Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Daftar 10 Pungutan yang Bisa Jadi Beban Tambahan Masyarakat pada 2025

Ilustrasi PPN Naik 12 Persen (Dok. Dokumen IDN Times)
Intinya sih...
  • Pajak pertambahan nilai (PPN) naik menjadi 12 persen mulai 2025.
  • Iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) diberlakukan tahun depan dengan iuran 3 persen dari gaji setiap bulan.

Jakarta, IDN Tiimes - Tahun 2025 mungkin akan menjadi periode berat bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Hal itu tidak lepas dari proyeksi meningkatnya pengeluaran akibat kenaikan sejumlah pungutan mulai 2025 nanti.

Sejumlah pungutan yang naik tersebut, di antaranya pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen, iuran BPJS Kesehatan, hingga iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

Hal itu semakin diperparah dengan berkurangnya jumlah kelas menengah di Indonesia saat ini. Dengan adanya kenaikan pungutan atau keberadaan iuran baru tahun depan dikhawatirkan jumlah kelas menengah di Indonesia akan semakin berkurang.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan dalam lima tahun belakangan ini jumlah kelas menengah di Indonesia berkurang sebanyak 9,48 juta orang. Para kelas menengah itu turun menjadi kelompok menuju kelas menengah.

Nah, berikut 10 pungutan yang naik dan/atau baru diterapkan mulai 2025 nanti.

1. PPN 12 persen

Infografis Daftar Negara dengan Tarif PPN Tertinggi di Dunia (IDN Times/Aditya Pratama)

Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani memastikan akan tetap menerapkan tarif PPN 12 persen pada 1 Januari 2025. Penerapannya pun akan sesuai dengan keputusan yang telah diatur dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), yang menyatakan bahwa tarif PPN 12 persen mulai berlaku paling lambat 1 Januari 2025.

"Di sini (Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat/DPR), kami sudah membahas bersama bapak/ibu sekalian. Sudah ada undang-undangnya. Kita perlu untuk menyiapkan agar itu bisa dijalankan tapi itu dengan penjelasan yang baik," kata dia, dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR RI di Gedung Parlemen, Jakarta Pusat, dikutip Kamis (14/11/2024).

Adapun sejak 1 April 2022, pemerintah telah menaikkan PPN dari 10 persen menjadi 11 persen.

2. Iuran Tapera

Ilustrasi Tapera Mobile. (IDN Times/Trio Hamdani)

Pengeluaran masyarakat diperkirakan mengalami kenaikan seiring dengan mulai diberlakukannya iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) tahun depan.

Mengutip PP Nomor 21 Tahun 2024, Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera adalah penyimpanan yang dilakukan oleh peserta secara periodik dalam jangka waktu tertentu untuk pembiayaan perumahan dan dikembalikan beserta hasil pemupukannya setelah kepesertaan berakhir.

PP Nomor 25 Tahun 2020 menyebutkan, pada dasarnya Tapera bertujuan untuk menghimpun dan menyediakan dana jangka panjang yang berkelanjutan sebagai pembiayaan perumahan. Program Tapera juga bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan setiap orang yang berhak hidup sejahtera, bertempat tinggal, mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta mendapatkan pelayanan kesehatan.

Selain itu, peserta Tapera juga berhak mendapat pemanfaatan dari dana Tapera, mendapat nomor kepesertaan dan nomor rekening individu, serta menerima pengembalian simpanan serta hasil pemupukannya saat akhir masa kepesertaan.

Secara umum, jumlah iuran Tapera yang dibebankan kepada setiap peserta adalah 3 persen dari gaji setiap bulan. Besaran iuran tersebut ditanggung bersama oleh Pemberi Kerja sebesar 0,5 persen dan Pekerja sebesar 2,5 persen. Sementara bagi Pekerja Lepas, besaran iuran ditanggung secara mandiri sebesar 3 persen.

Iuran Tapera ini wajib dibayarkan oleh Pemberi Kerja maksimal setiap tanggal 10 pada bulan berikutnya. Aturan ini juga berlaku untuk Pekerja Lepas yang wajib membayarkan secara mandiri setiap tanggal 10.

Jadi, jika kamu adalah ASN atau karyawan swasta dengan gaji Rp5 juta per bulan, maka akan ada potongan Rp125 ribu setiap bulan (2,5 persen).

3. Iuran BPJS Kesehatan

Kartu JKN/BPJS kesehatan aktif yang wajib dilampirkan dalam mengurus SIM/ IDN Times/ Riyanto.

Iuran BPJS Kesehatan direncanakan bakal naik tahun depan. Hal itu tidak terlepas dari proyeksi defisit dana jaminan sosial (DJS) kesehatan pada 2025.

"Kira-kira di bulan Agustus atau September itu mulai ada defisit dari BPJS Kesehatan, (defisit) dana DJS kesehatan ini sekitar Rp11 triliun lah ya. Tapi di Agustus atau September 2025," kata Anggota Dewan Jaminan Sosial (DJSN), Muttaqien.

Dia memastikan bahwa DJS kesehatan yang dikelola oleh BPJS Kesehatan, dalam kondisi aman sampai 2024 sehingga tidak akan ada kenaikan iuran hingga tahun depan.

Hanya saja, untuk mengantisipasi terjadinya defisit DJS kesehatan menjelang akhir 2025, perlu dilakukan penyesuaian tarif iuran bagi peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

"Tetapi kami kira-kira, kami hitung lagi. Nah, kalau sampai 2024 aman, kapan kira-kira akan dibutuhkan kenaikan iuran? Nah, dari perhitungan yang kami lakukan kira-kira di bulan Juli atau Agustus 2025," sebutnya.

Kendati begitu, DJSN belum menghitung persentase kenaikan iuran pada 2025 untuk mengantisipasi defisit DJS kesehatan tersebut. Sebab, perlu dilakukan monitoring dan evaluasi (monev) untuk hal tersebut.

"Kita belum sampai kepada berapa besar ya, karena kan nanti butuh banyak hal ya karena sekarang kita perlu monev," kata Muttaqien.

4. Uang Kuliah Tunggal (UKT)

ilustrasi UKT (freepik.com/wayhomestudio)
ilustrasi UKT (freepik.com/wayhomestudio)

Pada awalnya, Nadiem Makariem selaku Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi era Joko "Jokowi" Widodo berencana menaikkan UKT tahun ini. Namun, hal itu urung dilakukan lantaran menuai banyak protes dari masyarakat dan Nadiem mengaku akan mengevaluasinya.

Kini, setelah Nadiem tak lagi menjadi menteri, rencana kenaikan UKT diprediksi masih akan terjadi. Badan Pusat Statistik (BPS) sendiri mencatat adanya kenaikan biaya pendidikan termasuk UKT pada tahun ajaran baru 2024/2025.

"Secara umum biaya kenaikan biaya perguruan tinggi pada bulan Agustus 2024 mengalami inflasi sebesar 0,46 persen. Salah satu contohnya adalah kenaikan UKT-nya. Dalam hal ini BPS tidak mencatat lebih rinci lagi untuk biaya perguruan tinggi," tutur Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini pada awal September lalu.

5. Harga jual eceran rokok

ilustrasi rokok (IDN Times/Arief Rahmat)

Pemerintah memang memastikan tidak menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) pada tahun depan. Namun, pemerintah bakal menetapkan penyesuaian harga jual eceran (HJE) rokok untuk 2025.

Penyesuaian HJE rokok dilakukan untuk mengendalikan konsumsi tembakau, khususnya di kalangan remaja dan kelompok rentan. Kemudian, untuk mengatasi fenomena downtrading, di mana konsumen beralih ke rokok dengan harga yang lebih murah.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu mengatakan, penyesuaian HJE rokok sedang dipersiapkan untuk memberikan kepastian kepada pelaku usaha, yang diharapkan mampu menstabilkan harga dan menekan konsumsi tembakau secara bertahap.

“Itu yang sedang kita siapkan pengaturannya, terkait dengan HJE, agar memberikan kepastian usaha bagi pelaku usaha,” kata Febrio, dikutip Rabu (20/11/2024).

Dia kembali menegaskan, tarif CHT tidak akan naik tahun depan, untuk menjaga stabilitas harga dan mendukung kelangsungan usaha di industri hasil tembakau.

“Sudah kita sampaikan bulan lalu di APBN 2025 bahwa tidak ada kenaikan tarif CHT. Kami memberikan ruang kepada pelaku usaha,” tutur Febrio.

Di sisi lain, pemerintah juga berencana menerapkan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) atau cuka minuman manis pada 2025.

6. Asuransi wajib kendaraan

ilustrasi memilih asuransi mobil (pexels.com/Gustavo Fring)

Pemerintah berencana menerapkan program asuransi wajib kendaraan atau third party liability (TPL) bagi para pemilik kendaraan mulai tahun depan.

Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ogi Prastomiyono menyampaikan, program asuransi wajib buat kendaraan masih menunggu terbitnya peraturan pemerintah (PP) sebagai payung hukum pelaksanaannya, seperti ruang lingkup dan waktu efektif penyelenggaraan program.

"Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Program Asuransi Wajib tersebut akan diatur dengan PP setelah mendapat persetujuan dari DPR," kata Ogi dalam keterangan resmi kepada IDN Times, Jumat (19/7/2024).

Program Asuransi Wajib memiliki dasar hukum berupa Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).

Dalam UU tersebut, pemerintah dapat membentuk Program Asuransi Wajib sesuai dengan kebutuhan, di antaranya mencakup asuransi kendaraan berupa tanggung jawab hukum pihak ketiga (third party liability – TPL) terkait kecelakaan lalu lintas, asuransi kebakaran, dan asuransi rumah tinggal terhadap risiko bencana.

"Dalam persiapannya, tentu diperlukan kajian mendalam terlebih dahulu mengenai Program Asuransi Wajib yang dibutuhkan," ujar Ogi.

Di sisi lain, UU P2SK menyatakan setiap amanat di dalamnya mesti diikuti penyusunan peraturan pelaksanaan yang penetapannya paling lama dua tahun sejak UU P2SK diundangkan.

"Setelah PP diterbitkan, OJK akan menyusun peraturan implementasi terhadap Program Asuransi Wajib tersebut," kata Ogi.

UU P2SK sendiri diteken Presiden ke-7 RI, Joko "Jokowi" Widodo pada 2023. Dengan begitu, maka program asuransi wajib kendaraan bakal berlaku mulai 2025.

7. PPh UMKM

ilustrasi pajak dan retribusi (IDN Times/Aditya Pratama)

Fasilitas tarif Pajak Penghasilan (PPh) Final sebesar 0,5 persen bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) untuk omzet di bawah Rp4,8 miliar akan berlaku hingga akhir 2024. Dengan begitu, tarif normal akan mulai berlaku pada 2025 mendatang.

Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022, atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri yang memiliki peredaran bruto tertentu, dikenai Pajak Penghasilan (PPh) yang bersifat final dalam jangka waktu tertentu.

Adapun setelah masa tarif PPh Final berakhir, pelaku usaha dengan omzet hingga Rp4,8 miliar dapat menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN). UMKM dengan omzet di atas Rp4,8 miliar atau yang memilih tidak menggunakan NPPN akan dikenakan pajak berdasarkan tarif progresif dengan rincian:

  • 5 persen untuk penghasilan kena pajak hingga Rp60 juta
  • 15 persen untuk Rp60 juta–Rp250 juta
  • 25 persen untuk Rp250 juta–Rp500 juta
  • 30 persen untuk Rp500 juta–Rp1 miliar
  • 35 persen untuk lebih dari Rp1 miliar

8. Tarif KRL berbasis NIK

ilustrasi KRL Commuter Line (IDN Times/Vadhia Lidyana)

Pemerintah merencanakan penerapan tarif KRL berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) di 2025. Hal itu terkait perubahan skema pemberian subsidi untuk KRL Jabodetabek mulai tahun depan, dari skema berbasis pengurangan tarif menjadi menjadi berbasis NIK.

Wacana ini tertuang dalam Buku Nota Keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun Anggaran 2025 yang telah diserahkan pemerintah ke DPR.

"Penerapan tiket elektronik berbasis NIK kepada pengguna transportasi KRL Jabodetabek," seperti dikutip dari Buku Nota Keuangan 2025, Kamis (29/8/2024).

Bila mengacu data dokumen nota keuangan RAPBN 2025, belanja Subsidi PSO tahun anggaran 2025 untuk PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI sebesar Rp4,79 triliun. Anggaran ini untuk operasional KA ekonomi jarak jauh, KA ekonomi jarak sedang, KA ekonomi jarak dekat, KA ekonomi Lebaran, KRD ekonomi, KRL Jabodetabek, KRL Yogyakarta, dan LRT Jabodebek. Namun, ada catatan yang menyertai penyaluran subsidi angkutan kereta api ini.

9. Pembatasan subsidi BBM

PT Pertamina Patra Niaga memastikan penyaluran Pertalite terus dilakukan sesuai penugasan yang diberikan Pemerintah. (Dok. Pertamina)

Pemerintah kemungkinan akan melakukan pembatasan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi mulai 2025. Hal itu sangat mungkin terjadi mengingat wacana pembatasan BBM bersubsidi telah bergulir sejak lama dan sempat kembali menjadi isu panas beberapa bulan sebelum Joko "Jokowi" Widodo lengser dari kursi RI 1.

Awalnya, pembatasan BBM subsidi direncanakan untuk diterapkan pada 17 Agustus 2024. Namun, implementasi kebijakan tersebut mengalami beberapa penundaan.

Pertama, rencana tersebut mundur ke 1 September, kemudian diundur lagi menjadi 1 Oktober. Namun, menjelang 1 Oktober, pemerintah kembali menunda penerapannya.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan, proses pembatasan BBM subsidi saat ini sudah hampir rampung. Dia memastikan tidak ada kendala berarti yang menghambat.

"Sebenarnya semua hampir selesai. Nggak ada lagi yang berarti," kata Bahlil di Kantor Kementerian ESDM, Jumat (18/10/2024).

Mantan Menteri Investasi/Kepala BKPM itu mengungkapkan, implementasi kebijakan pembatasan BBM subsidi saat ini hanya tinggal menunggu waktu yang tepat untuk diumumkan.

Menurutnya, tidak ada lagi kendala signifikan yang perlu disampaikan. Dia meyakini semua persiapan telah dibereskan.

"Tinggal menunggu waktu yang tetap untuk diumumkan. Dan saya pikir tidak ada lagi yang saya harus menyampaikan (terkait) dengan kendala ya," paparnya.

10. Iuran pensiun wajib

ilustrasi dana pensiun (freepik.com/freepik)

Pekerja mengalami keresahan lantaran adanya wacana program pensiun tambahan yang bersifat wajib dan kemungkinan berlaku tahun depan. Program tersebut merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).

Program tersebut bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja di masa tua, sebagaimana diamanatkan Pasal 189 ayat (4). Namun, itu mendapat penolakan dari berbagai kalangan.

Pasal tersebut menegaskan selain program jaminan hari tua dan jaminan pensiun yang sudah ada, pemerintah dapat melaksanakan program pensiun tambahan yang bersifat wajib. Program tersebut diperuntukkan bagi pekerja dengan penghasilan tertentu, dan diselenggarakan secara kompetitif.

Langkah itu merupakan bagian dari harmonisasi seluruh program pensiun yang bertujuan untuk meningkatkan perlindungan hari tua serta memajukan kesejahteraan umum.

"Program Pensiun tambahan yang bersifat wajib dapat dilakukan dalam bentuk kewajiban pendanaan atas Program Pensiun yang sudah ada atau dapat dalam bentuk program yang baru," demikian dikutip dari UU Nomor 4/2023.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ridwan Aji Pitoko
EditorRidwan Aji Pitoko
Follow Us