Bikin Patah Hati, Kenali Fenomena 'Ghosting' dari Perspektif Kesehatan
Lebih dari sekadar hilang tanpa kabar
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Mewabahnya media sosial, terutama aplikasi kencan, memberi kemudahan bagi kita untuk membangun hubungan dan memperluas koneksi secara cepat hanya dengan ketukan jari melalui layar smartphone.
Namun, pernahkah kamu mengalami momen ketika menjalin hubungan, atau katakanlah fase PDKT (pendekatan), doi terkesan hilang tanpa kabar? Tak ada lagi pesan singkat, panggilan telepon, atau ajakan untuk bertemu.
Itulah deskripsi singkat dari fenomena ghosting. Menurut keterangan dari Yayasan Pulih, ghosting adalah situasi ketika seseorang memutuskan hubungan dengan menghentikan seluruh komunikasi secara tiba-tiba dan tanpa penjelasan. Dia, orang yang selama ini jadi teman komunikasi melalui gadget, hingga terjalin hubungan yang nyaman, tiba-tiba menghilang seperti hantu.
Ghosting tampaknya telah menjadi fenomena modern kompleks yang tidak hanya berdampak pada hubungan, tetapi juga individu yang terlibat. Bahkan, menurut studi dalam Journal of Social and Personal Relationships tahun 2018, diperkirakan sekitar 25 persen orang mengalami fenomena ini dalam sebuah hubungan.
Kamu pernah jadi korban atau malah pernah melakukan ghosting? Simak fakta-fakta menariknya di bawah ini.
1. Apa yang membuat seseorang melakukan ghosting?
Ghosting menjadi fakta memilukan dalam percintaan di era modern saat ini. Melansir Healthline, ada beberapa alasan yang mendasari seseorang melakukan ghosting, meliputi:
- Rasa takut: studi dalam Journal of Anxiety Disorders tahun 2016 menjelaskan mengenai ketakutan manusia terhadap hal-hal yang tidak berdasar. Alasan seseorang melakukan ghosting salah satunya karena rasa takut mengenal orang baru atau takut berhadapan dengan reaksi putus suatu hari nanti.
- Menghindari konflik: manusia secara naluriah akan melakukan sosialisasi termasuk interaksi dalam bentuk positif maupun sebaliknya, sehingga berdampak pada kualitas hidup. Sebagaimana yang dipaparkan dalam kajian ilmiah dalam Journal of Family Psychology tahun 2011, seseorang mungkin merasa lebih nyaman untuk tidak bertemu orang baru dan menjalin hubungan serius daripada harus berhadapan dengan konflik atau penolakan.
- Bentuk self-care: terkadang suatu hubungan dapat memberi dampak negatif pada kualitas hidup, sehingga memutuskan untuk "meninggalkan" dirasa menjadi keputusan bijak demi ketenangan batin.
- Kurangnya konsekuensi: jika pertemuan antara dua orang baru saja berlangsung, salah satunya atau bahkan keduanya mungkin merasa tidak ada yang dipertaruhkan karena tidak memiliki banyak kesamaan atau tidak berkeinginan menjadi teman dekat.
Baca Juga: 5 Bukti Kurangi Konsumsi Media Sosial Baik untuk Kesehatan Mental
Baca Juga: Studi: Dampak Bullying Bisa Pengaruhi Kesehatan Mental Jangka Panjang
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.