Studi: Isolasi Sosial dan Kesepian Bikin Tubuh Meradang

Fenomena sosial yang dapat memengaruhi kesehatan

Manusia adalah makhluk sosial yang berarti hidup berdampingan dengan manusia dan makhluk lainnya. Akan tetapi, makin banyak manusia, terutama lansia (1 dari 4 orang berusia 65 tahun ke atas), yang memilih untuk mengisolasi dirinya dari hubungan sosial. Hal ini dapat menyebabkan kesepian parah.

Selain psikis, isolasi sosial ternyata bisa berdampak buruk pada kesehatan. Bahkan, menurut studi pada 2016 di Inggris, isolasi sosial dan kesepian dapat meningkatkan risiko penyakit jantung dan stroke pada lansia masing-masing 29 persen dan 32 persen. Akan tetapi, hubungan isolasi sosial dan kesehatan masih belum diketahui.

1. Inflamasi bisa makin besar risikonya karena usia

Studi: Isolasi Sosial dan Kesepian Bikin Tubuh Meradangilustrasi lansia (unsplash.com/JD Mason)

Pada dasarnya, inflamasi atau peradangan adalah reaksi alami tubuh untuk mempertahankan diri. Saat tubuh menghadapi racun, cedera, dan infeksi, maka ia pun meradang. Peradangan ini bisa berlangsung selama beberapa jam atau hari.

Akan tetapi, inflamasi juga bisa berkembang ke arah kronis dan menyiksa tubuh selama berbulan-bulan hingga bertahun-tahun. Tubuh pun berada dalam kondisi siaga 1 karena sel darah putih membanjiri tubuh dan inflamasi merusak jaringan sehat.

Sering terjadi pada kelompok lansia, berbagai penelitian mengatakan bahwa inflamasi kronis dapat disebabkan oleh berbagai faktor utama, yaitu:

  • Infeksi virus kronis
  • Obesitas
  • Perubahan mikroorganisme usus terkait usia

Selain usia, perilaku isolasi sosial juga memicu stres psikis. Hal ini juga dapat memicu respons inflamasi pada tubuh. Salah satunya adalah meningkatnya interleukin 6 (IL-6) dan protein C-reaktif (CRP) yang bisa meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular, penurunan kinerja motorik dan kognitif, serta kematian yang lebih tinggi.

2. Studi melibatkan hampir 5.000 lansia

Studi: Isolasi Sosial dan Kesepian Bikin Tubuh Meradangilustrasi lansia (pexels.com/Anna Shvets)

Dimuat dalam Journal of the American Geriatric Society pada 26 Oktober 2021, peneliti Amerika Serikat ingin mengetahui hubungan antara isolasi sosial, IL-6, dan CRP. Dimulai sejak 2017, penelitian ini merekrut sebanyak 4.648 partisipan dengan usia rata-rata 76 tahun dan mayoritas berjenis kelamin perempuan.

Dalam proses perekrutan, para peneliti melakukan wawancara selama 2 jam dan mengambil sampel darah. Tingkat isolasi sosial partisipan dihitung berdasarkan hal-hal berikut:

  • Hidup bersama setidaknya satu orang lain
  • Berkomunikasi dengan dua orang atau lebih tentang "hal-hal penting" dalam satu tahun terakhir
  • Menghadiri upacara keagamaan dalam sebulan terakhir
  • Berpartisipasi dalam kegiatan sosial lainnya dalam sebulan terakhir

Dihitung berbasis poin, skor 0 berarti "sangat terisolasi sosial", skor 1 "terisolasi secara sosial", dan skor 2 berarti "tidak terisolasi secara sosial".

Baca Juga: Studi: Rajin Makan Ikan Pelihara Kesehatan Otak pada Lansia

3. Hasil: makin terisolasi, makin besar risiko inflamasi pada tubuh

Studi: Isolasi Sosial dan Kesepian Bikin Tubuh Meradangilustrasi lansia (freepik.com/carmonaguerrero)

Sebanyak 4 persen partisipan mencetak skor 0, sementara 17 persen mencetak skor 1. Penelitian ini menemukan mereka yang mengalami isolasi sosial memiliki kadar CRP yang lebih tinggi. Meski faktor sosial dan demografi serta faktor kesehatan disesuaikan, hubungan tetap sama.

Temuan hubungan isolasi sosial dan inflamasi juga berlaku pada kadar IL-6. Bedanya, saat faktor sosial dan demografi serta faktor kesehatan disesuaikan, lansia yang mengalami isolasi sosial parah tidak memiliki kadar IL-6 yang lebih tinggi secara statistik.

4. Kekurangan penelitian tersebut

Studi: Isolasi Sosial dan Kesepian Bikin Tubuh Meradangilustrasi lansia (pexels.com/Hasan Albari)

Ada beberapa kekurangan penelitian yang perlu diperhatikan dari studi ini. Pertama, hubungan yang adalah cross-sectional atau informasi hanya dikumpulkan pada satu waktu saja. Oleh karena itu, sulit untuk membangun kausalitas antara isolasi sosial dan inflamasi tubuh.

Lalu, saat perekrutan partisipan, para peneliti tidak memilih lansia yang tinggal di panti jompo. Terakhir, respons yang digunakan untuk mengukur isolasi sosial adalah kesaksian sendiri, sehingga dapat terjadi bias ingatan yang memengaruhi penilaian.

5. COVID-19 memicu peningkatan isolasi sosial

Studi: Isolasi Sosial dan Kesepian Bikin Tubuh Meradangilustrasi lansia diam di rumah karena pandemi COVID-19 (forbes.com)

Isolasi sosial dan kesepian sering dihubungkan dengan memburuknya kesehatan pada manusia, terutama pada lansia. Saat ini, pandemik COVID-19 makin meregangkan hubungan sosial lewat pembatasan jarak dan berbagai upaya penguncian wilayah atau lock down.

Selain itu, lewat penelitian ini, isolasi sosial memiliki potensi untuk mengidentifikasi kelompok yang terpapar risiko kesehatan yang lebih serius, sehingga intervensi lebih dini dapat dilakukan.

Di sisi lain, para peneliti menyerukan bahwa penelitian lebih lanjut terhadap pengaruh isolasi sosial pada kaum muda hingga minoritas juga amat disarankan. Jika memang isolasi sosial dapat meningkatkan risiko penurunan kesehatan, maka pengentasan isolasi sosial juga harus diusahakan.

Baca Juga: 9 Manfaat Pilates untuk Lansia, Tetap Sehat di Usia Senja

Topik:

  • Nurulia
  • Bayu Aditya Suryanto

Berita Terkini Lainnya