TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Self-Serving Bias: Menyalahkan Orang Lain atas Kegagalan Diri Sendiri 

Demi melindungi harga diri! 

ilustrasi menyalahkan orang lain (unsplash.com/Adi Goldstein)

Dalam kehidupan sosial, kita mungkin pernah menjumpai orang yang sering memuji dirinya sendiri saat sukses dan cenderung menyalahkan keadaan, kejadian, atau orang lain ketika mengalami kegagalan. Dalam ilmu psikologi, ini disebut sebagai self-serving bias.

Dilansir Verywell Mind, self-serving bias adalah kecenderungan manusia untuk menyalahkan kekuatan eksternal ketika mengalami hal-hal buruk dan memberi penghargaan pada diri sendiri ketika hal-hal baik terjadi.

Sebagai contoh, ketika seseorang lulus ujian, self-serving bias percaya bahwa itu merupakan hasil belajar kerasnya. Namun ketika gagal, mereka cenderung menyalahkan faktor luar daripada kemampuan dirinya sendiri. Misalnya menganggap gurunya tidak mengajarinya dengan baik, suasana ruang ujian yang kurang kondusif, atau bahkan teman yang telah mengganggu belajarnya.

Bagaimana bias ini bekerja dalam kehidupan sehari-hari? Yuk, simak ulasannya berikut ini.

1. Kenapa seseorang punya kecenderungan melakukan self-serving bias?

ilustrasi wanita karier (unsplash.com/Kat Nelson)

Perilaku self-serving bias sering kali dikaitkan dengan mekanisme pertahanan citra dan harga diri yang positif. Mengaitkan hal atau peristiwa positif dengan pencapaian pribadi dapat membangun kepercayaan diri dan citra diri yang baik kepada orang lain.

Sementara itu, menyalahkan kekuatan eksternal atas kegagalan dianggap dapat melindungi dan membebaskan diri dari tanggung jawab pribadinya.

Baca Juga: 5 Tanda Kamu Mengidap Kepribadian Narsistik, Waspadai Segera

2. Apa yang memengaruhi bias ini? 

ilustrasi swafoto (unsplash.com/Team Fredi)

Meskipun bias ini tersebar di seluruh populasi, tetapi beberapa faktor seperti usia, budaya, diagnosis klinis, ataupun jenis kelamin dapat memengaruhi terjadinya self-serving bias.

Menurut keterangan dari berbagai sumber, self-serving bias biasanya populer di budaya Barat, seperti Amerika Serikat dan Kanada, dan cenderung jarang terjadi di budaya Timur, seperti Tiongkok dan Jepang.

Hal ini dikarenakan budaya individualis budaya Barat yang menekankan pencapaian pribadi dan harga diri yang lebih penting. Sementara pada budaya Timur dengan budaya kolektivis, cenderung mengaitkan kesuksesan pribadi dengan faktor keberuntungan dan kegagalan dengan kurangnya kemampuan diri.

Selain budaya, usia juga turut memengaruhi self-serving bias. Bias ini terbukti paling kuat terjadi pada anak-anak dan orang dewasa di atas 55 tahun, khususnya laki-laki.  

3. Kerugian self-serving bias

ilustrasi narsisme (pixabay.com/geralt)

Meskipun dapat membantu mendorong peningkatan harga diri seseorang, self-serving bias juga tidak menguntungkan secara keseluruhan.

Terus-menerus menyalahkan orang lain atau lingkungan atas kegagalan dan hanya menghargai hal-hal positif dapat dikaitkan dengan perilaku narsisme. Ini justru dapat merusak hubungan sosial, baik di tempat kerja, tempat belajar, hubungan persahabatan, maupun dalam keluarga.

4. Bagaimana menguji self-serving bias pada seseorang? 

ilustrasi konsultasi dokter (unsplash.com/National Cancer Institute)

Dilansir Healthline, terdapat beberapa cara untuk menguji self-serving bias, yaitu:

  • Pengujian laboratorium yang dapat memberikan wawasan cara mengurangi self-serving bias
  • Pencitraan saraf, untuk melihat bagian otak mana yang terlibat dalam pengambilan keputusan dan atribusi
  • Laporan diri restropektif yang dapat membantu memberikan hasil berdasarkan laporan perilaku masa lalu

Baca Juga: Berperilaku Antagonis? Ini 5 Fakta Antisocial Personality Disorder

Verified Writer

Dwi wahyu intani

@intanio99

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya