Ilustrasi tenaga kerja terdampak wabah COVID-19. (ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto)
Dalam memahami pengangguran siklis, belum afdol kalau belum mengetahui contoh dari pengangguran ini. Ada dua kondisi yang bisa dijadikan contoh, yaitu:
1. Amerika Serikat
Pengangguran siklis di Amerika Serikat pernah meningkat jumlahnya saat negara adidaya tersebut mengalami krisis pada 1929. Saat itu, tingkat pengangguran naik dari 3,2 persen pada 1929 menjadi 8,7 persen pada 1930. Bahkan, pada 1933 tingkat pengangguran di Amerika Serikat menjadi 24,9 persen.
Amerika Serikat kembali mengalami lonjakan pengangguran pada 2008-2009 dan 2020. Penyebabnya karena krisis finansial dan resesi karena pandemik COVID-19 pada 2020 yang juga melanda seluruh dunia.
Saat krisis finansial, pengangguran di AS meningkat dari 5 persen menjadi 9,9 persen pada 2009. Sedangkan saat pandemik, pengangguran naik dari 3,6 persen menjadi 14,7 persen pada April 2020.
2. Indonesia
Lonjakan jumlah pengangguran siklis di Indonesia setidaknya terjadi sebanyak dua kali. Pertama, pada krisis moneter tahun 1998. Tingkat pengangguran saat itu meningkat dari 4,69 persen pada 1997 menjadi 6,36 persen pada 1999.
Sedangkan lonjakan pengangguran kembali terjadi saat COVID-19 melanda Indonesia. Angka pengangguran meningkat dari 5,23 persen pada Agustus 2019 menjadi 7,07 persen pada Agustus 2020.
Kondisi resesi ekonomi ini dinilai beberapa pihak masih terjadi di Indonesia pada tahun 2023. Dibuktikan dengan sejumlah perusahaan yang melakukan PHK terhadap banyak karyawannya, mulai dari GoTo, Ruangguru, Shopee, JD.ID, hingga SiCepat.