Pungutan Ekspor Melorot Setelah Jokowi Genjot Hilirisasi

Juga terdampak turunnya harga CPO

Jakarta, IDN Times - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai mengalami sedikit penurunan dipengaruhi turunnya penerimaan bea keluar alias pungutan negara atas barang ekspor.

Bea Keluar turun sebesar 68,1 persen karena dipengaruhi harga minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) yang sudah termoderasi dan turunnya volume ekspor komoditas mineral.

"Ini karena tadi harga CPO drop sangat tinggi dan sudah mengalami moderasi, dan volume ekspor komoditas mineral terutama yang tidak lagi diekspor karena dilakukan (hilirisasi) smelter di dalam negeri juga menyebabkan penurunan dari bea keluar yang diterima oleh Bea dan Cukai," kata Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers APBNKita, Rabu (22/2/2023).

Baca Juga: Pembebasan Pungutan Ekspor CPO Diperpanjang hingga Desember

1. Penyebab anjloknya pungutan ekspor

Pungutan Ekspor Melorot Setelah Jokowi Genjot HilirisasiIlustrasi ekspor (ANTARA FOTO/Didik Suhartono)

Bea keluar tembaga turun 68,76 persen secara tahunan atau year-on-year (yoy) disebabkan turunnya tarif bea keluar tembaga dari 5 persen menjadi 2,5 persen, dan turunnya volume ekspor tembaga sebesar 41,06 persen (yoy).

"Volume ekspor tembaga memang mengalami penurunan. Ini karena sudah dilakukan processing di dalam negeri," ujarnya.

Kemudian bea keluar bauksit turun 46,22 persen (yoy) diakibatkan turunnya volume ekspor bauksit sebesar 46,39 persen (yoy), dari 1,56 juta metrik ton menjadi 0,84 juta metrik ton.

"Ini juga karena seperti yang disampaikan oleh Bapak Presiden (Jokowi), hilirisasi tentu akan muncul dalam bentuk berbagai (barang) ekspor yang tadinya raw material (barang mentah) yang dikenakan bea keluar, tidak lagi diekspor dalam bentuk raw material," jelas Sri Mulyani.

Selanjutnya untuk bea keluar produk sawit turun 89,31 persen (yoy). Hal itu disebabkan oleh harga CPO yang lebih rendah dibandingkan tahun lalu.

Baca Juga: Gak Ngikut Malaysia, RI Bakal Tentukan Sendiri Harga Ekspor CPO

2. Bea masuk tumbuh 22,6 persen

Pungutan Ekspor Melorot Setelah Jokowi Genjot HilirisasiIlustrasi (Pixabay)

Bea masuk berhasil mencatatkan pertumbuhan 22,6 persen (yoy), didorong upaya ekstra, kurs dolar yang meningkat dibandingkan tahun lalu, dan kinerja impor yang masih tumbuh.

Kinerja penerimaan bea masuk tumbuh signifikan walaupun nilai impor nasional hanya meningkat sebesar 1,3 persen (yoy).

Sri Mulyani menerangkan, peningkatan penerimaan bulan ini disebabkan pelemahan kurs rupiah dibandingkan bulan Januari tahun lalu dan penerimaan dari Surat Penetapan Pabean senilai Rp237,43 miliar.

Dilihat dari besaran nilainya, penerimaan bea masuk terbesar berasal dari kendaraan roda empat, gas alam, suku cadang, mesin tambang dan konstruksi, serta beras.

Baca Juga: Hak Ekspor Produsen CPO Ditahan, Diberikan Lagi Usai Lebaran

3. Penerimaan cukai rokok tumbuh tipis

Pungutan Ekspor Melorot Setelah Jokowi Genjot Hilirisasiilustrasi cukai rokok (IDN Times/Arief Rahmat)

Penerimaan cukai juga tumbuh 4,9 persen, dipengaruhi kebijakan tarif, efek limpahan pelunasan hasil tembakau produksi November 2022, dan efektifitas pengawasan.

Realisasi cukai hasil tembakau sebesar Rp18,41 triliun atau tumbuh 4,97 persen (yoy) berkat limpahan penerimaan dari pemesanan pita cukai November 2022 lalu yang dilunasi di Januari 2023.

Sementara itu, produksi hasil tembakau turun 1,5 persen (yoy) akibat penurunan produksi dari pabrikan golongan 1 untuk semua jenis baik SKM, SKT maupun SPM.

Topik:

  • Hana Adi Perdana

Berita Terkini Lainnya