Studi: Tidak Sarapan Bisa Rusak Mental dan Fisik Anak

Untuk usia berapa pun, sarapan tetap penting!

Bukan rahasia kalau sarapan adalah makanan penting untuk mengawali hari. Untuk anak dan remaja, sarapan bisa menjamin tumbuh kembang optimal dan adalah bagian dari gaya hidup sehat. Sudah banyak bukti bahwa sarapan meningkatkan memori, menjaga berat badan ideal, hingga menjaga nilai akademik tetap bagus.

Sayangnya, dengan rutinitas pendidikan dan sosial yang meningkat, sarapan sering kali dilewatkan. Hal ini bisa berdampak buruk terhadap anak dan remaja. Sebuah penelitian terbaru menunjukkan bagaimana melewatkan sarapan bisa merusak kesehatan mental dan fisik anak-anak dan remaja.

1. Libatkan ribuan anak dan remaja

Studi: Tidak Sarapan Bisa Rusak Mental dan Fisik Anakilustrasi sarapan pagi bersama (pexels.com/Monstera)

Dimuat dalam jurnal Frontiers in Nutrition pada 23 Agustus 2022 kemarin, para peneliti Spanyol dan Inggris ingin mengetahui apakah status, tempat, dan kebiasaan sarapan memengaruhi perilaku psikososial yang mencakup kesehatan emosional, sosial, dan fisik.

Untuk itu, para peneliti mengambil data 3,772 anak dan remaja berusia 4–14 tahun di Spanyol berdasarkan Spanish National Health Survey pada 2017. Kesehatan psikososial para partisipan diukur dengan Strengths and Difficulties Questionnaire (SDQ) dengan lima tolok ukur, yaitu:

  • Masalah emosional.
  • Masalah perilaku.
  • Hiperaktivitas.
  • Masalah berteman.
  • Perilaku prososial.

Partisipan anak dan remaja kemudian mengerjakan tes untuk dinilai kelima aspek SDQ tersebut. Makin tinggi nilai SDQ-nya, makin tinggi juga risiko kesehatan psikososialnya. Selain itu, kebiasaan, lokasi, dan pilihan makanan saat sarapan juga dinilai.

2. Tempat sarapan penting untuk kesehatan psikososial anak

Para peneliti Spanyol dan Inggris kemudian membagi para partisipan berdasarkan tiga kategori di mana mereka mendapatkan sarapan, yaitu:

  • Di rumah.
  • Di luar rumah.
  • Tidak sarapan sama sekali.

Para partisipan mengisi kuesioner SDQ dengan panduan orang tua. Kabar baiknya, dari seluruh partisipan tersebut, 98,9 persen sarapan. Dari angka tersebut, 95,8 persen mengonsumsi sarapan di rumah.

Pemimpin penelitian tersebut, Dr. José Francisco López-Gil, PhD, mengatakan bahwa anak dan remaja yang melewatkan sarapan atau sarapan di luar mencetak nilai SDQ lebih tinggi dan lebih berisiko. Terlihat bahwa risiko psikososial lebih tinggi dari status sarapan dan tempat di mana mereka sarapan, dibanding jenis makanan untuk sarapan.

"Melewatkan sarapan dan masalah kesehatan psikososial telah diteliti di penelitian terdahulu. Namun, fakta bahwa sarapan di luar rumah berarti risiko kesehatan psikososial yang lebih besar adalah aspek baru di studi kami," ujar Dr. José, mengutip Medical News Today.

Baca Juga: Studi: Konsumsi Sayur dan Buah Bantu Anak dengan ADHD

3. Jenis makanan untuk sarapan juga menentukan

Studi: Tidak Sarapan Bisa Rusak Mental dan Fisik Anakilustrasi sarapan pagi (pexels.com/Daria Shevtsova)

Selain tempat sarapan, para peneliti juga menilai makanan apa yang dikonsumsi anak dan remaja saat sarapan. Para peneliti membagi makanan dan minuman ke dalam lima kategori, yaitu:

  1. Kopi, susu, teh, cokelat, kakao, yoghurt, dsb.
  2. Roti, roti panggang, kue-kue, dsb.
  3. Buah, jus, atau keduanya.
  4. Telur, keju, ham, dsb.
  5. Makanan lainnya

Para peneliti mencatat bahwa tidak mengonsumsi kelompok makanan satu dan dua saat sarapan terkait dengan masalah psikososial. Akan tetapi, para peneliti menemukan bahwa tidak mengonsumsi makanan dalam kategori ke-4 justru bisa menurunkan risiko masalah psikososial di anak dan remaja.

"Tidak mengonsumsi makanan tertentu, seperti produk ternak atau sereal, terkait dengan masalah kesehatan psikososial yang lebih besar. Sementara itu, menghindari makanan lain (seperti daging olahan) bisa menurunkan risiko masalah psikososial, ujar Dr. José.

4. Faktor lain yang bisa memengaruhi

Melalui penelitian bertajuk "Breakfast and psychosocial behavioural problems in young population: The role of status, place, and habits" ini, sarapan, lokasi, dan jenis makanannya ternyata menentukan kesehatan psikososial anak dan remaja.

Meski begitu, Dr. José mengatakan bahwa ada beberapa faktor yang bisa memengaruhi anak dan remaja. Sebagai contoh, sarapan di rumah bersama keluarga berarti waktu luang bersama orang tua sehingga anak dan remaja bisa berbincang dan makin dekat secara emosional dengan keluarga.

Di satu sisi, Dr. José tidak menyarankan sarapan di luar rumah. Selain lebih minim waktu bersama keluarga, sarapan di luar rumah lebih tinggi kalori dan lemak, juga minim nutrisi mikro. Hal-hal inilah yang menurutnya menjelaskan temuan penelitian tersebut.

"Penelitian dengan desain berbeda dibutuhkan untuk mengarahkan hubungan atau kausalitas (antara sarapan dan psikososial). Studi-studi ini jadi bukti lebih andal mengenai hubungan tersebut dan membuktikan rekomendasi yang lebih kokoh untuk kesehatan masyarakat," kata Dr. José.

5. Sarapan yang sesuai studi

Studi: Tidak Sarapan Bisa Rusak Mental dan Fisik Anakilustrasi sarapan bersama keluarga (pexels.com/August de Richelieu)

Jadi, sarapan di rumah lebih baik untuk anak dan remaja. Jenis makanan sarapan seperti apakah yang baik untuk kesehatan psikososial anak dan remaja?

Sebelumnya, penelitian ini menjabarkan bahwa kopi, teh, cokelat, yoghurt, roti, hingga kue-kue baik untuk sarapan, sementara telur, keju, dan ham tidak baik. Doktor José mengatakan bahwa sereal dan produk ternak baik untuk kesehatan psikososial, sementara daging olahan harus dihindari.

Sebuah studi di Jepang pada 2007 menyarankan sarapan padat triptofan seperti produk ternak, oat, dan kacang-kacang serta biji-bijian karena bisa meningkatkan kualitas tidur dan mental anak. Selain triptofan, produk ternak juga mengandung vitamin D, yang ditemukan bisa menurunkan gejala kecemasan.

Selain itu, jangan lupa untuk menyisipkan makanan tinggi serat saat, seperti sereal, roti, buah-buahan, dan kacang serta biji-bijian. Merunut sebuah studi gabungan yang dimuat dalam jurnal Complementary Therapies in Medicine pada Januari 2021, serat bukan hanya berguna untuk usus, melainkan untuk meredakan depresi.

Baca Juga: Studi: Jalan Santai setelah Makan Bisa Cegah Diabetes Tipe 2

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya