TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

5 Alasan Pentingnya Stimulasi Tumbuh Kembang Otak Anak

Perkembangan otak adalah fondasi untuk masa mendatang

ilustrasi tumbuh kembang anak (pexels.com/cottonbro)

Perkembangan otak dan aspek lainnya di masa kanak-kanak, terutama usia 0 hingga 2 tahun, terjadi sangat pesat. Tak heran jika masa ini disebut sebagai periode keemasan (golden age). Dengan demikian, masa ini tidak boleh dilewatkan dan justru harus diperhatikan secara cermat.

Dalam hal ini, orangtua atau pengasuh perlu melakukan berbagai kegiatan yang bertujuan merangsang perkembangan otak, seperti memfasilitasi sensory play pada anak, atau membiarkan si Kecil mengeksplorasi dunia sekitar. Untuk informasi selengkapnya, simak penjelasan di bawah ini.

1. Mengelilingi anak dengan buku dan mainan edukatif di usia 4 tahun bisa menstimulasi perkembangan otak bagian korteks saat remaja

ilustrasi anak membaca buku (pexels.com/Mael Ballad)

Mengutip The Guardian, anak yang diberikan eksposur buku dan mainan edukatif saat usianya 4 tahun cenderung membuatnya lebih cerdas saat ia remaja nanti. Namun, simulasi kognitif yang diberikan saat usia 8 tahun justru tidak memberikan dampak serupa.

Ini dibuktikan melalui studi yang melaporkan bahwa membaca buku dan aktif memainkan permainan edukatif saat usia 4 tahun bisa menstimulasi perkembangan area korteks pada otak ketika remaja. Area ini bertanggung jawab dalam ingatan semantik, bahasa, dan pengetahuan umum.

Kendati belum bisa memahami bacaan secara komprehensif, membaca buku dapat memperkaya kosakata anak, sehingga meningkatkan kemampuan berbahasanya.

Selain itu, membaca sejak kecil juga bertujuan untuk memupuk kecintaan anak terhadap membaca. Dengan demikian, mereka bisa mengembangkan kebiasaan membaca buku saat dewasa.

Baca Juga: Mengapa Orang Tua Tidak Boleh Mencium Anak di Bibir?

2. Sensory play pada satu tahun pertama kehidupan anak tak hanya melatih pancaindra, juga menstimulasi kecerdasan anak

ilustrasi anak melukis (freepik.com/proostoleh)

Pada tahun pertama kehidupan, otak sibuk membangun koneksi dan jaringan antar sel saraf. Ini diungkap melalui University of California San Fransisco, Amerika Serikat (AS). Aktivitas yang dilakukan anak akan menciptakan sinapsis, yaitu titik temu antara sel saraf satu dengan yang lainnya. Semakin banyak sinapsis yang tercipta, maka semakin cepat kapasitas otak dalam memproses informasi.

Untuk mengoptimalkan dan mengakselerasi proses ini, orangtua atau pengasuh dapat melakukan sensory play bersama anak. Jika dilakukan secara konsisten, koneksi saraf yang terbentuk bisa menjadi lebih kuat dan permanen. Akan tetapi, perlu diingat bahwa permainan yang melibatkan sensorik anak harus dilakukan sesuai usianya untuk menyesuaikan timeline perkembangannya.

3. Stimulasi pada 3 tahun pertama kehidupan menjadikan anak lebih tangguh

ilustrasi orang tua dan anak membaca buku (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Resilient atau tangguh adalah kemampuan individu untuk bertahan dan mengatasi kesulitan. Sebuah studi yang diterbitkan di Journal of American Medical Association tahun 2009 melaporkan bahwa stimulasi perkembangan otak yang diberikan selama tiga tahun kehidupan mencegah perubahan struktur otak saat individu mengalami stres di kemudian hari.

Dengan demikian, mereka bisa menjadi individu yang lebih tangguh dan kuat ketika menghadapi masa-masa sulit. Ini juga berfungsi untuk mencegah kerusakan yang dapat menyebabkan berbagai penyakit degeneratif kronis di masa mendatang.

4. Mengajak anak berbicara dapat mendorong kemampuan komunikasinya

ilustrasi ibu berbincang dengan anaknya (pexels.com/Ketut Subiyanto)

Mengobrol dengan anak, terutama membangun percakapan dua arah, terbukti memberikan dampak positif terhadap kemampuan berbicara pada anak. Dilansir Association of American Universities, para peneliti kognitif di Massachusetts Institute of Technology, AS, menemukan bahwa otak area Brocca pada anak, yang bertanggung jawab dalam bahasa dan berbicara, terlihat sangat aktif ketika mendengarkan orangtuanya bercerita.

Dengan demikian, para peneliti menyarankan orangtua atau pengasuh untuk mengajak anak berbicara dengan bertanya sembari menunggu respons anak alih-alih berbincang monolog, atau satu arah. Selain itu, berbicara dengan si Kecil juga dapat meningkatkan perbendaharaan katanya.

Baca Juga: Anak-Anak Juga Bisa Stres, yuk Cari Tahu Cara Menghadapinya!

Verified Writer

Nadhifa Aulia Arnesya

There's art in (art)icle. Hence, writing an article equals to creating an art.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya