Doomscrolling saat Pandemik Tingkatkan Risiko Masalah Kesehatan

Terus-terusan menelusuri media sosial perihal berita negatif

Tidak bisa dimungkiri bahwa hadirnya media sosial memudahkan kita dalam mencari informasi tentang berbagai hal, salah satunya tentang pandemik COVID-19 dan perkembangannya.

Selama pandemik, tingkat pencarian berita terkait COVID-19 dilaporkan meningkat. Wajar saja karena tingkat penularan masih tinggi dan berdampak pada berbagai aspek kehidupan.

Meski demikian, kalau terus-terusan menelusuri media sosial, terlebih fokus utamanya adalah berita-berita negatif, hal ini tidak disarankan. Fenomena ini disebut sebagai "doomscrolling". Kondisi ini mendapat perhatian khusus dari berbagai pakar kesehatan.

Dilansir Healthline, Ariane Ling, PhD, seorang psikolog dari New York, Amerika Serikat (AS), menyebut bahwa doomscrolling adalah tindakan membaca berita buruk dan pencarian di aplikasi berita atau media sosial secara terus-menerus.

Bila sampai tak terkendali, doomscrolling dapat memengaruhi kesehatan kita, baik dari segi psikologis maupun fisik. Berikut ini penjelasannya.

1. Mengapa kita melakukan doomscrolling?

Doomscrolling saat Pandemik Tingkatkan Risiko Masalah KesehatanPexels.com/RF._.studio

Dilansir Cleveland Clinic, biasanya alasan orang melakukan doomscolling adalah agar tetap terinformasi dengan baik. Namun, ada yang salah ketika seseorang terus-menerus menelusuri pemberitaan negatif.

"Ketika kamu depresi, kamu akan lebih sering mencari informasi yang bisa mengonfirmasi apa yang kamu rasakan," kata Susan Albers, PsyD, seorang psikolog asal AS dari Cleveland Clinic.

Bila itu dilakukan beberapa kali, lama-lama akan menjadi kebiasaan.

"Sering kali kamu bahkan tidak sadar saat melakukannya. Hal ini akan menjadi kebiasaan ketika kamu sedang down, kamu akan mengambil handphone dan mulai menelusuri pemberitaan tanpa menyadarinya," jelas Susan.

Doomscrolling juga dikatakan bisa menjadi tanda gangguan obsesif kompulsif (OCD).

"Pada skenario ini, otakmu akan terus berputar pada topik tertentu, mirip kalau kamu terus-terusan scrolling," katanya lagi. "Perilaku ini bukan lagi tentang mencari berita, tetapi lebih untuk mengurangi kecemasan," tambahnya.

Bila OCD adalah akar permasalahannya, kemungkinan diperlukan terapi perilaku kognitif yang lebih terstruktur untuk mengatasinya.

2. Efek psikologis doomscrolling di masa pandemik

Doomscrolling saat Pandemik Tingkatkan Risiko Masalah Kesehatanunsplash.com/Claudio Schwarz@purzlbaum

Dilansir Engadget dan The New York Times, diperkirakan terjadi lonjakan sebanyak 24 persen pengguna Twitter dan 27 persen pengguna Facebook.

Menyadari konsekuensi dari doomscrolling, Dr. Patricia Celan, psikiater dari Dalhousie University, Kanada, berpendapat jika doomscrolling telah memburuk selama pandemik karena orang-orang sangat waspada terhadap bahaya dan cenderung mencari informasi dengan harapan menemukan cara untuk mengendalikan masalah, katanya kepada Healthline.

Doomscrolling juga dapat menimbulkan efek beracun bagi kesehatan pelakunya.

"Tubuh, pikiran, dan jiwa berkembang ketika kita terlibat dalam pikiran dan aktivitas yang positif dan menginspirasi. Ketika kita melakukan doomscrolling, kita secara aktif mendukung pikiran dan perasaan negatif, serta sensasi pada tubuh. Dalam jangka pendek, doomscolling dapat menyebabkan peningkatan perasaan seperti iritabilitas, kecemasan, dan kesedihan. Dalam jangka panjang, doomscrolling bisa menumbuhkan kecemasan kronis, depresi, stres, dan pesimisme," jelas Carla Marie Manly, PhD, psikolog asal AS sekaligus penulis buku “Joy from Fear: Create the Life of Your Dreams by Making Fear Your Friend" seperti dikutip di Well+Good.

Baca Juga: Awas, Ini 7 Tanda Kamu Terkena Gangguan Mental Akibat Media Sosial

3. Efek fisik doomscrolling berhubungan dengan efek psikologis

Doomscrolling saat Pandemik Tingkatkan Risiko Masalah Kesehatanunsplash.com/Jonas Leupe

Semua berita negatif dapat menyebabkan kepanikan tingkat rendah yang konstan, dan itu dapat sulit disingkirkan dari pikiran.

"Banyak individu mengalami distorsi kognitif, seperti melihat suatu hal sebagai bencana, dan doomscrolling dapat menyebabkan peningkatan pikiran ruminasi dan serangan panik," kata Dr. Leela R. Magavi, psikiater dan direktur medis Community Psychiatry, AS, kepada Healthline.

Disebutkan juga bahwa dinamika doomscrolling dapat mengganggu tidur, perhatian, dan kinerja yang berdampak pada kehidupan sehari-hari.

Mengingat kesehatan mental erat dengan kesehatan fisik, tidak menutup kemungkinan jika kebiasaan negatif doomscrolling berdampak kurang baik terhadap tubuh secara fisik. Dampak tersebut dapat berupa gangguan tidur sampai membentuk kebiasaan makan berlebihan.

Efek jangka panjang doomscrolling dapat meningkatkan kadar kortisol dan adrenalin, yang mana keduanya terlibat dalam pengelolaan stres. Penelitian mengungkap bahwa peningkatan kronis hormon stres dikaitkan dengan masalah kesehatan fisik seperti diabetes, jantung, dan obesitas.

Dr. George Brandt, seorang psikiater dari Centura Health System di Colorado dan Kansas, AS, mengungkap jika stres kronis dapat meningkatkan detak jantung dan membuat seseorang lebih rentan terhadap penyakit mag. Sementara, bagi orang yang sudah menghadapi tingkat kecemasan tinggi, doomscrolling dapat memperburuk kondisi tersebut.

4. Doomscrolling tidak selalu dikaitkan dengan tindakan yang bisa berdampak negatif

Doomscrolling saat Pandemik Tingkatkan Risiko Masalah Kesehatanpexels.com/Andrea Piacquadio

Meskipun doomscrolling cenderung merupakan tindakan yang dapat berdampak buruk bagi kesehatan, tapi tidak semua menganggapnya demikian.

Pasalnya, ada yang menganggap doomscrolling sebagai pelarian dari pekerjaan atau keseharian yang membosankan.

Sementara itu, sebagian lainnya menganggap bahwa menelusuri media sosial bisa menumbuhkan motivitasi di tengah ketidakpastian akibat pandemik COVID-19.

5. Bagaimana cara mengendalikan doomscrolling

Doomscrolling saat Pandemik Tingkatkan Risiko Masalah Kesehatanpexels.com/Ketut Subiyanto

Dilansir Well+Good, ada beberapa strategi untuk mengurangi kebiasaan doomscrolling, yaitu:

  • Batasi penggunaan smartphone dan lakukan kegiatan lain yang lebih berguna dan menghibur. Misalnya berkebun, memasak, dan sebagainya.
  • Batasi diri dalam pencarian berita, misalnya tidak lebih dari 15 menit.
  • Kurangi paparan pemicu stres.
  • Tetap terhubung dengan cara lain, misalnya melakukan video call dengan teman atau keluarga.

Selain itu, fokus pencarian informasi pada berita yang positif agar tidak memengaruhi kondisi psikis. Bila sudah merasa gelisah, cemas, dan stres, sebaiknya segera hentikan membaca berita. Melatih diri untuk melihat hal-hal positif bisa melindungi kesehatan mentalmu. 

Kita tidak bisa menghindari intensitas berita tentang pandemik COVID-19 yang memang masih berlangsung dan bertebaran di media sosial dan pemberitaan. Namun, kamu harus bisa mengontrol diri.

Kalau sudah merasa terkungkung dengan pemberitaan dan media sosial, ambil rehat dan gantikan dengan aktivitas lainnya yang lebih positif, menghibur, dan memberikan ketenangan.

Baca Juga: Banyak Manfaatnya, Ini 6 Hobi yang Bisa Meningkatkan Kesehatan Mental

Indriyani Photo Verified Writer Indriyani

Full-time learner, part-time writer and reader. (Insta @ani412_)

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya