[PUISI] Kapal Tak Berpenghuni

Aku adalah hujan
yang jatuh berulang kali di atap rumahmu,
namun tak pernah kau persilakan masuk
meski bumi telah rindu disapa.
Kau adalah angin yang melintas di dadaku,
membawa guguran daun dari pohon-pohon harap
yang tumbuh diam-diam
di tanah yang tak kau tempati.
Kau berjalan di antara waktu,
sementara aku menjadi bayangan
yang memanjang di belakangmu,
jejak yang tak pernah kau lihat.
Aku berlayar di lautan matamu,
tanpa pelabuhan,
tanpa sinyal dan cahaya
yang menandakan dermaga rindu.
Bibirku menyulam namamu
dalam doa-doa bisu,
namun langit selalu sibuk
mendengarkan bintang lain.
Maka biarlah aku luruh,
seperti embun di ujung daun,
menunggu pagi yang tak akan singgah
di taman yang tak pernah kau ingat.
This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.