Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Mengapa Donat Selalu Bolong di Tengahnya? Ini Sejarah dan Alasannya!

donat (pexels.com/Valci Leal)
donat (pexels.com/Valci Leal)

Donat menjadi salah satu kudapan yang paling dikenal di berbagai belahan dunia. Bentuknya yang bulat dan bolong di tengah seakan jadi ciri khas yang sulit dipisahkan dari identitas makanan ini. Meski saat ini variasi rasa dan topping-nya semakin beragam, bentuk dasarnya nyaris tidak pernah berubah: tetap bulat dan bolong di tengah.

Banyak yang menganggap bentuk tersebut sekadar estetika, padahal ada sejarah dan alasan fungsional yang mendasarinya. Kebiasaan memang bisa diwariskan dari generasi ke generasi, tetapi bentuk makanan yang bertahan selama ratusan tahun tentu memiliki cerita sendiri. Daripada terus bertanya-tanya, lebih baik kenali asal-usul dan logika di balik desain unik camilan ini. Berikut lima penjelasan mengapa donat selalu dibuat bolong pada bagian tengahnya.

1. Proses menggoreng menentukan kematangan donat

ilustrasi menggoreng donat (vecteezy.com/Andrea Izzotti)
ilustrasi menggoreng donat (vecteezy.com/Andrea Izzotti)

Ketika adonan donat digoreng dalam minyak panas, panas dari permukaan luar akan bergerak ke dalam. Pada adonan bulat penuh, bagian tengah cenderung lebih sulit matang karena ketebalannya. Akibatnya, tekstur bisa menjadi kurang merata, bahkan masih lembek di bagian dalam saat bagian luar sudah tampak kecokelatan.

Dengan membuat lubang di tengah, distribusi panas menjadi lebih seimbang. Minyak bisa menjangkau sisi dalam adonan sehingga seluruh bagian donat matang dalam waktu yang sama. Teknik ini menjawab tantangan dapur pada masa lampau ketika pengaturan suhu belum sepresisi sekarang. Bahkan di dapur modern, bentuk ini tetap relevan untuk menjaga tekstur yang ringan dan garing.

2. Kisah pelaut memberi warna pada bentuk donat

donat (commons.wikimedia.org/Jiddah5212)
donat (commons.wikimedia.org/Jiddah5212)

Salah satu cerita yang sering muncul terkait asal-usul bentuk donat datang dari seorang pelaut Amerika abad ke-19 yang bernama Hanson Gregory. Ia dikisahkan menusuk adonan roti bundar dengan tutup lada untuk menciptakan lubang di tengah, karena bagian tengahnya selalu kurang matang. Ide sederhana ini ternyata memberi solusi praktis dan menjadi acuan hingga kini.

Bagi pelaut yang menghabiskan waktu berlayar dalam kondisi terbatas, makanan yang mudah dibuat dan tahan lama menjadi kebutuhan utama. Donat bolong bisa digoreng cepat dan disimpan lebih lama karena tidak terlalu padat. Cerita ini tidak sekadar legenda dapur, melainkan contoh bagaimana kebutuhan praktis membentuk bentuk makanan yang dikenal hingga saat ini.

3. Permukaan yang bolong membantu distribusi rasa donat

donat (commons.wikimedia.org/Dave Crosby)
donat (commons.wikimedia.org/Dave Crosby)

Dalam dunia kuliner, rasa bukan hanya berasal dari bahan, tapi juga dari distribusi yang merata. Donat yang bolong tengahnya akan menciptakan permukaan yang lebih terbuka sehingga gula, glasur, atau topping bisa menempel lebih rata. Ini membantu menciptakan keseimbangan rasa di setiap gigitan tanpa bagian yang terasa kosong atau hambar.

Selain itu, bentuk ini memperkecil risiko bagian dalam yang terlalu padat dan sulit dibumbui. Tanpa inti yang tebal, topping lebih mudah menjangkau seluruh permukaan donat. Bagi pencinta rasa manis yang merata, bentuk bolong justru memberi keuntungan sensorik yang tidak dimiliki oleh varian donat padat.

4. Visual donat menjadi ciri khas yang tidak tergantikan

donat (vecteezy.com/hafizh Ardi)
donat (vecteezy.com/hafizh Ardi)

Bentuk makanan bisa menciptakan identitas yang kuat. Donat bolong menjadi simbol visual yang langsung dikenali tanpa perlu penjelasan tambahan. Ketika seseorang melihat makanan bulat dengan lubang di tengah yang ditaburi gula halus atau dicelup cokelat, asosiasinya langsung tertuju pada donat.

Ciri visual ini bukan sekadar estetika, melainkan bagian dari memori kolektif. Banyak merek besar mempertahankan bentuk ini sebagai bagian dari strategi produk agar mudah dikenali konsumen. Dalam kuliner, bentuk bisa menjadi alat komunikasi yang kuat dan dalam kasus donat, lubang di tengah menjadi penanda yang hampir tak tergantikan.

5. Ada kedekatan emosional dengan bentuk donat yang bolong

donat (vecteezy.com/Sirichai Asawalapsakul)
donat (vecteezy.com/Sirichai Asawalapsakul)

Meskipun banyak inovasi bentuk dan isi dalam dunia donat, varian klasik yang bolong tetap menjadi favorit. Ada kedekatan emosional dengan bentuk tersebut yang terbentuk sejak kecil, baik lewat pengalaman makan di rumah, di toko roti, maupun di warung jajanan. Pola kebiasaan ini membentuk ekspektasi visual dan rasa.

Produsen makanan sering kali kembali ke bentuk dasar ini karena tingkat penerimaan konsumen yang tinggi. Varian yang mencoba bentuk baru memang menarik, tapi belum tentu menggantikan posisi donat bolong di hati penikmatnya. Keberlangsungan bentuk ini tidak hanya ditentukan oleh fungsi dapur, tetapi juga oleh selera yang sudah terbentuk lintas generasi.

Bentuk bolong yang ada pada donat bukan sekadar gaya, melainkan hasil dari sejarah, kebutuhan dapur, dan preferensi makan yang bertahan hingga sekarang. Dari dapur kapal hingga toko kue modern, desain ini membuktikan dirinya sebagai bentuk yang tidak hanya fungsional tapi juga penuh makna. Setiap lubang di tengah donat membawa jejak rasa, praktik dan kenangan kuliner yang terus diwariskan.

Referensi:

"Why Do Donuts Have Holes?". Wonderopolis. Diakses pada Juli 2025.

"The Real Reason Donuts Have Holes". Mashed. Diakses pada Juli 2025.

"There Is An Actual Reason Donuts Have Holes". Tasting Table. Diakses pada Juli 2025.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Febrianti Diah Kusumaningrum
EditorFebrianti Diah Kusumaningrum
Follow Us