Mengulik Misteri Mimpi, dari Teori, Spekulasi Ahli, sampai Jenisnya

Benarkah mimpi mewakili keinginan kita yang tidak disadari?

Mimpi sering dikaitkan dengan gambaran atau penggalan cerita yang diciptakan oleh pikiran ketika sedang tidur. Sifat mimpi pun sangat bervariasi, mulai dari yang menyenangkan, menghibur, mengganggu, menakutkan, hingga yang aneh.

Dunia mimpi masih menjadi misteri bagi para ilmuwan, dokter, bahkan psikolog. Pasalnya, hal-hal yang berkaitan dengan penyebab sampai pesan tersirat dari mimpi masih perlu dikaji lebih dalam.

Yuk, ketahui bersama serba-serbi misteri mimpi berdasarkan penelitian di bawah ini, simak sampai tuntas, ya!

1. Spekulasi para ahli berdasarkan metodologi penelitian mengenai mimpi

Mengulik Misteri Mimpi, dari Teori, Spekulasi Ahli, sampai Jenisnyailustrasi bermimpi (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Beberapa teori berusaha menjawab pertanyaan mengapa manusia mengalami fase bermimpi dalam tidur lelap mereka. Kemungkinan jawabannya sangat beragam, di antaranya:

  • Mimpi mewakili keinginan pribadi yang tidak disadari
  • Merupakan cara menafsirkan sinyal acak dari otak pada saat tidur
  • Berkaitan dengan penyatuan dan pemrosesan informasi dari aktivitas sehari-hari
  • Bisa dijadikan sebagai bentuk psikoterapi

Sementara menurut para ahli yang mengkaji mimpi, ada beberapa spekulasi fungsi mimpi, yaitu:

  • Studi dalam jurnal Consciousness and Cognition tahun 2005 memaparkan, mimpi bisa dihubungkan dengan persiapan menghadapi kemungkinan ancaman yang akan datang.
  • Studi dalam Seminars in Neurology tahun 2005 menegaskan, mimpi adalah cerminan fungsi mental pada alam bawah sadar secara psikoanalitik.
  • Studi dalam jurnal Frontiers in Psychology tahun 2013 menjelaskan, mimpi berhubungan dengan pemrosesan ulang memori langsung (offline) manusia. Saat proses tersebut berlangsung, otak berusaha menyatukan memori dan aktivitas untuk mendukung kesadaran tetap terjaga.
  • Studi dalam jurnal Revista de Neurologia tahun 2014 mengungkap bahwa mimpi dapat membantu mengembangkan kemampuan kognitif.
  • Studi lain lainnya menjelaskan jika mimpi adalah simulasi kognitif dari pengalaman hidup dengan menggabungkan masa kini, masa lalu, serta persiapan untuk masa depan.

2.  Fase tidur yang menyebabkan mimpi

Mengulik Misteri Mimpi, dari Teori, Spekulasi Ahli, sampai Jenisnyailustrasi wanita tidur bersama anjing kesayangan (pexels.com/Burst)

Terdapat lima fase dalam siklus tidur yang mencakup:

  • Fase 1: ditandai dengan tidur ringan, gerakan mata lambat, serta aktivitas otot berkurang. Fase pertama membentuk sekitar 4 sampai 5 persen dari total waktu tidur.
  • Fase 2: gerakan mata berhenti, gelombang otak menjadi lebih lambat, sesekali spindle tidur atau gelombang cepat muncul. Fase kedua membentuk sekitar 45 sampai 55 persen dari total waktu tidur.
  • Fase 3: pada fase ini seseorang memasuki gelombang delta atau gelombang yang sangat lambat. Diperkirakan 4 sampai 6 persen dari total waktu tidur terbentuk pada fase ketiga.
  • Fase 4: otak menghasilkan gelombang delta hampir secara eksklusif, tidak ada gerakan mata dan aktivitas otot. Fase keempat sering disebut sebagai tidur nyenyak yang membentuk sekitar 12 sampai 15 persen dari total waktu tidur.
  • Fase 5: fase kelima dikenal sebagai tidur dengan gerak mata cepat (tidur REM) yang ditandai dengan pernapasan menjadi lebih cepat, otot tungkai lumpuh sementara, serta denyut jantung dan tekanan darah meningkat. Ketika orang terbangun pada fase ini, sering kali berujar mengenai kisah aneh dan tidak logis. Apa yang diucapkan tersebut disebut sebagai mimpi. Fase ini menyumbang 20 sampai 25 persen dari total waktu tidur.

Baca Juga: Apakah Penyandang Tunanetra Mimpi Saat Tidur? Ini Faktanya!

3. Mimpi adalah pengalaman yang melibatkan kesadaran sensorik, kognitif, dan emosional selama tidur

Mengulik Misteri Mimpi, dari Teori, Spekulasi Ahli, sampai Jenisnyailustrasi tidur (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Bicara tentang mimpi, ada dua pendekatan (neuroscientific dan psikoanalitik) yang secara signifikan menjelaskan analisis komprehensif terkait mimpi.

Pendekatan neuroscientific menyoroti perihal cara memproduksi dan mengorganisasi mimpi, sedangkan pendekatan psikoanalitik condong terhadap makna mimpi dan menempatkannya dalam konteks hubungan sejarah individu yang bersangkutan.

Berdasarkan laporan tahun 2011 dalam jurnal Consciousness and Cognition, mimpi penuh dengan pengalaman hidup yang emosional berisi tema, keprihatian, tokoh, serta objek yang berhubungan erat dengan kehidupan nyata. Elemen-elemen tersebut membantu menciptakan realitas baru dari yang tampaknya tidak ada menjadi pengalaman dengan kerangka waktu dan koneksi nyata.

4. Jenis-jenis mimpi

Mengulik Misteri Mimpi, dari Teori, Spekulasi Ahli, sampai Jenisnyailustrasi wanita sedang tidur pulas (Pexels.com/SHVETS production)

Ada beberapa jenis mimpi yang bisa dialami, meliputi:

  • Mimpi buruk: menyebabkan si pemimpi merasakan emosi yang mengganggu seperti cemas dan takut.
  • Lucid dreams: orang yang mengalaminya cenderung sadar bahwa mereka sedang bermimpi serta memiliki kendali atas mimpi tersebut.
  • Dream lag: didefinisikan sebagai pengalaman, gambaran, atau kemunculan orang lain dalam mimpi yang pernah dialami si pemimpi di dunia nyata.
  • Interpretasi: terjadi ketika si pemimpi memimpikan unsur-unsur kehidupan sehari-hari seperti kegiatan sekolah, bekerja, atau melakukan hobi tertentu.
  • Karakter: studi yang berfokus pada 320 partisipan orang dewasa menghimpun data sebanyak 48 persen karakter dalam mimpi, yaitu seseorang yang dikenal, 35 persen seseorang yang memiliki peran sosial (teman, polisi), serta 16 persen orang tidak dikenal.

5. Hubungan mimpi dengan otak kanan dan otak kiri

Mengulik Misteri Mimpi, dari Teori, Spekulasi Ahli, sampai Jenisnyailustrasi tidur (pexels.com/cottonbro)

Belahan otak kanan dan otak kiri tampaknya memberi kontribusi berbeda dalam pembentukan mimpi.

Penelitian yang dipublikasikan di jurnal Zhurnal Nevrologii i Psikhiatrii Imeni S.S. Korsakova menyimpulkan, belahan otak kiri memberikan asal muasal mimpi, sedangkan otak kanan memberikan kejelasan, kiasan, serta tingkat aktivasi afektif dalam mimpi.

Sementara itu, penelitian yang melibatkan remaja usia 10 sampai 17 tahun menemukan jika orang kidal lebih mungkin mengalami lucid dream dan mampu mengingat mimpi dalam mimpi lainnya.

Mimpi adalah bahasan menarik untuk disingkap. Meskipun sudah banyak penelitian yang mengkaji tentang fenomena mimpi, masih butuh penelitian lebih lanjutan untuk menelaan lebih dalam setiap aspeknya.

Baca Juga: Kontrol Mimpi Semaumu, 5 Teknik Ampuh untuk Melakukan Lucid Dream

Indriyani Photo Verified Writer Indriyani

Full-time learner, part-time writer and reader. (Insta @ani412_)

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya