Baby Blues, Kondisi Pascapersalinan yang Tak Boleh Diremehkan

Bila dibiarkan, lama-lama bisa menjadi depresi postpartum

Pada kelahiran anak pertama, 80 persen ibu yang baru melahirkan mengalami sindrom baby bluesSoso (24) adalah salah satunya. Ia dilanda perasaan bahwa dirinya belum siap menjadi seorang ibu dan ini berlangsung selama tiga bulan pertama pascapersalinan.

"I didn't love my child that much. Aku merasa anakku mengambil kemerdekaanku sebagai individual. It was hard day back then," ucapnya.

Alumni Universitas Airlangga ini melahirkan anak laki-laki Mei 2020. Perasaannya kala itu campur aduk. Ia merasa bahwa semua orang hanya memperhatikan bayinya, sedangkan ia merasa bahwa ibu yang baru melahirkan juga perlu diperhatikan.

Baby blues juga membuatnya mual, bahkan sampai muntah, ketika ia sedang menyusui atau mendengarkan anaknya menangis.

Selain itu, baru-baru ini viral sebuah video yang menunjukkan seorang ibu hendak membuang bayinya di Stasiun Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Terlihat seorang petugas keamanan menggendong bayi yang menangis, sementara petugas lain berusaha menenangkan ibu yang bersangkutan. Ibu tersebut diduga mengalami baby blues.

Contoh di atas mungkin adalah dua dari sekian banyak perempuan yang mengalami baby blues syndrome. Riza Wahyuni, S.Psi, MSi, psikolog klinis dan forensik yang bertugas di Layanan Psikologi Geofira dan SATGAS PPA Jatim akan menjelaskan lebih gamblang seputar sindrom ini.

1. Baby blues adalah perasaan lelah, sedih, dan khawatir yang dialami perempuan setelah melahirkan

Menurut Riza, baby blues adalah sekumpulan perasaan lelah, sedih, dan khawatir bercampur jadi satu pada perempuan setelah melahirkan. Salah satu penyebabnya adalah hormon progesteron yang menurun. Baby blues terjadi selama dua minggu pascapersalinan.

"Penyebab lain adalah penyesuaian terhadap kehadiran bayi. Dulu, sebelum ada bayi, tidurnya selalu nyenyak. Sekarang, ibu harus bangun tengah malam karena anak menangis minta susu atau ngompol. Ini membuat ibu baru mengalami kebingungan," tutur Riza.

Baby blues akan makin parah apabila ibu melakukan perawatan bayi seorang diri tanpa bantuan orang lain. Ini akan membuat tenaga dan mentalnya terkuras habis. Selain itu, sang ibu juga dihantui oleh ketakutan, apakah ia bisa merawat bayinya dengan baik atau tidak.

2. Apabila tidak diatasi dengan baik, baby blues akan berubah menjadi depresi post partum

Baby Blues, Kondisi Pascapersalinan yang Tak Boleh Diremehkanilustrasi ibu menggendong bayi (unsplash.com/Hollie Santos)

Baby blues umumnya memiliki gejala yang ringan dengan masa penyesuaian sekitar dua minggu. Kondisi ini akan lebih mudah dilalui jika ibu bercerita ke pasangan atau keluarga terdekat tentang apa yang ia rasakan. Jika tidak diatasi dengan baik, baby blues bisa berkembang menjadi postpartum depression atau depresi pascapersalinan.

"Postpartum depression lebih berat daripada baby blues. Ibu merasakan tekanan yang cukup berat dan membuatnya mudah putus asa, sedih, menangis tanpa sebab, merasa tidak berharga, atau bahkan dia tidak merasakan ikatan dengan bayinya," ungkap Riza.

Kalau sudah seperti ini, ia harus segera memeriksakan diri ke psikolog atau psikiater. Jika tidak, ia berisiko tinggi terkena depresi berat. Depresi pascapersalinan bisa berlangsung cukup lama, bahkan hingga tiga tahun.

Depresi postpartum bisa berkembang menjadi psikosis postpartum. Ini adalah kondisi ibu mengalami halusinasi dan delusi yang bisa membahayakan bayi atau dirinya sendiri. Meski bisa fatal, tetapi kondisi ini sangat jarang terjadi.

3. Peran pasangan sangat penting untuk melewati fase baby blues

Beberapa perempuan memiliki pasangan yang sangat membantu pada masa-masa mengasuh bayi. Misalnya suami yang membantu urusan rumah tangga, membersihkan rumah, aktif mengasuh bayi, dan dukungan lainnya. Kehadiran pasangan sangat penting bagi proses pemulihan istri.

"Ibu bisa bercerita tentang keadaannya pada pasangan atau meminta tolong pasangan untuk mengganti popok si Kecil ketika bangun tengah malam. Jika pasangan tidak peduli dengan apa yang terjadi pada istrinya, maka kondisinya akan memburuk dan menyebabkan ibu jadi depresi," tutur Riza.

Ibu juga tidak boleh segan meminta tolong pada orang terdekat untuk melakukan pekerjaan jika ia tidak sanggup. Selain itu, ibu juga perlu waktu untuk melakukan "me-time". Kondisi suasana hati akan stabil dengan berolahraga ringan pascapersalinan atau melakukan hobi.

Baca Juga: 5 Jenis Gangguan Mental setelah Melahirkan, Mama Muda Wajib Tahu!

4. Jika kondisi memburuk, jangan ragu untuk menemui psikolog atau psikiater

Baby Blues, Kondisi Pascapersalinan yang Tak Boleh Diremehkanilustrasi konsultasi psikolog (pexels.com/SHVETS production)

Sebagian orang merasa malu datang ke psikolog atau psikiater karena takut dianggap mengalami gangguan jiwa. Padahal, penting untuk datang ke ahlinya jika mengalami gejala tertentu. Seperti kecemasan, kekhawatiran, ketakutan, perasaan tidak berharga, sulit tidur, atau situasi apa pun yang tidak menyenangkan dan mengganggu aktivitas sehari-hari.

"Kita sebagai manusia pasti punya masalah, belum tentu bisa menyelesaikan sendiri. Kadang, kita hanya ingin didengar oleh orang lain tanpa dihakimi. Lebih baik datang ke ahlinya, daripada bercerita ke orang lain dan ceritanya bisa (menyebar) sampai ke mana-mana," Riza menganjurkan.

Untuk ibu yang mengalami baby blues, sesi konseling dilakukan untuk mendengar cerita, bertanya, dan memperdalam apa yang disampaikan. Psikolog akan menjelaskan bagaimana cara untuk bonding dengan bayi dan melakukan stabilisasi emosi.

5. Dalam beberapa kasus yang berat, intervensi obat-obatan dibutuhkan

Ada beberapa kasus ketika konseling saja tidak cukup dan membutuhkan intervensi obat-obatan oleh psikiater. Terlebih, jika seseorang sudah menyakiti diri sendiri (self-harm), depresi berat, dan kondisi mental mengganggu kehidupan sehari-hari.

"Misalnya, ibu mulai memukul bayinya, maka sudah harus diberi pendekatan psikiatri dan ditunjang dengan obat-obatan. Untuk kondisi kesehatan mental ringan dan sedang bisa diatasi psikolog, sementara yang berat adalah ranah psikiater," terang Riza.

Walau dunia masih dilanda pandemi, jangan ragu untuk datang ke ahlinya saat kondisi kesehatan mental memburuk. Psikolog masih membuka layanan konseling online dan konseling dilakukan dengan video call, tidak perlu tatap muka. Yang jelas, tetap prioritaskan kesehatan mentalmu. Karena kondisi kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan jasmani.

Baby blues adalah bagian umum dari transisi banyak orang tua baru menuju kehidupan bersama bayi. Kabar baiknya, kondisi ini bisa hilang sendirinya segera setelah lahir.

Namun, kalau masih merasa sedih atau cemas setelah dua minggu, atau jika gejala makin parah, segera hubungi anggota keluarga, teman tepercaya, atau penyedia layanan kesehatan mental untuk mendapatkan bantuan yang dibutuhkan.

Baca Juga: 5 Perubahan Menstruasi setelah Melahirkan

Topik:

  • Nurulia
  • Delvia Y Oktaviani

Berita Terkini Lainnya