasa (30/8/2022).

Hal itu menurutnya sesuai revisi Perpres No 191 Tahun 2014 Tentang Penyediaan Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.

1. Sesuai dengan berbagai aturan yang berlaku

Anggota Ombudsman RI, Hery Susanto (dok Ombudsman)

Hery menuturkan, saran tersebut sesuai dengan Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang No 30/2007 tentang Energi yang mengamanatkan penyediaan dana subsidi hanya untuk kelompok masyarakat tidak mampu.

Sementara itu, juga terdapat pada pasal 3 huruf f UU Energi berbunyi, “Pengelolaan energi ditujukan untuk meningkatkan akses masyarakat tidak mampu dan/atau yang tinggal di daerah terpencil terhadap energi, guna mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata."

Selanjutnya, pada UU Migas Pasal 28 ayat (3) menyatakan, dalam menentukan dan menetapkan harga BBM, pemerintah memiliki tanggung jawab sosial terhadap golongan masyarakat tertentu. Dengan demikian, subsidi BBM bukan untuk seluruh golongan masyarakat. 

"Kemudian isi lampiran penjelasan Perpres No 191 Tahun 2014, pada bagian konsumen pengguna transportasi angka 2 dijelaskan bahwa BBM bersubsidi jenis solar tidak boleh dinikmati mobil barang untuk pengangkutan hasil kegiatan perkebunan dan pertambangan dengan jumlah roda lebih dari 6 (enam) buah," tutur Hery.

2. Subsidi BBM untuk umum dinilai berpotensi maladministrasi

ilustrasi BBM (IDN Times/Aditya Pratama)

Oleh sebab itu, menurutnya, memberikan subsidi secara umum itu bertentangan dengan undang-undang. Kebijakan subsidi energi yang selama ini berjalan dinilai masih menuai banyak masalah.

Kelompok miskin masih sulit mengakses bantuan subsidi energi seperti BBM, listrik, dan LPG. Hal ini berpotensi sebagai tindakan maladministrasi. 

"Konsumen atau pengguna merupakan masyarakat yang menurut undang-undang berhak dan layak menerima serta menikmati subsidi energi yang disediakan oleh pemerintah. Sudah saatnya, pemerintah memastikan kemudahan akses bagi kelompok miskin dalam mengakses subsidi energi," kata Hery.

3. Pemerintah harusnya melarang BBM bersubsidi bagi kendaraan roda empat

ilustrasi harga BBM (IDN Times/Aditya Pratama)

Ombudsman menilai berdasarkan UUD 1945, UU Energi dan UU Migas itu harusnya menjadi landasan hukum bagi pemerintah untuk bisa membatasi subsidi BBM bagi kendaraan roda empat ke atas jenis non-angkutan umum.

Kemudian kendaraan angkutan umum dan sepeda motor dapat dinyatakan sebagai golongan tidak mampu atau berkaitan langsung dengan hajat hidup orang banyak. Dengan demikian, ini bisa tetap diberikan BBM bersubsidi.

Hery mengatakan, sepeda motor dan angkutan umum merupakan moda transportasi yang mengonsumsi Pertalite maupun Solar. 

Selain itu kedua moda transportasi ini mayoritas digunakan oleh masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Sedangkan, kendaraan pribadi roda empat dapat diklasifikasikan sebagai masyarakat kelas menengah ke atas. Sehingga BBM bersubsidi lebih tepat apabila diperuntukkan sepeda motor dan angkutan umum. 

Opsi kebijakan pembatasan BBM bersubsidi ini, kata Hery, lebih baik untuk mencegah jebolnya anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) daripada menaikkan harga BBM bersubsidi. 

"Kalau memang keuangan negara tidak kuat, lalu pemerintah menaikkan harga BBM dan subsidi dilepas atau dikurangi drastis, maka akan terjadi syok perekonomian yang berdampak terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat," tutur dia.

Hery menuturkan, jika pemerintah lebih memilih opsi menaikkan harga BBM bersubsidi jenis pertalite menjadi Rp10 ribu per liter, solar menjadi Rp8 ribu per liter maka ini berdampak negatif bagi perekonomian masyarakat. 

"Dengan kondisi pandemi Covid-19 yang belum pulih total seperti ini, justru masyarakat kecil sedang kesusahan jangan ditambah lagi bebannya apalagi saat ini harga pangan sedang naik. Oleh karena itu pemerintah disarankan tidak menaikkan harga BBM bersubsidi," ucap dia.

Dia memperkirakan, kenaikan harga BBM bakal mendorong inflasi bertambah hingga 0,97 persen dari realisasi inflasi kuartal II - 2022 sebesar 4,94 persen.

"Program pemerintah menyiapkan sejumlah bantuan sosial/bansos yang akan diberikan kepada masyarakat miskin, itu langkah alternatif di luar subsidi energi. Sebab bansos memang sudah kewajiban pemerintah dalam mengantisipasi munculnya problem sosial ekonomi yang terjadi di masyarakat," imbuhnya.

Share
Topics
Editorial Team
Yosafat Diva Bayu Wisesa
EditorYosafat Diva Bayu Wisesa
Follow Us