Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Perpres 113/2025 Terbit, Subsidi Pupuk Jadi Lebih Efisien
Ilustrasi Pupuk Indonesia (dok. Pupuk Indonesia)

Intinya sih...

  • Perpres 113/2025 untuk memperkuat ketahanan pangan nasional dan keberlanjutan industri pupuk nasional.

  • Regulasi ini juga memberikan kerangka kebijakan lebih adaptif dalam pelaksanaan subsidi pupuk, dan membuka ruang bagi peningkatan efisiensi, penguatan rantai pasok bahan baku, dan modernisasi industri pupuk nasional.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Pemerintah resmi menetapkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 113 tahun 2025 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 6 Tahun 2025 mengenai Tata Kelola Pupuk Bersubsidi sebagai bagian dari reformasi tata kelola subsidi pupuk.

Perubahan landasan hukum tersebut sekaligus untuk memperkuat ketahanan pangan nasional dan keberlanjutan industri pupuk nasional. Selain itu, regulasi ini memberikan kerangka kebijakan yang lebih adaptif dalam pelaksanaan subsidi pupuk, sekaligus membuka ruang bagi peningkatan efisiensi, penguatan rantai pasok bahan baku, dan modernisasi industri pupuk nasional.

Sekretaris Perusahaan PT Pupuk Indonesia (Persero), Yehezkiel Adiperwira mengatakan, Pupuk Indonesia menyambut implementasi Perpres 113/2025 sebagai landasan strategis untuk mempercepat agenda transformasi yang selama ini telah dilakukan perusahaan.

“Sejak beberapa tahun terakhir, Pupuk Indonesia telah melakukan penyesuaian strategi dengan mempertimbangkan volatilitas harga bahan baku global serta kebutuhan akan peningkatan efisiensi operasional. Adanya Perpres 113/2025 memperkuat arah transformasi tersebut secara kebijakan,” ujar Yehezkiel, dikutip Senin (22/12/2025).

1. Konsumsi bahan baku pupuk jauh lebih tinggi dibandingkan standar global

Ilustrasi Pupuk Indonesia (dok. Pupuk Indonesia)

Yehezkiel menjelaskan, sebagian besar fasilitas produksi Pupuk Indonesia telah beroperasi hampir 50 tahun. Dengan demikian, konsumsi bahan baku terutama gas menjadi jauh lebih tinggi dibandingkan standar global.

Sebagai contoh, pabrik di Pupuk Iskandar Muda (PIM) membutuhkan sekitar 54 MMBTU gas untuk memproduksi satu ton urea, sedangkan standar dunia berada di kisaran 23–25 MMBTU per ton. Kondisi ini berdampak pada tingginya biaya produksi yang dihitung melalui skema subsidi cost plus, di mana seluruh biaya tersebut ditagihkan kepada Pemerintah.

“Melalui Perpres 113/2025, skema subsidi pupuk cost plus ditinggalkan. Subsidi kini menggunakan mekanisme marked-to-market (MTM), yang secara langsung mendorong efisiensi dan disiplin biaya di tingkat produsen,” kata Yehezkiel.

2. Perpres 113/2025 berperan jadi titik keseimbangan

Sekretaris Perusahaan PT Pupuk Indonesia (Persero), Yehezkiel Adiperwira (dok. Pupuk Indonesia)

Yehezkiel mengungkapkan, Perpres 113/2025 berperan strategis sebagai titik keseimbangan antara keterjangkauan harga pupuk bagi petani dan keberlanjutan industri pupuk nasional.

"Dalam skema baru ini, harga pupuk bersubsidi bagi petani tetap dijaga melalui kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET), sementara produsen didorong untuk meningkatkan efisiensi industri secara jangka panjang," tutur Yehezkiel.

Pada Desember 2025, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merilis Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I-2025 yang mencatat tantangan efisiensi proses produksi pupuk bersubsidi pada periode pemeriksaan 2022 hingga semester I-2024. Temuan ini menjadi bagian dari evaluasi menyeluruh dari kebijakan dan tata kelola pupuk subsidi yang berlaku pada periode tersebut.

3. Langkah perbaikan Pupuk Indonesia secara internal

PT Pupuk Indonesia (Persero) mengirimkan bantuan kemanusiaan dan relawan untuk mendukung penanganan tanggap darurat dan pemulihan bencana banjir di Aceh. (Dok. Pupuk Indonesia)

Selain perubahan kebijakan, Yehezkiel menyebutkan, Pupuk Indonesia juga akan terus melakukan berbagai langkah perbaikan secara internal, antara lain mengoperasikan pabrik pada mode paling optimal, melakukan rekonfigurasi proses produksi, mengamankan kontrak bahan baku jangka panjang, serta menjalankan program revamping untuk pabrik-pabrik tua.

Yehezkiel menambahkan, Perpres 113/2025 secara berimbang juga memberikan ruang gerak terhadap kemampuan pendanaan perusahaan. Dalam skema baru, pembayaran subsidi untuk pengadaan bahan baku dilakukan sebelum realisasi pengadaan, dengan terlebih dahulu ditinjau oleh lembaga berwenang, sehingga mampu menurunkan beban bunga pembiayaan modal kerja.

“Dengan kombinasi kebijakan baru dan langkah perbaikan internal, tata kelola pupuk bersubsidi kini memasuki fase yang jauh lebih efisien dan berkelanjutan. Fokus kami adalah memastikan pupuk tersedia tepat waktu, tepat jumlah, dan terjangkau bagi petani, sekaligus menjaga akuntabilitas keuangan negara,” tutur dia.

Editorial Team