TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Sulit Menangis meskipun Sangat Sedih? Ini 5 Alasan Utamanya

Sulitnya meluapkan emosi bikin diri semakin stres

ilustrasi anhedonia (unsplash.com/Anthony Tran)

Ada banyak hal yang bisa membuat kita menangis, mulai dari tugas yang menumpuk, terharu setelah mendengar cerita orang lain, karena perlakuan orang lain terhadap kita, mendapatkan musibah, dan sebagainya. Tak jarang, setelah menangis kita kemudian merasa lebih baik. 

Beberapa orang bisa mudah menitikkan air mata karena hal-hal remeh, sementara sebagian lainnya bisa sangat sulit untuk menangis. Tak peduli betapa perihnya yang dirasakan dan betapa kerasnya mencoba untuk menangis, hal ini tak bisa dilakukannya.

Ada banyak alasan mengapa seseorang kesulitan meneteskan air mata. Kali ini, kita akan membahas beberapa penyebabnya yang dirangkum dari laman Mind Body Green dan Healthline.

1. Rasa malu dan stigma budaya

ilustrasi malu (pexels.com/cottonbro)

Dalam konteks perkembangan manusia dan faktor sosiologis, sebenarnya umum bagi sebagian orang untuk jadi lebih sulit menangis di masa dewasa. Menangis merupakan respons biologis refleksif pada sebagian besar manusia terhadap keadaan emosional, seperti kesedihan, kemarahan, dan kebahagiaan.

Namun, saat mencapai usia dewasa, beberapa orang mulai mengasosiasikan hal ini dengan rasa malu, yang membuat mereka memiliki kecenderungan untuk menahan tangis. Selain itu, ekspektasi budaya, seperti menganggap bahwa lelaki yang menangis itu lemah bisa membuat mereka kemudian cenderung menahan tangis.

Padahal, adaptasi negatif seperti ini terkadang dapat berkontribusi pada masalah mental. Inilah sebabnya mengapa empati dan penerimaan dari orang terdekat sangat penting untuk membantu orang menghindari mengembangkan menangis dengan asosiasi negatif.

Baca Juga: 5 Tips Mengatasi Sakit Kepala setelah Menangis, Wajib Tahu!

2. Penggunaan obat-obatan tertentu

ilustrasi obat (pexels.com/Dids)

Beberapa obat juga dapat berperan dalam menumpulkan emosi. Menurut penelitian dari Oxford University yang dimuat di Journal of Affective Disorders tahun 2017, antara 46 dan 71 persen pengguna antidepresan pernah mengalami penumpulan emosi selama perawatan.

Antidepresan yang kerap dikaitkan sebagai penyebab penumpulan emosi adalah serotonin-norepinephrine reuptake inhibitor (SNRI), selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI), dan antidepresan trisiklik dan tetrasiklik. Karenanya, orang yang mengonsumsi obat ini mungkin sulit mengekspresikan emosi, salah satunya sulit menangis.

3. Keratokonjungtivitis sicca

ilustrasi keratokonjungtivitis sicca (researchgate.net/Ebrahim A Al-Awadhi)

Keratokonjungtivitis sicca juga disebut sebagai sindrom mata kering, yang melibatkan penurunan produksi air mata. Risiko terjadinya keratokonjungtivitis sicca berupa:

  • Perubahan hormon terkait kehamilan atau menopause
  • Usia. Mata kering cukup umum pada orang yang lebih tua
  • Diabetes
  • Masalah tiroid
  • Artritis reumatoid
  • Penggunaan lensa kontak
  • Radang atau gangguan kelopak mata.

4. Depresi melankolis

ilustrasi depresi (pexels.com/Polina Zimmerman)

Depresi memiliki subtipe yang berbeda-beda dan masing-masing melibatkan berbagai gejala yang bervariasi. Karena alasan ini, orang yang hidup dengan depresi tidak mengalami gejala yang sama persis.

Depresi melankolis merupakan jenis gangguan depresi mayor yang umumnya melibatkan gejala yang parah. Orang yang mengalami depresi melankolis biasanya merasa:

  • Tidak emosional
  • Menjadi lebih lambat dalam beraktivitas
  • Merasa putus asa
  • Tidak tertarik pada dunia sekitar.

Secara umum, orang dengan depresi melankolis mungkin tidak bereaksi terhadap peristiwa, terutama yang positif. Bahkan, orang ini seolah-olah memiliki sedikit atau tidak memiliki emosi sama sekali, dan ini dapat mengakibatkan ketidakmampuan untuk menangis.

Baca Juga: Ilmiah, 5 Sikap Meminta Maaf yang Tepat Secara Psikologis

Verified Writer

Eka Ami

https://mycollection.shop/allaboutshopee0101

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya