Tambang Pasti Merusak, Pengusaha Wajib Kembalikan Kondisi Alam

- Vonis kasus timah Bangka Belitung telah keluar pada Senin (23/12/2024).
- Industri pertambangan timah dianggap merusak lingkungan, namun juga memberikan pendapatan besar bagi negara.
Jakarta, IDN Times - Vonis majelis hakim di pengadilan pada kasus timah Bangka Belitung telah keluar pada Senin (23/12/2024). Vonis ini seoalah menegaskan, industri pertambangan timah menjadi perusak alam dan menjadi sumber kerusakan lingkungan.
Hal tersebut diamini oleh Pengamat Energi dan Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi. Fahmy menilai, industri pertambangan kerap merusak lingkungan, tetapi yang perlu diperhatikan adalah penanggulangannya untuk mengembalikan kondisi alam, misalnya dalam bentuk reklamasi.
"Nah saya kira tambang di mana pun, termasuk Indonesia, yang legal apa lagi yang ilegal itu prosesnya pasti merusak lingkungan, itu pasti. Maka kemudian dalam pemberian izin IUP (izin usaha pertambangan) ada semacam kewajiban untuk membalikkan kerusakan lingkungan atau yang disebut reklamasi," kata Fahmy, dikutip Rabu (25/12/2024).
1. Peran pengusaha mengembalikan kondisi alam

Oleh karena itu, kata dia, terbilang wajar apabila setiap ada penggalian tambang ada kerusakan lingkungan yang timbul.
Namun, jika dilihat dari sisi yang lain, negara pun mendapatkan pendapatan besar dari aktivitas tersebut. termasuk kegiatan ekonomi masyarakat di dalamnya.
Selain itu, ujar dia, ada peran pengusaha untuk mengembalikan kondisi alam agar tetap hidup.
"Di mana pun tambang juga prosesnya itu pasti melakukan perusakan lingkungan, baik timah, batu bara, nikel itu semua sama karena ini kan ekstraktif industri, ya, industri yang digali dari kekayaan alam, itu pasti melakukan kerusakan lingkungan. Itu bisa dikembalikan kerusakan alam tadi, tapi butuhkan biaya," ujar Fahmy.
2. Pengusaha tidak perlu kena hukuman apabila telah melakukan reklamasi

Selama penambang melakukan perbaikan dalam bentuk reklamasi dan mengikuti prosedur lainnya, kata dia, maka tidak semestinya pengusaha pertambangan terkena jerat pidana hukum.
"Nah selama penambang itu melakukan dengan cara yang legal, kemudian melakukan reklamasi, mengeluarkan biaya untuk reklamasi, maka tidak perlu khawatir dan mereka pasti masih untung karena keuntungan tambang itu kan sangat besar. Kalau hanya dikurangin untuk biaya reklamasi, saya kira gak masalah," kata Fahmy.
3. Harvey Moeis kena hukuman 6 tahun penjara

Diberitakan, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memvonis tiga terpidana kasus timah Bangka Belitung (Babel). Harvey Moeis divonis hukuman 6 tahun 6 bulan penjara serta denda sebesar Rp1 miliar. Harvey juga dihukum membayar uang pengganti senilai Rp210 miliar.
Kemudian, Direktur Utama PT RBT sejak 2018, Suparta, divonis dengan pidana 8 tahun penjara dan denda sebesar Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Dia juga dihukum dengan pidana tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti sejumlah Rp4,5 triliun subsider 6 tahun penjara.
Sementara itu, Direktur Pengembangan Usaha PT Refined Bangka Tin (RBT), Reza Andriansyah, dihukum dengan pidana penjara selama 5 tahun dan denda sebesar Rp750 juta subsider 3 bulan kurungan.