Prevalensi Stunting di Indonesia Tahun 2022 Menurun

Penurunan sebesar 2,8 persen selama periode 2021 sampai 2022

Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), stunting adalah tumbuh kembang yang dialami anak akibat gizi buruk, infeksi berulang, dan stimulasi psikososial yang tidak adekuat.

Stunting terjadi pada awal kehidupan, terutama 1.000 hari pertama sejak konsepsi hingga usia 2 tahun. Adanya gangguan tumbuh kembang tersebut menyebabkan anak mengalami gangguan kognitif, memengaruhi produktivitas, hingga meningkatkan risiko penyakit kronis.

Indonesia masih menghadapi masalah stunting. Berbagai upaya dilakukan untuk mencegah bertambahnya anak yang mengalaminya. Data terkait prevalensi stunting di Indonesia tahun 2022 baru saja dirilis. Kabar baiknya, prevalensi stunting tahun 2022 menurun jika dibanding tahun sebelumnya.

1. Prevalensi stunting di Indonesia menurun

Prevalensi Stunting di Indonesia Tahun 2022 Menurunilustrasi bayi (pexels.com/Rene Asmussen)

Kementerian Kesehatan telah mengumumkan hasil hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) dalam Rapat Kerja Nasional BKKBN pada Rabu (25/1/2023). Prevalensi stunting di Indonesia telah menurun dari 24,4 persen tahun 2021 menjadi 21,6 persen pada tahun 2022, seperti dikutip dari laman Kemenkes.

Dalam forum tersebut, Presiden RI Joko “Jokowi” Widodo mengatakan bahwa stunting bukan hanya terkait tinggi badan, melainkan juga rendahnya kemampuan anak saat belajar, keterbelakangan mental, dan munculnya penyakit kronis. Presiden Jokowi menjelaskan target penurunan stunting 14 persen pada tahun 2024.

2. Penurunan stunting diharapkan lebih banyak untuk mencapai target

Prevalensi Stunting di Indonesia Tahun 2022 Menurunilustrasi bayi baru lahir (unsplash.com/Hollie Santos)

Daerah dengan penurunan stunting paling banyak yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara, dan Banten. Penurunan terjadi saat masa pandemi COVID-19.

Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin berharap penurunan kasus stunting menjadi lebih tajam pada masa normal tahun ini. Dengan begitu, target penurunan stunting ke angka 14 persen pada tahun 2024 dapat tercapai.

Baca Juga: Cegah Stunting saat Kehamilan dan Menyusui, Ini Caranya!

3. Intervensi gizi dilakukan sejak sebelum hamil untuk cegah anak lahir stunting

Prevalensi Stunting di Indonesia Tahun 2022 Menurunilustrasi wanita hamil (pexels.com/Matilda Wormwood)

Untuk mencapai target, maka stunting harus turun 3,8 persen selama 2 tahun berturut-turut. Kementerian Kesehatan melakukan intervensi spesifik untuk menurunkan stunting melalui dua cara, yaitu intervensi gizi pada perempuan sebelum dan saat hamil, serta intervensi pada anak usia 6 sampai 2 tahun.

Kementerian Agama juga turut mengeluarkan kebijakan, yang mana calon pengantin harus melakukan pemeriksaan 3 bulan sebelum menikah. Pemeriksaan tersebut terkait ada tidaknya anemia dan kurang gizi. Apabila mengalami kondisi tersebut, maka diimbau untuk menunda kehamilan sampai gizi tercukupi demi kesehatan ibu dan bayi.

4. Kurangnya asupan protein menjadi salah satu faktor anak stunting

Prevalensi Stunting di Indonesia Tahun 2022 Menurunilustrasi menyuapi anak (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Berdasarkan data SSGI tahun 2022, prevalensi stunting berada di angka 21,6 persen. Walaupun mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya, angka tersebut masih dikatakan tinggi karena target stunting pada tahun 2024 sebesar 14 persen, dan standar dari WHO berada di bawah 20 persen. Oleh sebab itu, stunting masih menjadi masalah kesehatan yang serius di Indonesia.

Menurut Menkes Budi, tingginya angka stunting disebabkan berbagai faktor, salah satunya karena asupan protein hewani, nabati, dan zat besi yang kurang sebelum dan setelah kelahiran. Akibatnya, bayi yang lahir mengalami kekurangan gizi sehingga anak menjadi stunting.

5. Protein hewani dinilai dapat mencegah stunting

Prevalensi Stunting di Indonesia Tahun 2022 Menurunilustrasi sumber protein (freepik.com/zirconicusso)

Kemenkes mengampanyekan pentingnya pemberian protein hewani kepada anak, terutama usia kurang dari 2 tahun, sebagai langkah untuk mengatasi masalah stunting.

Menkes Budi mengatakan bahwa selain dari ASI eksklusif, bayi berusia lebih dari 6 bulan juga perlu makanan tambahan. Kurangnya asupan protein hewani, seperti susu, telur, ikan, dan ayam dapat memicu stunting pada anak.

Mencukupi asupan protein hewani dinilai efektif dalam mencegah stunting pada anak karena protein hewani mengandung zat gizi lengkap, seperti asam amino, vitamin, dan mineral yang penting untuk pertumbuhan dan perkembangan anak. Hal tersebut didukung penelitian yang menunjukkan adanya bukti kuat antara stunting dengan konsumsi pangan hewani, seperti telur, daging atau ikan, dan susu atau produk olahannya.

Prevalensi stunting tahun 2022 menurun dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, angka tersebut masih dikatakan tinggi karena target penurunan stunting di angka 14 persen tahun 2024. Salah satu upaya dalam mencegah stunting yaitu pemberian protein hewani pada ibu hamil dan anak, terutama usia kurang dari 2 tahun.

Baca Juga: Jangan Takut, Tidak Semua Anak Bertubuh Pendek Alami Stunting

Dewi Purwati Photo Verified Writer Dewi Purwati

Health enthusiast

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya