UU Sistem Budidaya Pertanian Dinilai tak Memihak Petani Kecil

Jakarta, IDN Times - Pengesahan Undang-Undang (UU) Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan menyisakan permasalahan yang belum tuntas. UU yang disahkan oleh DPR melalui Sidang Paripurna yang ke-10 pada Selasa, 24 Agustus 2019 lalu ini dinilai tidak berpihak kepada petani kecil.
"UU yang tujuan utamanya untuk melindungi petani ini justru terlihat membatasi ruang gerak petani, khususnya petani kecil," ungkap Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Galuh Octania dalam keterangan tertulis, Minggu (29/9).
1. Beberapa pasal tampak membatasi ruang gerak petani

Menurut Galuh, indikasi pembatasan ruang gerak petani tampak dari beberapa pasal, seperti pasal 27 ayat (3) dan pasal 29 ayat (3). Pasal 27 ayat (3) menimbulkan kontroversi karena menyebut petani kecil yang melakukan pencarian dan pengumpulan sumber daya genetik harus melapor ke pemerintah.
"Seharusnya pemerintah menjadi pihak yang proaktif dan bertanggung jawab untuk mengumpulkan data dari petani," kata Galuh.
2. Pemerintah diminta mempersiapkan prosedur laporan yang mudah dan efisien

Galuh melanjutkan, pemerintah sebaiknya mempersiapkan prosedur laporan yang mudah dan efisien agar tidak memberatkan para petani. Jangan sampai pasal tersebut justru menghambat petani untuk terus berusaha menyediakan mengembangkan benih secara mandiri.
"Petani seharusnya diberikan mekanisme pelaporan yang mudah sehingga mereka mau membantu secara sukarela,” jelasnya.
3. Pembatasan peredaran varietas kontradiktif dengan putusan MK

Sementara, pada pasal 29 ayat (3) tertuang pernyataan bahwa varietas hasil pemuliaan petani kecil dalam negeri hanya dapat diedarkan secara terbatas dalam satu wilayah kota/kabupaten. Galuh mengatakan, hal itu sangat membatasi ruang gerak petani dan tidak sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 99/PUU-X/2012 atas Uji Materi UU Nomor 12 Tahun 1992 Sistem Budidaya Tanaman.
"Putusan MK justru memperbolehkan petani kecil mengedarkan varietas hasil pemuliannya tanpa ada wilayah yang membatasi," ujar Galuh.
4. Keterlibatan sektor swasta dapat membantu petani melebarkan usaha

Menurut Galuh, kegiatan pemasaran ke wilayah lain oleh petani--walaupun itu lewat petani kecil--merupakan kesempatan baik untuk memperkaya plasma nutfah dan benih-benih lokal di Indonesia.
Di luar dari kedua pasal yang kontroversi ini, beberapa pasal di UU ini kali ini juga sudah ditambahkan dan dapat mengakomodasi keterlibatan sektor swasta. Mereka dapat mengimpor benih dari luar negeri untuk tujuan pemuliaan, walaupun tetap dibatasi hanya jika benih yang dibutuhkan tidak tersedia dalam negeri.
“Keterlibatan sektor swasta untuk dapat bekerja sama dengan petani dapat membantu petani melebarkan usahanya. Selain itu, berpotensi menghasilkan benih yang lebih banyak dalam hal kualitas maupun kuantitas. UU yang ada sudah seharusnya mengakomodasi kebutuhan semua pihak, terutama petani sebagai produsen utama,” kata Galuh.



















