Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Tarif Trump 32 Persen Bisa Ganggu Kinerja Perdagangan-Investasi di RI

Donald Trump dengan bagan tarif resiprokal pada 2 April 2025 di Gedung Putih (flickr.com/The White House)
Donald Trump dengan bagan tarif resiprokal pada 2 April 2025 di Gedung Putih (flickr.com/The White House)
Intinya sih...
  • Pengenaan tarif impor resiprokal Trump sebesar 32 persen dapat menurunkan surplus neraca perdagangan Indonesia dan memicu ancaman limpahan produk dari China.
  • Investasi asing di industri elektronik, tekstil, dan alas kaki berpotensi melambat, dengan investor beralih ke sektor domestik atau negara tetangga dengan tarif lebih rendah.
  • Penerapan tarif 32 persen juga berpotensi meningkatkan volatilitas pasar keuangan domestik dan mempersempit ruang penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia.

Jakarta, IDN Times - Pengenaan tarif impor resiprokal dari Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, terhadap produk Indonesia bisa memberikan dampak buruk bagi perekonomian dalam negeri.

Berdasarkan analisis Chief Economist Bank Mandiri, Andry Asmoro, pengenaan tarif itu bisa memberikan tujuh dampak terhadap perekonomian Indonesia, yang terbagi dalam tiga jalur, mulai dari perdagangan, investasi, hingga volatilitas pasar keuangan.

"Pengumuman tarif resiprokal Trump berpotensi menekan prospek perekonomian global dan domestik. Meskipun, bagi beberapa negara yang mendapatkan penurunan tarif berpotensi mendapatkan sentimen positif," tulis analisis tersebut dikutip Selasa, (8/7/2025).

Berikut rincian dampak pengenaan tarif Trump terhadap perekonomian Indonesia.

1. Dampak bagi kinerja perdagangan Indonesia

Ilustrasi ekspor-impor. (Dok. Kementerian Keuangan)
Ilustrasi ekspor-impor. (Dok. Kementerian Keuangan)

Analisis dari Andry, melihat pengenaan tarif 32 persen bisa menurunkan surplus neraca perdagangan, yang dipicu dari penurunan harga komoditas dan permintaan global. Hal itu berpotensi melemahkan aktivitas industri dalam jangka menengah, yang bisa menekan pertumbuhan ekonomi.

Lalu, pengenaan tarif itu bisa berdampak pada munculnya ancaman limpahan produk dari China. Jika terjadi perlambatan industri di China, ditambah kapasitas produksinya berlebih, maka berisiko membanjiri pasar Indonesia.

2. Investasi bisa melambat

ilustrasi ekspor (IDN Times/Anggun Pusponingrum)
ilustrasi ekspor (IDN Times/Anggun Pusponingrum)

Pengenaan tarif juga bisa menurunkan penurunan investasi asing atau foreign direct investment (FDI) di industri elektronik, tekstil, dan alas kaki. Dampak lainnya adalah peralihan investasi ke sektor domestik. Investor akan lebih memilih sektor aman seperti infrastruktur, energi, dan consumer goods, yang terhindar dari dampak tarif. Pengenaan tarif itu juga bisa menyebabkan peralihan investasi ke negara tetangga karena lebih rendah.

"Investor berpotensi mengalihkan investasi ke negara dengan tarif yang lebih rendah dari Indonesia, seperti Malaysia dan Vietnam," bunyi analisis Bank Mandiri.

3. Volatilitas pasar keuangan berpotensi meningkat

Ilustrasi rupiah (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)
Ilustrasi rupiah (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)

Jalur terakhir yang bisa terdampak adalah pasar keuangan. Penerapan tarif 32 persen bisa menyebabkan peningkatan pada volatilitas pasar keuangan domestik, karena berpotensi mendorong arus modal keluar dari pasar saham domestik, yang pada akhirnya memberi tekanan terhadap nilai tukar rupiah. Lalu, pengenaan tarif resiprokal Trump itu bisa mempersempit ruang penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI).

"Apabila inflasi global berpotensi tetap tinggi akibat tarif, kondisi tersebut berpotensi membuat bunga obligasi dan suku bunga kredit akan tetap tinggi," tulis analisis Bank Mandiri.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Satria Permana
EditorSatria Permana
Follow Us