6 Ciri Umum Orang yang Bakal Gagal Membangun Kekayaan

- Menghindari edukasi keuangan, seperti investasi dan pajak
- Lebih suka konsumsi daripada investasi jangka panjang
- Gak punya tujuan keuangan yang jelas
Setiap orang pasti ingin hidup mapan secara finansial. Sayangnya, membangun kekayaan bukan sekadar soal punya penghasilan besar. Banyak orang yang sebenarnya punya gaji lumayan, tapi tetap merasa hidupnya pas-pasan dari bulan ke bulan. Masalahnya sering kali bukan di jumlah uang, tapi di cara berpikir dan kebiasaan yang diterapkan.
Kalau kamu merasa sudah bekerja keras tapi tabungan selalu tipis, mungkin ada pola tertentu yang bikin kamu sulit melangkah ke arah kebebasan finansial. Beberapa kebiasaan ini memang terlihat sepele, tapi dampaknya bisa sangat besar dalam jangka panjang.
Supaya kamu gak terus terjebak di situ-situ aja secara finansial, yuk kenali enam ciri umum yang sering dimiliki orang-orang yang gagal membangun kekayaan berikut ini.
1. Menghindari edukasi keuangan

Salah satu ciri paling umum dari orang yang gagal membangun kekayaan adalah malas belajar soal keuangan. Banyak orang menganggap topik seperti investasi, pajak, atau bunga majemuk itu membosankan dan hanya untuk mereka yang “jago ekonomi”. Padahal, kemampuan mengelola uang itu penting buat semua orang lho, bukan hanya yang kerja di dunia finansial.
Menurut studi dari FINRA Foundation, hanya sekitar 32 persen responden di AS pada tahun 2021 yang mampu menjawab setidaknya empat dari lima pertanyaan dasar tentang literasi keuangan. Ini menunjukkan betapa rendahnya pemahaman masyarakat tentang hal-hal yang sangat mendasar, seperti inflasi atau diversifikasi risiko.
Kalau kamu terus menghindari belajar hal-hal ini, keputusan finansialmu bisa jadi cuma berdasarkan emosi atau asumsi. Mulai dari hal simpel seperti nonton video keuangan 15 menit sehari bisa jadi langkah awal yang bagus untuk keluar dari kebiasaan ini.
2. Lebih suka konsumsi daripada investasi

Kamu mungkin sering mendengar kalimat “hidup cuma sekali”. Tapi kalau itu dijadikan alasan untuk boros, lama-lama kamu bisa terus kerja keras tanpa pernah punya tabungan berarti. Banyak orang lebih memilih beli barang-barang konsumtif seperti gadget terbaru, mobil mahal, atau sering jajan online, ketimbang investasi jangka panjang.
Padahal, uang yang dihabiskan untuk konsumsi itu nilainya akan terus turun, lho. Misalnya, mobil seharga Rp500 juta bisa kehilangan 20-30 persen nilai di tahun pertama. Bandingkan kalau uang itu diinvestasikan, nilainya bisa bertumbuh dalam jangka panjang.
Ini bukan berarti kamu harus hidup hemat ekstrem, ya. Tapi penting banget buat punya keseimbangan antara menikmati hidup sekarang dan mempersiapkan masa depan.
3. Gak punya tujuan keuangan yang jelas

Banyak orang ingin “kaya”, tapi gak tahu sebenarnya ingin seperti apa kondisi keuangannya lima atau sepuluh tahun ke depan. Akhirnya, keputusan keuangan yang diambil pun gak terarah dan cenderung reaktif.
Menurut teori goal-setting, tujuan yang spesifik dan terukur akan menghasilkan hasil yang jauh lebih baik dibanding tujuan yang samar. Misalnya, “aku mau punya rumah” itu terlalu umum. Tapi kalau kamu bilang, “aku mau nabung Rp200 juta dalam dua tahun untuk DP rumah,” itu lebih jelas dan bisa ditindaklanjuti. Kalau kamu belum punya tujuan finansial yang konkret, bisa jadi kamu bakal terus merasa jalan di tempat meskipun sudah kerja keras.
4. Mengambil keputusan berdasarkan rasa takut

Rasa takut bisa sangat kuat memengaruhi keputusan finansial. Takut rugi bikin kamu gak berani investasi. Takut pasar turun bikin kamu buru-buru jual saham. Padahal, keputusan yang didasari ketakutan justru sering kali merugikan dalam jangka panjang.
Dalam ilmu perilaku ekonomi, hal ini disebut loss aversion, yakni kecenderungan untuk lebih takut kehilangan uang dibanding mendapatkan keuntungan. Banyak orang akhirnya memilih simpan uang dalam bentuk tunai karena merasa “aman”, meski nilainya terus tergerus inflasi.
Kalau kamu ingin membangun kekayaan, kamu perlu punya sistem pengambilan keputusan yang lebih rasional. Misalnya, tetapkan aturan sendiri dalam investasi dan hindari terlalu sering “cek-cek pasar” yang justru bikin kamu cemas dan impulsif.
5. Terlalu bergantung pada satu sumber penghasilan

Kalau kamu hanya mengandalkan gaji sebagai satu-satunya sumber pemasukan, maka kondisi keuanganmu sebenarnya cukup rentan. Begitu ada hal tak terduga seperti PHK atau kondisi darurat, semua bisa langsung goyah.
Orang-orang yang berhasil membangun kekayaan biasanya punya beberapa sumber penghasilan. Gak harus langsung besar, kamu bisa mulai dari hal kecil seperti investasi yang menghasilkan dividen, sewa properti, atau usaha sampingan. Dengan menambah sumber pemasukan, kamu bukan cuma meningkatkan penghasilan, tapi juga menciptakan stabilitas jangka panjang yang lebih kuat.
6. Menunda-nunda untuk memulai

Salah satu kebiasaan yang paling berbahaya secara finansial adalah menunda. Banyak orang bilang, “Nanti aja nabungnya kalau utang udah lunas,” atau “Mulai investasi setelah dapat kenaikan gaji.” Masalahnya, waktu terus berjalan.
Contohnya begini: kalau kamu mulai investasi Rp5 juta per bulan di usia 25 tahun dan terus berlanjut sampai usia 65, hasilnya akan jauh lebih besar dibanding kalau kamu baru mulai di usia 35. Meski sama-sama nabung Rp5 juta, perbedaan waktu 10 tahun bisa bikin selisih hasil ratusan juta rupiah karena efek compounding.
Jadi, kalau kamu terus menunggu waktu yang “pas”, kemungkinan besar kamu gak akan mulai-mulai. Lebih baik mulai dari kecil sekarang daripada gak mulai sama sekali.
Membangun kekayaan bukan sesuatu yang terjadi secara instan. Tapi kamu bisa mulai mengubah arah hidupmu dengan mengenali dan meninggalkan kebiasaan-kebiasaan yang selama ini menghambat. Hindari terus menunda, mulai belajar soal keuangan, dan buat langkah kecil untuk investasi atau cari penghasilan tambahan.
Kamu gak harus sempurna, tapi kamu perlu konsisten. Dengan kebiasaan yang tepat, kamu pasti bisa menuju kehidupan finansial yang lebih stabil dan sejahtera.