Premenstrual Dysphoric Disorder: Gejala, Penyebab, dan Pengobatan

Jauh lebih serius dari PMS biasa

Sebelum siklus menstruasi atau haid datang, perempuan cenderung mengalami sindrom pramenstruasi (PMS) dengan gejala yang bervariasi. PMS adalah pola umum dari gejala fisik, emosional, dan perilaku yang terjadi sekitar 1-2 minggu sebelum haid.

Dilansir Women's Health, diperkirakan 90 persen perempuan dengan siklus haid normal atau teratur melaporkan gejala fisik atau psikologis yang tidak menyenangkan sebelum datang bulan.

Sebagian besar gejala PMS dapat ditoleransi dan ringan. Namun, dalam beberapa kasus, gejala terasa begitu menyakitkan dan bahkan sampai menyebabkan aktivitas harian terganggu.

Ada kondisi PMS parah yang disebut dengan premenstrual dysphoric disorder (PMDD). Keadaan ini ditandai dengan serangkaian gejala fisik maupun psikologis yang berdampak pada kehidupan sehari-hari, serta bisa mengancam kesehatan mental individu yang bersangkutan.

1. Gejala PMDD lebih parah daripada gejala PMS

Premenstrual Dysphoric Disorder: Gejala, Penyebab, dan Pengobatanilustrasi premenstrual dysphoric disorder (unsplash.com/Mehrpouya H)

Gejala PMDD biasanya muncul seminggu sebelum menstruasi, kemudian mereda beberapa hari setelah haid datang di minggu pertama.

PMDD sering kali membuat seorang perempuan kesulitan menjalani rutinitas sehari-hari, berkurangnya fungsi kapasitas normal, serta memengaruhi kualitas hubungan dengan orang lain.

Dilansir Johns Hopkins Medicine, gejala PMDD yang umum meliputi:

  • Kelelahan ekstrem
  • Perubahan suasana hati termasuk mudah tersinggung, gugup, depresi dan kecemasan
  • Palpitasi jantung
  • Kesulitan koordinasi
  • Cenderung pelupa
  • Sakit kepala, pusing, hingga pingsan
  • Sakit punggung
  • Keluhan penglihatan
  • Mudah memar
  • Penurunan libido
  • Kejang otot, mati rasa, atau kesemutan anggota gerak
  • Keluhan pernapasan seperti alergi atau infeksi
  • Perut kembung, nafsu makan meningkat, dan gangguan gastrointestinal

Sebagian besar gejala yang ditunjukkan bersifat afektif atau berhubungan dengan kecemasan. Sementara itu, retensi cairan dapat menyebabkan nyeri payudara, penurunan produksi urine, bengkak pada area tangan dan kaki, serta penambahan berat badan sementara.

Perempuan dengan PMDD juga dapat mengembangkan gejala lain seperti gatal-gatal, jerawat, dan peradangan.

2. Penyebab

Premenstrual Dysphoric Disorder: Gejala, Penyebab, dan Pengobatanilustrasi premenstrual dysphoric disorder (pexels.com/Engin Akyurt)

Walau penyebabnya belum diketahui pasti, tetapi mengutip Medical News Today, PMDD diduga berasal dari respons abnormal otak terhadap fluktuasi hormon selama siklus menstruasi. Pada tahap selanjutnya, dapat berimbas pada kadar neurotransmiter serotonin yang berperan besar terhadap suasana hati.

Pada tahun 2017, para peneliti dari National Institutes of Health menemukan fakta bahwa perempuan dengan PMDD mengalami perubahan genetik yang membuat sel bereaksi berlebihan terhadap estrogen dan progesteron. Para ahli percaya jika kondisi tersebut menjadi kontributor dalam pengembangan PMDD.

Perempuan dengan riwayat (pribadi atau keluarga) depresi pascapersalinan, gangguan suasana hati, dan depresi secara umum lebih mungkin mengembangkan PMDD.

Baca Juga: PMS Gak Cuma Menyerang Cewek, Cowok Juga Bisa, Ini Tanda-tandanya!

3. Diagnosis

Premenstrual Dysphoric Disorder: Gejala, Penyebab, dan Pengobatanilustrasi premenstrual dysphoric disorder (pexels.com/Polina Zimmerman)

Karena sering menyerupai kondisi lain, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik secara menyeluruh, meliputi evaluasi riwayat kesehatan dan prosedur tes tertentu untuk mengesampingkan kondisi lain saat melakukan diagnosis.

Panduan Diagnostic and Statistical Manual 5th Edition (DSM-V) yang dikeluarkan oleh American Psychiatric Association mensyaratkan gejala PMDD terjadi minimal dua siklus secara berturut. Gejala yang harus ada di antaranya:

  • Berlangsung seminggu sebelum menstruasi
  • Mengganggu kehidupan normal sehari-hari
  • Sembuh setelah dimulainya menstruasi atau dalam beberapa hari pertama menstruasi

Untuk membuat diagnosis PMDD, pasien harus mengalami setidaknya satu dari karakteristik berikut ini:

  • Mengalami perasaan sedih atau putus asa
  • Perasaan cemas atau tegang
  • Perubahan suasana hati atau peningkatan sensitivitas
  • Perasaan marah atau mudah tersinggung.

Gejala PMDD lain ditunjukkan dengan sikap apatis terhadap aktivitas rutin, kesulitan berkonsentrasi, kelelahan, perubahan nafsu makan, masalah tidur, serta merasa kurang kendali dan kewalahan.

Sementara itu, gejala fisik PMDD yaitu nyeri atau bengkak payudara, sakit kepala, nyeri sendi dan otot, kembung, serta penambahan berat badan.

4. Pengobatan

Premenstrual Dysphoric Disorder: Gejala, Penyebab, dan Pengobatanilustrasi akupunktur (unsplash.com/Katherine Hanlon)

Dokter mungkin akan meresepkan obat-obatan tertentu dengan tujuan membantu meredakan gejala. Obat tersebut mungkin terdiri dari antidepresan SSRI (fluoxetine, sertraline, paroxetine, dan citalopram), kontrasepsi oral yang mengandung drospirenone dan ethinylestradiol, danazol, dan analog hormon pelepas gonadotropin (leuprorelin, nafarelin, dan goserelin).

Selain obat-obatan, terapi perilaku kognitif juga bisa dilakukan. Sebuah studi dalam Archives of Women’s Mental Health tahun 2013 menjelaskan, kombinasi obat-obatan dan terapi perilaku kognitif juga akan membantu pasien PMDD.

Di samping itu, pemilihan suplemen untuk menunjang pengobatan dan perawatan juga dapat dilakukan. Sebuah studi dalam Journal of Chemical and Pharmaceutical Science tahun 2016 mengemukakan bahwa suplemen vitamin B6 bisa menjadi pengobatan yang efektif bagi perempuan dengan gejala PMS.

Selain itu, studi lain dalam Archives of Internal Medicine tahun 2005 menyimpulkan jika suplemen vitamin D dan kalsium dapat mengurangi keparahan dan gejala PMS, melindungi dari osteoporosis, serta kemungkinan membantu meminimalkan gejala PMDD.

Opsi yang juga patut dicoba yakni perawatan alternatif. Melalui yoga, konsumsi kunyit, dan akupunktur juga dikatakan dapat membantu meringankan gejala PMDD. Akan tetapi, perlu penelitian lebih dalam untuk memastikan efektivitas perawatan tersebut.

5. Perubahan pola makan dapat membantu mengurangi risiko PMDD 

Premenstrual Dysphoric Disorder: Gejala, Penyebab, dan Pengobatanilustrasi pola makan (pexels.com/August de Richelieu)

Dengan menerapkan pola hidup sehat, kita bisa mengurangi risiko mengalami PMDD. Langkah mudah pertama yang bisa diterapkan adalah perubahan pola makan dengan meningkatkan asupan protein dan karbohidrat kompleks, serta mengurangi asupan gula, garam, kafein, dan alkohol.

Selain itu, olahraga rutin dan kemampuan yang baik dalam mengelola stres juga bisa menjadi langkah solutif untuk menghalau perasaan tertekan sebelum siklus haid berlangsung.

Strategi lain yang bisa dicoba adalah dengan menikmati hari-hari menjelang menstruasi, menjaga komunikasi dengan keluarga atau teman dekat, dan melakukan aktivitas santai seperti menonton film, jalan-jalan, membaca, dan hobi lainnya.

Itulah fakta seputar premenstrual dysphoric disorder atau PMDD, kondisi yang lebih parah dibanding PMS biasa. Kalau kamu mengalami gejala-gejala yang disebutkan di atas tadi, apalagi memiliki faktor risikonya, jangan ragu berkonsultasi dengan dokter agar bisa mendapat penanganan yang tepat.

Baca Juga: 7 Penyebab Munculnya Gejala PMS tapi Tidak Kunjung Menstruasi

Indriyani Photo Verified Writer Indriyani

Full-time learner, part-time writer and reader. (Insta @ani412_)

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Nurulia
  • Bayu Aditya Suryanto

Berita Terkini Lainnya