Italia Akhiri Kesepakatan Belt and Road Initiative China pada 2024

Kesepakatan BRI hanya memberikan sedikit manfaat bagi Italia

Jakarta, IDN Times - Italia telah secara resmi mengatakan kepada China bahwa mereka keluar dari Inisitatif Sabuk dan Jalan (Belt and Road Initiative/BRI). Perjanjian yang disepakati pada 2019 tersebut, akan berakhir pada Maret 2024.

Ini juga mengakhiri keraguan selama berbulan-bulan mengenai masa depan Roma dalam proyek infrastruktur ambisius Beijing tersebut.

Sumber pemerintah Italia pada Rabu (6/12/2023) mengatakan bahwa Roma telah mengirimkan surat kepada Beijing dalam beberapa hari terakhir, yang memberi tahu China bahwa Italia tidak akan memperbarui perjanjian itu.

Baca Juga: Italia Ungkap Rencana Keluar dari Belt and Road Initiative China

1. Italia tetap ingin menjaga hubungan baik dengan China

Meski begitu, pihaknya tetap ingin menjalin hubungan baik dengan Negara Asia tersebut. Langkah itu juga menepis kekhawatiran bahwa berakhirnya kesepakatan BRI dapat memperburuk hubungan dan merusak perekonomian Italia.

Untuk menjaga hubungan strategis, Menteri Luar Negeri Antonio Tajani mengunjungi Negeri Tirai Bambu pada September, dan Presiden Sergio Mattarella dijadwalkan bertolak ke China pada tahun depan. Perdana Menteri Italia Giorgia Meloni sendiri sudah mengatakan ingin melawat ke Beijing, namun belum ada kepastian tanggal mengenai rencana tersebut.

"Kami mempunyai niat untuk menjaga hubungan baik dengan China, meskipun kami tidak lagi menjadi bagian dari BRI," kata sumber pemerintah Italia.

"Negara-negara G7 lainnya memiliki hubungan yang lebih erat dengan China dibandingkan dengan kita, meskipun faktanya mereka tidak pernah tergabung dalam BRI," tambahnya, dikutip dari Reuters.

2. Sejak menjabat, Meloni ingin menarik diri dari kesepakatan BRI

Italia Akhiri Kesepakatan Belt and Road Initiative China pada 2024Perdana Menteri Italia Giorgia Meloni. (twitter.com/Palazzo_Chigi)

Sejak Meloni mulai menjabat tahun lalu, dia telah menyatakan niatnya untuk menarik diri dari perjanjian yang diinisiasi oleh Presiden China Xi Jinping. Menurutnya, kesepakatan tersebut tidak membawa manfaat yang signifikan bagi negaranya.

Data Italia melaporkan bahwa pada tahun lalu, ekspor Italia ke China berjumlah 16,4 miliar euro (sekitar Rp274 triliun) dari 13 miliar euro (Rp217 triliun) pada 2019. Sebaliknya, ekspor China ke Italia meningkat menjadi 57,5 miliar euro (Rp961 triliun) dari 31,7 miliar euro (Rp529,8 triliun) pada periode yang sama.

Sementara itu, meski tidak menjadi bagian dari Belt and Road Initiative, mitra dagang Italia di Uni Eropa, seperti Prancis dan Jerman, mengekspor lebih banyak ke China pada tahun lalu.

Di sisi lain, pemerintah Italia juga telah menunjukkan keraguannya terhadap pakta tersebut, meski menjadi bagian dari BRI. Pihaknya telah berulang kali mengambil sejumlah langkah untuk memveto beberapa usulan pengambilalihan atau membatasi pengaruh perusahaan-perusahaan China, terhadap perusahaan-perusahaan Italia.

Pada Juni, kabinet Meloni membatasi pengaruh pemegang saham China, Sinochem, terhadap pembuat ban Italia Pirelli. Pihaknya menggunakan aturan 'golden power' yang dirancang untuk melindungi aset-aset strategis.

Baca Juga: Jokowi di KTT Belt and Road China, Ungkit soal IKN dan Kereta Cepat

3. Kesepakatan Belt and Road Initiative Beijing-Roma pada 2019

Italia Akhiri Kesepakatan Belt and Road Initiative China pada 2024Bendera Tiongkok. (Unsplash.com/Macau Photo Agency)

Lebih dari 100 negara telah menandatangani perjanjian dengan Beijing untuk bekerja sama dalam infrastruktur dan proyek pembangunan BRI, sejak skema ini diluncurkan pada 2013 lalu.

Perdana Menteri Italia saat itu, Giuseppe Conte, mengharapkan keuntungan perdagangan dengan China ketika dia mendaftar pada 2019. Kedua negara mencatat bahwa mereka memiliki sejarah yang sama, dengan Italia yang menjadi tempat pendaratan tradisional bagian maritim dari jalur perdagangan Jalur Sutra kuno yang menghubungkan Asia dan Eropa Barat, dilansir The Straits Times.

Italia pun menjadi negara Barat pertama dan satu-satunya yang bergabung dalam program perdagangan dan investasi tersebut. Roma juga mengabaikan peringatan dari Amerika Serikat, sekutunya di G7, bahwa Italia mungkin akan membiarkan China mengambil kendali atas teknologi sensitif dan infrastruktur penting.

Namun, selama empat tahun terakhir kesepakatan BRI tersebut hanya memberikan sedikit manfaat bagi Italia.

Baca Juga: Fakta-Fakta Kereta Cepat Jakarta-Bandung, Proyek OBOR China di RI

Rahmah N Photo Verified Writer Rahmah N

.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya