Sebut Bisnis di Hong Kong Berisiko, Tiongkok Sanksi Pejabat AS

Pejabat yang dijatuhi sanksi termasuk mantan Mendag AS

Jakarta, IDN Times – Tiongkok menjatuhkan sanksi kepada tujuh orang pejabat Amerika Serikat (AS), termasuk mantan Menteri Perdagangan di era mantan Presiden Donald Trump, Wilbur Ross.

Sanksi yang diumumkan pada Jumat (23/7/2021) itu dijatuhkan sebagai tanggapan atas langkah AS yang telah lebih dulu menerapkan hukuman pada pejabat Tiongkok karena dianggap turut andil dalam menekan demokrasi di Hong Kong.

Baca Juga: AS-Tiongkok Lakukan Pembicaraan, Cari Solusi Perang Dagang?

1. Tentang sanksi baru Tiongkok

Sebut Bisnis di Hong Kong Berisiko, Tiongkok Sanksi Pejabat ASMantan Menteri Perdagangan Amerika Serikat, Wilbur Ross. (Twitter.com/SecretaryRoss)

Menurut CNBC, sanksi balasan itu diberlakukan di bawah Undang-Undang Anti-Sanksi Asing Tiongkok yang baru, yang disahkan pada Juni.

Sanksi tersebut juga merupakan tanggapan terhadap peringatan AS baru-baru ini kepada perusahaannya, di mana AS menyebut ada risiko untuk perusahaan dari melakukan bisnis di Hong Kong.

Sanksi-sanksi itu juga diumumkan hanya beberapa hari sebelum Wakil Menteri Luar Negeri Wendy Sherman mengunjungi Tiongkok. Kunjungan ini akan menjadikannya sebagai pejabat AS paling senior yang mengunjungi Tiongkok selama pemerintahan Presiden Joe Biden.

2. Pejabat AS yang terkena sanksi

Sebut Bisnis di Hong Kong Berisiko, Tiongkok Sanksi Pejabat ASMantan Presiden Donald J. Trump (Instagram.com/whitehouse)

Ross yang dijatuhi sanksi adalah seorang pengusaha dan investor miliarder. Ia telah melakukan bisnis di Tiongkok. Sebagai Menteri Perdagangan di era Trump, dia adalah salah satu tokoh yang banyak mewakili Trump dalam urusan perang dagangnya dengan Tiongkok.

Selain Ross, pejabat lain yang terkena sanksi termasuk Carolyn Bartholomew, ketua Komisi Peninjauan Keamanan Ekonomi AS-Tiongkok; Jonathan Stivers, mantan direktur staf Komisi Eksekutif Kongres untuk Tiongkok; dan Sophie Richardson, direktur China Human Rights Watch.

Selain itu, ada juga DoYun Kim dari Institut Demokrasi Nasional untuk Urusan Internasional; Adam Joseph King, manajer program senior Institut Republik Internasional dan Dewan Demokrat Hong Kong.

3. Tanggapan Tiongkok

Sebut Bisnis di Hong Kong Berisiko, Tiongkok Sanksi Pejabat ASPresiden Tiongkok, Xi Jinping, tiba pada upacara penyerahan medali untuk pejabat tinggi nasional dan asing pada kesempatan peringatan 70 tahun berdirinya Republik Rakyat Tiongkok di Balai Agung Rakyat di Beijing, Tiongkok, pada 29 September 2019. ANTARA FOTO/REUTERS/Thomas Peter

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Zhao Lijian dalam sebuah pernyataan mengatakan bahwa apa yang dilakukan AS terkait Hong Kong adalah menyalahi aturan. Sebab, langkah mereka tersebut terlalu mencampuri urusan dalam negeri Tiongkok.

“Saya ingin menekankan sekali lagi bahwa Hong Kong adalah Daerah Administratif Khusus China dan urusannya merupakan bagian integral dari urusan dalam negeri China,” katanya. “Setiap upaya oleh kekuatan eksternal untuk ikut campur dalam urusan Hong Kong akan sia-sia seperti semut yang mencoba mengguncang pohon besar.”

Sekretaris pers Gedung Putih Jen Psaki mengatakan pada konferensi pers Jumat bahwa AS mengetahui sanksi terbaru Tiongkok. Ia mengatakan AS tidak terpengaruh oleh tindakan tersebut dan tetap berkomitmen penuh untuk menerapkan semua sanksi AS yang relevan terhadap mereka yang bertanggung jawab.

“Tindakan ini adalah contoh terbaru tentang bagaimana Beijing menghukum warga negara, perusahaan, dan organisasi masyarakat sipil sebagai cara untuk mengirim sinyal politik dan selanjutnya menggambarkan iklim investasi yang memburuk di RRT dan meningkatnya risiko politik,” kata Psaki pada briefing tersebut.

Ia menambahkan bahwa sanksi ini sama seperti sanksi-sanksi sebelumnya yang juga tak berdasar.

Baca Juga: AS Peringatkan Perusahaan di Hong Kong soal Ancaman Kena UU Tiongkok

4. Hong Kong Business Advisory

Sebut Bisnis di Hong Kong Berisiko, Tiongkok Sanksi Pejabat ASSebuah museum di Hong Kong dipaksa tutup menjelang peringatan tindakan keras Tiongkok terhadap Hong Kong yang ke-32 tahun. (Twitter.com`ryan_lai1214)

Sebelumnya, pekan lalu pemerintah AS mengeluarkan peringatan untuk perusahaan negaranya yang melakukan bisnis di Hong Kong, di tengah meningkatnya tekanan Tiongkok pada kota miliknya tersebut.

Pada Jumat (16/7/2021), departemen Negara Bagian, departemen Keuangan, departemen Perdagangan, dan departemen Keamanan Dalam Negeri AS bersama-sama menerbitkan sebuah dokumen sembilan halaman berjudul Risiko dan Pertimbangan untuk Bisnis yang Beroperasi di Hong Kong (Risks and Considerations for Businesses Operating in Hong Kong).

Lewat dokumen itu, pemerintahan Biden memperingatkan bahwa perusahaan-perusahaan AS menghadapi sejumlah risiko yang ditimbulkan oleh undang-undang keamanan nasional Tiongkok yang diberlakukan di Hong Kong.

Dalam dokumen disebutkan bahwa risiko yang dapat dihadapi dari berbisnis di Hong Kong yaitu termasuk risiko yang terkait dengan pengawasan elektronik tanpa surat perintah dan dorongan untuk menyerahkan data kepada pihak berwenang serta akses terbatas ke informasi.

“Beijing telah merusak reputasi Hong Kong tentang pemerintahan yang akuntabel, transparan dan menghormati kebebasan individu, dan telah melanggar janjinya untuk menjaga otonomi tingkat tinggi Hong Kong tidak berubah selama 50 tahun,” tulis Menteri Luar Negeri Antony Blinken dalam sebuah pernyataan.

“Menghadapi keputusan Beijing selama setahun terakhir yang telah melumpuhkan aspirasi demokrasi rakyat di Hong Kong, kami mengambil tindakan. Hari ini kami mengirimkan pesan yang jelas bahwa Amerika Serikat dengan tegas mendukung warga Hong Kong,” tambahnya.

Terkait hal ini, Lijian mengatakan pada Jumat bahwa Tiongkok dengan tegas menentang dan mengutuk keras penerbitan Hong Kong Business Advisory tersebut.

“Tindakan ini sangat melanggar hukum internasional dan norma-norma dasar yang mengatur hubungan internasional, dan sangat mengganggu urusan dalam negeri China,” kata Lijian dalam pernyataannya.

Adapun undang-undang (UU) keamanan nasional Tiongkok yang menjadi akar permasalahan mereka adalah UU yang disahkan pada Juni 2020. UU itu telah mendapat kecaman dari AS karena dianggap membatasi otonomi Hong Kong dan membatasi kritik terhadap Partai Komunis Tiongkok.

Baca Juga: Biden: Amerika Serikat Merdeka dari COVID-19, tapi Dijajah Pandemik

Topik:

  • Hana Adi Perdana

Berita Terkini Lainnya