7 Penyebab Otot Berkedut, Apakah Serius?

- Ketidakseimbangan elektrolit dapat menyebabkan kedutan otot.
- Stres, kurang tidur, kafein, dan obat-obatan juga bisa memicu kedutan otot.
- Kedutan otot juga bisa menjadi tanda adanya kondisi medis yang mendasari, seperti multiple sclerosis.
Pernah nggak kamu sedang duduk santai, lalu tiba-tiba betis “bergetar” seperti ada aliran listrik kecil di bawah kulit? Tanpa aba-aba, otot berkedut sendiri, seakan bergerak di luar kendalimu. Sensasi ini tak jarang menimbulkan kekhawatiran.
Secara medis, otot tersusun dari serat-serat yang bekerja atas perintah saraf. Saat saraf memberi sinyal, serat otot berkontraksi. Namun, ketika saraf mendapat rangsangan yang tidak biasa, atau saat mengalami gangguan, serat-serat ini bisa saja “menyala” tanpa komando, menghasilkan gerakan kecil yang dikenal sebagai kedutan otot (muscle twitch). Pada kondisi tertentu, kontraksi ini membuat otot sulit untuk benar-benar rileks.
Kedutan atau kejang otot dapat muncul di berbagai area tubuh, tetapi paling sering terasa di paha, betis, tangan, lengan, perut, tulang rusuk, dan lengkungan kaki. Kadang hanya sebagian otot yang terlibat, kadang seluruhnya. Sering kali, kamu tidak bisa langsung menemukan penyebab pastinya. Meski begitu, ada sejumlah faktor yang cukup sering memicu fenomena ini, mulai dari hal yang sepele hingga yang perlu perhatian medis.
Kabar baiknya, sebagian besar kedutan otot bersifat ringan dan tidak berbahaya. Namun, memahami penyebab yang paling umum akan membantumu membedakan mana yang wajar dan mana yang perlu diwaspadai. Mari telusuri satu per satu.
1. Ketidakseimbangan elektrolit
Otot layaknya mesin yang hanya bisa bekerja jika mendapat pasokan listrik yang tepat. Dalam tubuh, “listrik” ini datang dari elektrolit, yaitu mineral seperti natrium, kalium, kalsium, dan magnesium yang membantu otot berkontraksi dan rileks sesuai perintah saraf.
Saat kadar elektrolit seimbang, otot bergerak dengan mulus. Namun, ketika keseimbangannya terganggu, tubuh punya cara unik untuk memberi peringatan: munculnya kram otot yang menusuk atau kedutan yang terasa seperti getaran halus di bawah kulit. Ini adalah sinyal bahwa “arus listrik” dalam tubuh sedang tidak stabil.
Ketidakseimbangan elektrolit bisa muncul dalam berbagai situasi. Olahraga berat atau keringat berlebih dapat menguras cairan dan mineral penting. Begitu juga saat tubuh kehilangan banyak cairan karena diare atau muntah. Bahkan, beberapa jenis obat, terutama yang memengaruhi ginjal atau cairan tubuh, dapat membuat elektrolit menurun drastis.
Mengenali tanda-tanda ini penting, karena menjaga keseimbangan elektrolit bukan hanya soal mencegah kram, tetapi juga memastikan otot dan sistem saraf bekerja dengan optimal setiap harinya.
2. Stres dan kecemasan
Di tengah tumpukan pekerjaan, pikiran yang tak henti berputar, dan tidur malam yang terasa singkat, tubuh mulai memberi sinyal bahwa ia lelah. Bagi sebagian orang, stres muncul sebagai sakit kepala yang berdenyut. Bagi yang lain, stres menyelinap dalam bentuk yang lebih halus, seperti yang tiba-tiba muncul di kelopak mata, pipi, atau bahkan betis.
Secara fisiologis, saat stres, tubuh melepaskan hormon kortisol dan adrenalin. Hormon-hormon ini memengaruhi sistem saraf, membuat impuls listrik ke otot menjadi lebih aktif dari biasanya. Akibatnya, serat-serat otot bisa berkontraksi tanpa kendali, memicu kedutan atau bahkan rasa nyeri. Fenomena ini bisa terjadi di wajah, punggung, tangan, atau kaki.
Kabar baiknya, gejala ini bisa mereda jika kamu memberi tubuh kesempatan untuk rileks. Teknik sederhana seperti pijat dapat membantu melepaskan ketegangan otot, sementara meditasi memberi ruang bagi pikiran untuk tenang dan mengatur ulang ritme tubuh.
3. Kurang tidur

Saat kurang tidur, tubuh akan terasa berat, pikiran kurang fokus, dan tanpa disadari kelopak mata mulai berkedut. Di balik sensasi kecil ini, ada proses rumit yang terjadi di sistem saraf.
Tubuh mengandalkan zat kimia otak yang disebut neurotransmiter untuk mengirim pesan dari otak ke saraf, lalu ke otot, agar otot bisa berkontraksi sesuai kebutuhan. Saat tidur terganggu, cara kerja reseptor yang menangkap pesan ini ikut terpengaruh.
Akibatnya, sebagian neurotransmiter menumpuk di otak, menciptakan sinyal “berlebih” yang memicu kontraksi otot secara acak tanpa disadari. Lokasi yang paling sering terdampak adalah kelopak mata, area dengan otot kecil yang sangat sensitif terhadap perubahan sinyal saraf.
Meski kedutan ini biasanya tidak berbahaya, tetapi kurang tidur yang terjadi berhari-hari bisa membuatnya makin sering muncul, sekaligus memengaruhi kesehatan saraf secara keseluruhan.
4. Kafein
Menyeruput kopi pada pagi hari dapat memberikan dorongan energi pada pagi hari. Begitu pula secangkir teh sore hari atau minuman berenergi yang jadi “penyelamat” saat kantuk menyerang. Semuanya berkat kafein, zat stimulan yang merangsang sistem saraf untuk tetap terjaga dan fokus.
Namun, seperti mesin yang dipacu terlalu keras, tubuh juga punya batas. Saat kafein dikonsumsi berlebihan, sistem saraf menjadi terlalu aktif. Sinyal ke otot datang lebih sering dan tanpa terkontrol, memicu kedutan otot yang bisa terjadi di mana saja, dari kelopak mata, jari tangan, hingga betis.
Fenomena ini tidak hanya disebabkan oleh kafein. Obat-obatan stimulan, seperti amfetamin, memiliki efek serupa: meningkatkan kewaspadaan, tetapi juga berpotensi membuat saraf dan otot “terlalu bersemangat” untuk bergerak.
Pada dasarnya, sedikit stimulan bisa membantu kita tetap produktif. Namun, terlalu banyak justru membuat sistem saraf kehilangan ritme alaminya—dan otot menjadi berkedut.
5. Obat-obatan
Bagi sebagian orang dengan tekanan darah tinggi atau penyakit jantung, dokter mungkin meresepkan obat yang harus diminum setiap hari, misalnya diuretik, yang kerjanya seperti “membuka keran” pada ginjal, membuatmu lebih sering buang air kecil.
Efek ini memang membantu mengurangi tekanan pada pembuluh darah dan jantung, tetapi ada konsekuensinya: setiap kali tubuh mengeluarkan lebih banyak cairan, mineral penting seperti natrium, kalium, dan magnesium ikut terbuang. Ketika keseimbangan elektrolit ini terganggu, otot bisa mulai berkedut.
Beberapa jenis antidepresan juga dapat memengaruhi cara kerja sinyal saraf dan otot, memicu kedutan di berbagai bagian tubuh. Bahkan, obat untuk epilepsi dan psikosis terkadang menyebabkan kedutan halus di kelopak mata.
Meski efek ini umumnya ringan, tetapi memahami kaitan antara obat dan kedutan otot bisa membantumu lebih waspada. Jika kedutan terasa mengganggu atau muncul terus-menerus, berkonsultasilah dengan dokter untuk menyesuaikan dosis atau mencari alternatif yang lebih nyaman bagi tubuh.
6. Multiple sclerosis

Kedutan otot juga bisa menjadi tanda adanya kondisi medis yang mendasari, seperti multiple sclerosis (MS). MS merupakan kondisi degeneratif yang memengaruhi saraf pusat.
Gejala umum MS adalah spastisitas, yaitu saat otot menjadi kaku dan berkontraksi tanpa kendali. Gejala MS lainnya, meliputi:
Kelelahan.
Mati rasa atau kesemutan.
Kelemahan.
Pusing.
Penurunan fungsi seksual.
Nyeri kronis.
Perubahan kognisi.
Kesulitan berjalan.
Masalah penglihatan.
7. Dehidrasi
Setiap kali otot bergerak, ada “bahan bakar” yang bekerja diam-diam di balik layar, yaitu air. Sekitar 75 persen dari jaringan ototmu adalah air, dan cairan ini tidak hanya memberi bentuk, tetapi juga menjadi jalur transportasi bagi nutrisi dan mineral penting yang dibutuhkan otot untuk bekerja dengan baik.
Saat asupan air berkurang, tubuh mulai mengalami dehidrasi. Akibatnya, distribusi nutrisi dan mineral ke otot terganggu. Otot terdampak ini menjadi lebih rentan terhadap sinyal saraf yang tidak stabil, sehingga muncullah kedutan yang terasa seperti getaran halus atau sentakan kecil di bawah kulit.
Kabar baiknya, tidak semua kedutan otot adalah tanda masalah serius. Banyak penyebabnya yang tergolong ringan dan bisa diatasi dengan perubahan sederhana dalam gaya hidup, seperti memperbaiki pola tidur, mengelola stres, menjaga asupan cairan, hingga menyesuaikan konsumsi kafein. Langkah-langkah kecil ini bisa menjadi perisai harian bagi ototmu, menjaga mereka tetap tenang dan siap bekerja kapan pun dibutuhkan. Namun, jika kedutan otot tak kunjung hilang atau disertai gejala tak biasa lainnya, sebaiknya segera buat janji temu dengan dokter.
Referensi
"What You Need to Know About Muscle Twitching." Healthline. Diakses Agustus 2024.
"Causes of muscle twitches and how to relieve them." Medical News Today. Diakses Agustus 2024.
"Causes of Muscle Twitches and Spasms." WebMD. Diakses Agustus 2024.