CITA: Jastip Rugikan Negara dan Pelaku Usaha yang Patuh 

Jastip murah karena tak bayar PDRI

Jakarta, IDN Times - Maraknya bisnis jasa titip (jastip) di Tanah Air ternyata memiliki dampak kerugian bagi penerimaan negara. Terlebih bisnis jastip biasanya dilakukan secara personal.

Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Fajry Akbar mengatakan bisnis jastip tidak hanya merugikan negara, namun juga bisnis usaha yang selama ini sudah patuh dengan peraturan yang ada dengan membayar pajak dalam rangka impor (PDRI).

"Dengan adanya jastip mereka kalah bersaing dan akhirnya gulung tikar dan terpaksa merumahkan karyawannya," ucapnya kepada IDN Times, Jumat (19/2).

Baca Juga: 5 Kemudahan yang Ditemui Ketika Berbelanja dengan Sistem Jastip

1. Tak bayar PDRI bikin jastip murah

CITA: Jastip Rugikan Negara dan Pelaku Usaha yang Patuh Ilustrasi Pajak (IDN Times/Arief Rahmat)

Lebih lanjut, Fajry mengatakan maraknya bisnis jastip juga sudah tercermin di lapangan dengan beberapa tempat belanja yang terlihat sepi. Karena masyarakat lebih memilih untuk belanja secara online, salah satunya melalui jastip.

"Kenapa itu murah? karena tidak bayar PDRI. Jadi yang resah dengan adanya jastip ini bukan cuma pemerintah, tapi pengusaha yang jujur dan patuh,"ucapnya.

Baca Juga: 10 Tips Buka Jastip Makanan buat Kamu yang Lagi Traveling ke Luar Kota

2. Masalah persepsi masyarakat

CITA: Jastip Rugikan Negara dan Pelaku Usaha yang Patuh ilustrasi belanja (IDN Times/Arief Rahmat)

Menurut Fajry, maraknya bisnis online dengan sistem jastip juga disebabkan oleh persepsi masyarakat kelas menengah yang salah karena menganggap wajar jika tidak membayar PDRI sesuai aturan sehingga sama saja dengan korupsi.

Sebagai informasi, PDRI merupakan pajak yang dipungut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) atas impor barang. PDRI merupakan salah satu pungutan yang dikenakan terhadap importir di luar bea masuk dan cukai.

Kemudian PDRI juga hanya memiliki satu jenis tarif yakni advalorum dan tidak ada tarif yang dikenakan secara spesifik. Hal ini berbeda dengan bea masuk yang sistem perhitungannya menggunakan dua skema tarif yakni advalorum dan spesifik.

Tak hanya itu, PDRI terdiri dari beberapa jenis pajak yakni pajak pertambahan nilai (PPN), pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) dan pajak penghasilan (PPh) pasal 22 impor.

Baca Juga: 5 Hal yang Perlu Kamu Tahu Tentang Jastip di BBW

3. Perlunya sistem self assesment

CITA: Jastip Rugikan Negara dan Pelaku Usaha yang Patuh Unsplash.com/Fernand De Canne

Fajry menjelaskan, dibutuhkan sistem yang tepat yakni dengan self assesment. Jadi, saat men-declare barang, penumpang diberikan kepercayaan untuk menentukan biaya PDRI-nya.

"Cuma praktik di lapangan yang memang dapat masukan dari masyarakat, ada concern dari sisi kenyamanan dan keramahan petugas di lapangan. Mungkin itu perlu diperbaikin"tuturnya.

Oleh karena itu, mungkin perlunya dibuat jalur khusus jastip karena memiliki risiko yang lebih tinggi. Meski demikian, ia tak dapat mengestimasikan potensi kerugian negara akibat jastip.

"DJBC perlu diberikan kewenangan untuk menindak jasti-jastip yang sudah masuk wilayah kita tanpa membayar PDRI,"tegasnya.

Topik:

  • Hana Adi Perdana

Berita Terkini Lainnya