Rancangan Aturan Kemasan Polos Rokok Ancam Nasib Pekerja Perempuan

- Serikat pekerja pertembakauan khawatir dampak negatif kebijakan restriktif PP 28 Tahun 2024 dan RPMK, terutama kemasan rokok polos tanpa merek yang menguntungkan produsen ilegal.
- Ketua PD FSP RTMM SPSI Jawa Barat, Ateng Ruchiat, menyoroti mayoritas pekerja perempuan berpendidikan rendah di industri tembakau yang rentan terhadap PHK akibat kebijakan baru.
- Kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek berpotensi memperburuk situasi pekerja perempuan dan memperbesar peluang produk ilegal bersaing dengan produk legal.
Jakarta, IDN Times - Serikat pekerja sektor pertembakauan mengungkapkan kekhawatiran terhadap dampak negatif dari kebijakan restriktif dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 maupun Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK).
Salah satu ketentuan yang paling dipersoalkan adalah kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek pada RPMK, yang diyakini akan memberikan angin segar bagi produsen rokok ilegal dan mengancam industri legal.
1. Mayoritas pekerja di industri rokok adalah ibu-ibu

Ketua PD FSP RTMM SPSI Jawa Barat, Ateng Ruchiat mengatakan, muncul kekhawatiran mendalam mengenai dampak negatif dari dua regulasi insiatif Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin tersebut, terutama bagi para pekerja di industri hasil tembakau yang kebanyakan adalah perempuan yang tidak memiliki kesempatan untuk mengenyam pendidikan tinggi.
Poin penting yang ditekankan oleh Ateng yakni mayoritas pekerja di industri ini adalah ibu-ibu yang berpendidikan terbatas. Banyak dari mereka hanya berpendidikan di tingkat Sekolah Dasar (SD), dan akan kesulitan mencari pekerjaan lain di sektor yang berbeda jika terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK).
“Pekerja sektor industri hasil tembakau itu kebanyakan ibu-ibu yang pendidikannya terbatas. Kebanyakan dari mereka hanya lulusan SD dan tidak memiliki keahlian lain untuk bersaing di bidang lain,” ungkap Ateng, Sabtu (19/10/2024).
2. Kemasan polos rokok berpotensi perburuk situasi, rokok ilegal makin marak

Ateng menyebutkan, kebijakan-kebijakan baru yang diusulkan, seperti kemasan rokok polos tanpa merek berpotensi memperburuk situasi mereka.
Jika kebijakan ini diterapkan, dikhawatirkan akan semakin memperbesar peluang bagi produk rokok ilegal untuk bersaing dengan produk legal yang resmi dan membayar cukai dengan tertib. Hal ini tidak hanya mengancam industri yang taat aturan, tetapi juga dapat menyebabkan berkurangnya penerimaan negara dari cukai hasil tembakau.
"Dalam jangka panjang, tekanan yang semakin besar pada industri tembakau legal diperkirakan akan menyebabkan PHK massal, terutama di kalangan para pekerja yang sebagian besar adalah ibu-ibu berpendidikan rendah," tegasnya.
3. Industri hasil tembakau berharap kepada kebijakan Prabowo-Gibran

Menjelang pelantikan pemerintahan baru, Ateng dan pekerja memiliki optimisme sekaligus harapan besar terkait dengan arah kebijakan yang lebih positif untuk keberlangsungan tenaga kerja di industri tembakau.
"Kami optimistis dengan pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Pak Prabowo. Harapan kami, beliau akan mengeluarkan kebijakan yang lebih positif untuk industri hasil tembakau, sehingga kelangsungan pekerjaan para buruh, terutama ibu-ibu, dapat terjaga dan kesejahteraan mereka beserta keluarganya bisa meningkat," pungkasnya.