Sebelum Indonesia, Negara-Negara Ini Sudah Terapkan PPN Makanan Pokok

Lebih dari 160 negara terapkan PPN atas barang dan jasa

Jakarta, IDN Times – Rencana pemerintah mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) pada barang kebutuhan pokok atau sembako sebesar 12 persen telah menarik perhatian masyarakat. Rencana tersebut tertuang dalam draf revisi Undang Undang (RUU) Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Adapun, barang pokok yang akan dikenakan PPN sebesar 12 persen antara lain beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam konsumsi, daging, telur, susu, buah-buahan, sayur-sayuran, ubi-ubian, bumbu-bumbuan, dan gula konsumsi.

Terkait hal tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan untuk saat ini tak ada pengenaan PPN sembako. Sebaliknya, ia mengatakan masyarakat masih menikmati sederet insentif perpajakan dari pemerintah.

"Seolah-olah itu sudah naik, padahal itu gak ada. Yang terjadi justru rakyat itu menikmati seluruh belanja dan bantuan pemerintah, serta insentif perpajakan. Mereka gak bayar PPh 21, PPN ditunda atau restitusi, PPh 25 dikurangi, memberikan diskon 50 persen untuk PPh masanya. Jadi sekarang kalau bisa semua pengusaha bisa tumbuh lagi," kata Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI, Kamis (10/6/2021).

Namun, sebelum wacana ini muncul di Indonesia, ternyata sudah ada negara yang menerapkan PPN pada makanan pokok, meskipun tidak seluruhnya. 

Baca Juga: Ini 5 Dampak Sembako Kena PPN, Ngeri!

1. Lebih dari 160 negara terapkan PPN

Sebelum Indonesia, Negara-Negara Ini Sudah Terapkan PPN Makanan PokokIlustrasi Pajak (IDN Times/Arief Rahmat)

PPN umumnya diterapkan pada barang dan jasa. Menurut Investopedia, ada lebih dari 160 negara di seluruh dunia, termasuk semua negara Eropa, yang memungut PPN (Value-Added Tax/VAT) atas barang dan jasa. Besaran PPN tersebut bervariasi.

Misalnya di Eropa, meski besaran PPN diselaraskan sampai batas tertentu oleh Uni Eropa (UE), tarif PPN negara-negara anggota UE bervariasi. Menurut Tax Foundation, negara dengan tarif PPN standar tertinggi adalah Hungaria (27 persen), kemudian Kroasia, Denmark dan Swedia (masing-masing 25 persen). Luksemburg memungut tarif PPN standar terendah sebesar 17 persen, diikuti oleh Malta (18 persen), dan Siprus, Jerman serta Rumania (masing-masing 19 persen).

Tarif PPN standar rata-rata UE adalah 21 persen, enam poin persentase lebih tinggi dari tarif PPN standar minimum yang disyaratkan oleh peraturan UE.

Baca Juga: Asosiasi Petani Sebut Alasan Sri Mulyani Terapkan PPN Sembako Ngawur

2. Negara yang terapkan PPN pada makanan pokok

Sebelum Indonesia, Negara-Negara Ini Sudah Terapkan PPN Makanan PokokBendera Kroasia berkibar di benteng terakhir Pemberontak Etnik Serbia di Wilayah Knin, Kroasia. twitter.com/tonybalogna

Di Eropa, ada beberapa negara yang menerapkan PPN pada makanan. Pajak ini biasa disebut reduced VAT atau PPN yang dikurangi atau disubsidi. Namun, penerapannya tidak pada semua bahan makanan pokok.

Salah satu yang menerapkan reduced VAT yaitu Kroasia. Negara ini menerapkan reduced VAT 5 persen pada bahan makanan seperti roti, susu dan susu formula, sebagaimana dikutip dari Avalara.

Reduced VAT pada makanan juga berlaku di India. Tarif PPN yang dikurangi sebesar 5 persen berlaku untuk makanan seperti iklan, gula, teh, dan kopi. Namun menurut Wise, makanan pokok dikenakan pajak nol di India.

3. PPN pada bahan pokok bisa tingkatkan kemiskinan

Sebelum Indonesia, Negara-Negara Ini Sudah Terapkan PPN Makanan PokokIlustrasi Kemiskinan (IDN Times/Arief Rahmat)

Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, mengatakan sembako adalah barang yang dibeli masyarakat setiap hari. Oleh sebab itu, pengenaan PPN pada sembako bisa memberikan dampak mengerikan, seperti naiknya angka kemiskinan.

Bhima menjelaskan, dengan pengenaan PPN, maka harga sembako bisa naik dan berujung pada kenaikan tingkat inflasi. Kondisi ini bisa menurunkan daya beli masyarakat, sehingga tak hanya perekonomian negara yang kembali loyo, tapi juga bisa menaikkan angka kemiskinan.

“Sebanyak 73 persen kontributor garis kemiskinan berasal dari bahan makanan. Artinya sedikit saja harga pangan naik, jumlah penduduk miskin akan bertambah,” terang Bhima kepada IDN Times, Kamis (10/6/2021).

Tak hanya Bhima, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan juga berkata demikian.

“Dampak PPN adalah harga menjadi lebih tinggi, inflasi, kalau tidak ada kenaikan gaji maka pendapatan riil masyarakat turun, untuk masyarakat berpendapatan rendah maka artinya kemiskinan bisa meningkat. Kesenjangan sosial lebih tinggi,” tutur Anthony ketika dihubungi IDN Times.

Baca Juga: 6 Cara Dongkrak Penerimaan Pajak Ketimbang Terapkan PPN Sembako

Topik:

  • Jihad Akbar
  • Anata Siregar
  • Jumawan Syahrudin

Berita Terkini Lainnya