Jakarta, IDN Times - FIFA resmi mencoret Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 2023. Menparekraf, Sandiaga Uno, mengatakan pembatalan itu berdampak pada kerugian ekonomi miminal Rp3,7 triliun.
"Rp3,7 triliun itu minimum, tapi yang menurut saya paling kami sangat khawatirkan adalah reputasi jangka menengah dan jangka panjang," ujar Sandiaga di Kawasan Ekonomi Khusus Lido, Jumat (31/3/2023).
Sandiaga mengatakan, kerugian Rp3,7 triliun itu hanya sebatas pendapat dari penonton. Dia mengatakan, jumlah penonton yang hadir sejatinya diprediksi mencapai 2-2,3 juta orang.
Bila digabung dengan biaya renovasi, kerugiannya bisa lebih dari Rp3,7 triliun.
"Total kita sedang mengkaji dan sudah keluar hasil kajian awal, di mana venue-venue tersebut sudah direnovasi beberapa tahun terakhir oleh PUPR, Kemenpora, ini jumlahnya sudah di atas Rp500 miliar lebih. Sementara target kunjungan wisatawan mancanegara yang terdampak langsung sekitar 1.500," kata dia.
"Tapi kalau ada suporter dari negara lain itu kita kalikan 50 saja bisa di atas 50 ribu dan target pendapatan berbasis jumlah penonton yang sekitar 2 juta dalam pertandingan-pertandingan yang sudah disusun di enam kota itu total lebih dari 2 juta penonton sampai 2,3 juta penonton, dan minimal dampaknya itu mencapai Rp3,7 triliun. Dan ini kerugian yang sangat besar," beber Sandi.
Sandiaga menerangkan, pengelola hotel juga merasa kecewa dengan dicoretnya Indoenisa sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20. Sebab, mereka juga sudah bersolek menyambut para wisatawan.
"Pasti kecewa dan hotel-hotel di sekitar venue itu tadinya terkesan habis ini kita harus carikan jalannya, agar kerugiannya tidak maksimal, tapi kita coba pelajari kemungkinan akan adanya event-event pengganti itu, yang lagi kita coba diskusikan dengan tim kami dari deputi bidang penyelenggaraan kegiatan," kata dia.
Sebelumnya, Presiden Jokowi memahami bila banyak masyarakat yang kecewa lantaran Piala Dunia U-20 batal digelar di Tanah Air.
"Saya pun juga merasakan hal itu, kecewa dan sedih," kata dia.
Jokowi kemudian mengajak publik agar tak memusatkan energi untuk saling menyalahkan satu sama lain. Sebagai bangsa yang besar, kata dia, Indonesia harus melihat ke depan. Jangan terus menerus menoleh ke belakang.
"Jadikan hal ini sebagai pembelajaran berharga bagi kita semua, bagi persepakbolaan nasional Indonesia," ujarnya