MBG Dikhawatirkan Sedot Anggaran Pendidikan-Defisit APBN Makin Lebar

- Alokasi anggaran besar program MBG potensial membebani keuangan negara dan mempersulit program pendidikan lainnya.
- Program MBG jika terus berjalan hingga 2029 akan menyebabkan defisit APBN mencapai 3,34% dari PDB.
Jakarta, IDN Times - Center of Economic and Law Studies (Celios) mengungkapkan, alokasi anggaran yang besar untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG) Prabowo-Gibran berpotensi membebani keuangan negara dan memperkecil ruang fiskal bagi program prioritas lainnya.
Untuk diketahui, program MBG dialokasikan melalui anggaran pendidikan yang memotong hampir 10 persen dari total anggaran pendidikan nasional 2025 atau setara dengan Rp71 triliun.
Direktur Ekonomi Celios, Nailul Huda mengungkapkan, dari hasil modelling program MBG jika menggunakan dana pendidikan hanya akan memberikan dampak positif terhadap PDB nasional sebesar 0,06 persen atau Rp7,21 triliun. Di sisi lain, hal tersebut berdampak negatif pada sektor pendidikan dengan nilai kehilangan ekonomi mencapai Rp27,03 triliun.
“Jika program MBG menggunakan mandatory spending pendidikan dikhawatirkan kualitas pendidikan nasional akan terganggu karena anggaran berkurang. Selain itu, dampak negatif lainnya juga akan dirasakan oleh tenaga kerja berupa pengurangan kompensasi sebesar Rp27,03 triliun dan tidak terlepas dari berkurangnya penghasilan tenaga kerja di bidang pendidikan pemerintah sebesar Rp41,55 triliun," tutur Huda dalam keterangan resminya, Minggu (24/11/2024)
Selain itu, menurutnya, redistribusi dana ini berpotensi mengurangi kesempatan kerja hingga 723 ribu posisi pada sektor pendidikan, termasuk guru dan dosen.
1. Defisit APBN akibat program MBG

Sementara itu, Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira menyatakan, studi yang dilakukan pihaknya memperkirakan, jika program MBG ini terus berjalan hingga mencapai target 100 persen pada 2029, defisit APBN diperkirakan akan mencapai 3,34 persen dari PDB pada tahun tersebut.
“Ini melebihi ambang batas aman yang diatur undang-undang dengan asumsi pertumbuhan ekonomi 5 persen. Bahkan ketika mengunakan asumsi pertumbuhan ekonomi yang optimis sebesar 7 persen, defisit anggaran tetap diprediksi akan melampaui ketentuan konstitusi, yaitu sebesar 3,1 persen,” tutur Bhima.
2. Tantangan besar berasal dari pajak dan utang

Peneliti Ekonomi Celios, Dyah Ayu mengungkapkan, program MBG menghadirkan tantangan besar dari sisi kebutuhan pembiayaan khususnya yang berasal dari pajak dan utang.
Rasio pajak sulit naik dengan situasi ekonomi yang penuh tantangan eksternal maupun pelemahan konsumsi kelas menengah. Proyeksi penurunan rasio pajak Indonesia pada APBN 2025 yang hanya ditargetkan 10,09 persen masih jauh dibanding target ambisius 23 persen pada 2029.
“Jika tidak diimbangi dengan strategi peningkatan pendapatan negara yang efektif, ambisi untuk mendanai program MBG bisa menjadi beban tambahan yang memperlebar defisit anggaran. Pilihannya hanya menaikan rasio pajak atau tambah utang untuk danai MBG,” ujar Dyah.
3. Pemerintah mesti kreatif cari pendanaan lain untuk MBG

Oleh karena itu, Celios menyarankan pemerintah lebih kreatif mencari pendanaan untuk MBG. Kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen dianggap bukan sebagai solusi untuk pendanaan program tersebut.
“Jangan naikan tarif PPN jadi 12 persen untuk biayai program prioritas. Banyak cara yang bisa dilakukan, salah satunya pajak kekayaan (wealth tax) yang bisa berkontribusi Rp81,6 triliun dalam sekali penerapan,” tutur Bhima.
"Kemudian cegah kebocoran pajak yang ada di sektor komoditas ekstraktif (underinvoicing dan miss-reporting). Kami berharap pemerintah jangan korbankan masyarakat kelas menengah yang hidupnya sudah terhimpit untuk biayai MBG," sambungnya.