Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Empat orang sahabat perempuan.
ilustrasi bersama teman-teman (pexels.com/PNW Production)

Intinya sih...

  • Pertemanan berkualitas tinggi berpengaruh signifikan terhadap kesejahteraan dan melindungi dari masalah kesehatan mental seperti depresi dan kecemasan.

  • Kesepian meningkatkan risiko kematian dini, peradangan, gangguan sistem imun, depresi, kecemasan, dan penurunan fungsi kognitif.

  • Manfaat pertemanan sehat termasuk menurunkan stres, mengatur emosi negatif, memberi rasa memiliki, mendorong gaya hidup sehat, melatih komunikasi, membuka peluang baru. Interaksi ringan juga meningkatkan suasana hati.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Pada hari yang melelahkan, kamu pulang kantor atau kuliah dengan pikiran penuh beban. Namun, itu terasa lebih ringan ketika berbicara dengan sahabat, apalagi jika diwarnai tawa.

Percakapan singkat, secangkir kopi, dan rasa didengar membuat tekanan yang tadinya menumpuk perlahan sedikit berkurang. Dari momen kecil itu, tampak bahwa pertemanan bukan cuma soal kebersamaan, melainkan dapat menjadi sumber energi yang menjaga kamu tetap kuat.

Teman yang baik memberi rasa memiliki, dukungan emosional, dan kebahagiaan yang lahir dari koneksi manusiawi. Hubungan pertemanan yang sehat bahkan bisa menjadi “obat alami” untuk menghadapi tekanan hidup. Penelitian menunjukkan, memiliki sahabat dekat tidak cuma akan membuat hari-harimu lebih menyenangkan, tetapi juga dapat memperpanjang usia, melindungi dari stres, kecemasan, hingga depresi.

Sebaliknya, kesepian secara sosial membawa risiko besar bagi tubuh dan pikiran. Rasa terisolasi dapat meningkatkan peradangan, melemahkan sistem imun, dan memperburuk kesehatan mental. Karena itu, menjaga pertemanan juga merupakan investasi bagi kesehatan.

Pertanyaannya, bagaimana cara merawat hubungan agar tetap sehat dan bermakna? Di sini kamu akan menelusuri pengaruh pertemanan terhadap tubuh dan otak, memahami bahaya kesepian, serta menemukan langkah-langkah sederhana untuk menjaga ikatan yang berharga ini tetap hidup.

1. Bagaimana pertemanan mengubah tubuh dan otak

Riset psikologi di berbagai belahan dunia menunjukkan bahwa koneksi sosial adalah salah satu indikator paling kuat untuk hidup panjang, sehat, dan bahagia.

Sebuah tinjauan terhadap 38 penelitian menemukan bahwa pertemanan berkualitas tinggi berpengaruh signifikan terhadap kesejahteraan, sekaligus melindungi dari masalah kesehatan mental seperti depresi dan kecemasan (Innovation in Aging, 2019). Bahkan, orang yang tidak memiliki teman atau terjebak dalam pertemanan yang buruk berisiko dua kali lipat meninggal lebih cepat—angka yang lebih tinggi dibanding risiko akibat merokok 20 batang per hari (PLoS Medicine, 2010).

Ketika hidup terasa sangat berat, kehadiran teman dekat dapat menjadi perisai, pelindung dari dampak negatif. Dari sisi fisik, pertemanan terbukti membantu tubuh merespons stres dengan lebih tenang. Tekanan darah, misalnya, cenderung lebih stabil saat seseorang berbicara dengan teman yang suportif dibanding dengan teman yang hubungannya penuh ketegangan (Annals of Behavioral Medicine, 2007).

Dalam penelitian lain, sebuah tanjakan bukit bahkan dinilai lebih landai ketika seseorang mendakinya bersama teman. Artinya, kehadiran sahabat mampu meringankan beban, baik secara fisik maupun psikologis (Journal of Experimental Social Psychology, 2008).

Lebih menarik lagi, studi pencitraan otak menggunakan fMRI menemukan bahwa aktivitas otak teman dekat sering kali menunjukkan pola yang mirip, terutama di area yang berhubungan dengan motivasi, penghargaan, dan cara berpikir. Temuan ini menegaskan bahwa kita dan sahabat baik bisa benar-benar “nyambung” bukan hanya secara emosional, tetapi juga secara biologis (Nature Communications, 2018).

2. Risiko isolasi sosial

Sebaliknya, kesepian dan isolasi sosial kini dianggap sebagai masalah kesehatan masyarakat yang serius. Kurangnya koneksi sosial terbukti meningkatkan risiko kematian dini, setara dengan bahaya merokok dan obesitas. Ketika seseorang merasa terputus dari orang lain, tubuhnya mengalami perubahan biologis yang bisa memicu stres kronis, peradangan, hingga gangguan sistem imun. Akibatnya, risiko penyakit seperti jantung, diabetes, dan gangguan metabolik meningkat tajam.

Secara mental, kesepian bisa menyebabkan perasaan hampa, depresi, kecemasan, bahkan penurunan fungsi kognitif. Tanpa dukungan emosional dari teman, kita lebih rentan terhadap tekanan hidup dan gangguan psikologis. Karena itu, menjaga hubungan sosial seharusnya menjadi bagian penting dari upaya menjaga kesehatan mental dan fisik.

3. Manfaat pertemanan sehat untuk kesehatan mental dan fisik

ilustrasi bersama teman-teman (pexels.com/Kampus Production)

Berikut adalah sejumlah manfaat pertemanan sehat untuk kesehatan mental dan fisik:

  • Menurunkan stres: Teman yang suportif bisa menenangkan hati dan membuat tubuh lebih rileks saat menghadapi tekanan.

  • Membantu mengatur emosi negatif: Dengan teman, kita punya tempat untuk bercerita dan melepaskan beban emosional.

  • Memberi rasa memiliki: Pertemanan membuat kita merasa diterima apa adanya.

  • Mendorong gaya hidup sehat: Teman bisa jadi motivasi untuk olahraga bersama atau makan lebih sehat.

  • Melatih komunikasi: Dengan teman, kita belajar mendengar dan menyampaikan perasaan dengan cara yang lebih baik.

  • Membuka peluang baru: Banyak kesempatan karier, cinta, atau hobi yang muncul dari lingkaran pertemanan.

  • Memberi dukungan di masa sulit: Teman sejati hadir bukan hanya saat bahagia, tapi juga ketika hidup terasa berat.

4. Kekuatan dari “pertemanan ringan”

Bukan cuma sahabat dekat yang memberi dampak positif bagi kesejahteraan kita. Interaksi ringan dengan kenalan kasual, misalnya menyapa kasir di toko langganan atau berbincang sebentar dengan tukang sayur di depan rumah, juga terbukti mampu meningkatkan suasana hati.

Penelitian menunjukkan bahwa orang yang lebih sering menjalin kontak sosial singkat dengan kenalan sehari-hari cenderung merasa lebih bahagia dibanding mereka yang jarang melakukannya (Personality and Social Psychology Bulletin, 2014).

Jadi, percakapan singkat dengan orang baru atau sekadar sapaan ramah bisa menjadi semacam "vitamin" yang menyehatkan jiwa.

5. Cara menumbuhkan dan menjaga pertemanan

Berikut adalah tips yang bisa kamu praktikkan untuk menumbuhkan dan menjaga pertemanan:

  • Jadilah diri sendiri: Keaslian adalah dasar dari hubungan yang sehat. Jangan berpura-pura menjadi orang lain.

  • Tunjukkan apresiasi: Ucapkan terima kasih atau beri perhatian kecil untuk menunjukkan bahwa kamu menghargai temanmu.

  • Tetap terhubung: Meski sibuk, sempatkan untuk menghubungi teman lewat pesan, telepon, atau pertemuan singkat.

  • Jadilah pendengar yang baik: Dengarkan dengan empati dan tanpa menghakimi.

  • Luangkan waktu: Pertemanan butuh interaksi rutin, baik secara langsung maupun virtual.

  • Saling mendukung: Rayakan keberhasilan teman, dan tetap ada saat mereka butuh sandaran.

Pertemanan yang sehat bukan sekadar hubungan sosial biasa, ini adalah fondasi penting bagi kesehatan mental dan fisik kita. Di tengah kesibukan dan tekanan hidup modern, teman adalah pengingat bahwa kita tidak sendirian. Mereka membuat perjalanan hidup terasa lebih ringan, bermakna, dan tentu saja, lebih bahagia. Jadi, jangan ragu untuk merawat dan menghargai pertemananmu karena mereka adalah salah satu bentuk terapi terbaik yang bisa kamu miliki secara gratis.

Referensi

"The Science of Friendship." American Psychological Association. Diakses pada Oktober 2025.

Blieszner, R., Ogletree, A. M., & Adams, R. G. (2019). Friendship in Later Life: A research agenda. Innovation in Aging, 3(1). https://doi.org/10.1093/geroni/igz005
Güroğlu, B. (2022). The power of friendship: The developmental significance of friendships from a neuroscience perspective. Child Development Perspectives, 16(2), 110–117. https://doi.org/10.1111/cdep.1245

Holt-Lunstad, J., Smith, T. B., & Layton, J. B. (2010). Social Relationships and Mortality Risk: A Meta-analytic review. PLoS Medicine, 7(7), e1000316. https://doi.org/10.1371/journal.pmed.1000316

Holt-Lunstad, J., Uchino, B. N., Smith, T. W., & Hicks, A. (2007). On the importance of relationship quality: The impact of ambivalence in friendships on cardiovascular functioning. Annals of Behavioral Medicine, 33(3), 278–290. https://doi.org/10.1007/bf02879910

"Friendships and Mental Health." Homage Australia. Diakses pada Oktober 2025.

"The Power of Friendship." Mood & Mind Centre. Diakses pada Oktober 2025.

Parkinson, C., Kleinbaum, A. M., & Wheatley, T. (2018). Similar neural responses predict friendship. Nature Communications, 9(1). https://doi.org/10.1038/s41467-017-02722-7

Sandstrom, G. M., & Dunn, E. W. (2014). Social interactions and Well-Being. Personality and Social Psychology Bulletin, 40(7), 910–922. https://doi.org/10.1177/0146167214529799

Schnall, S., Harber, K. D., Stefanucci, J. K., & Proffitt, D. R. (2008). Social support and the perception of geographical slant. Journal of Experimental Social Psychology, 44(5), 1246–1255. https://doi.org/10.1016/j.jesp.2008.04.011

Editorial Team