8 Mitos Makanan untuk Pengidap ADHD, Cek Faktanya!

Gula adalah penyebab utama ADHD, ini mitos atau fakta?

Attention deficit-hyperactive disorder (ADHD) adalah tantangan kesehatan mental umum yang memengaruhi banyak anak-anak dan orang dewasa. Ini juga salah satu yang paling sedikit dipahami.

Kebanyakan pengetahuan yang dimiliki orang tentang ADHD berasal dari mulut ke mulut dan hal ini telah menimbulkan banyak mitos dan kebingungan mengenai apa sebenarnya ADHD dan hal-hal lain yang terkait dengan kondisi ini. Salah satu mitos seputar ADHD yang banyak beredar adalah tentang makanan.

Berikut ini akan dibahas mitos makanan untuk pengidap ADHD, pastikan informasi yang kamu ketahui didukung bukti ilmiah.

Mitos 1: Gula adalah penyebab utama ADHD

Faktanya dampak tambahan gula pada ADHD tidak sepenuhnya jelas. Banyak bukti terkait gula dan ADHD bersifat anekdotal. Temuan penelitian klinis terkait ADHD dan gula masih beragam.

Misalnya, penelitian kecil menunjukkan bahwa perilaku makan yang tidak sehat, termasuk asupan gula yang tinggi, lebih sering terjadi pada anak-anak dengan ADHD dibandingkan anak-anak tanpa ADHD (BMC Pediatrics, 2022). Namun, penelitian besar yang melibatkan hampir 3.000 anak usia 6 hingga 11 tahun tidak menunjukkan hubungan antara konsumsi sukrosa (pemanis yang biasa ditemukan dalam minuman ringan dan makanan olahan) dengan ADHD (Journal of Affective Disorders, 2019).

Yang jelas, walaupun belum diketahui secara pasti bagaimana gula memengaruhi ADHD, tetapi secara umum membatasi asupan makanan manis pada anak adalah ide yang bagus demi kesehatan anak secara keseluruhan.

Mitos 2: ADHD berkaitan dengan pola makan Barat

8 Mitos Makanan untuk Pengidap ADHD, Cek Faktanya!ilustrasi ADHD (pexels.com/Tara Winstead)

Sebuah penelitian selama 14 tahun menyimpulkan bahwa pola makan Barat (yang cenderung tinggi lemak, kalori, dan gula) dikaitkan dengan tingkat ADHD yang lebih tinggi pada anak-anak (Journal of Attention Disorders, 2010). Namun, penelitian ini hanya mampu membangun korelasi; tidak disebutkan bahwa ADHD disebabkan oleh pola makan Barat.

Faktanya, para peneliti menyatakan bahwa ada kemungkinan memiliki ADHD membuat anak-anak menginginkan makanan berlemak. Mereka juga berpendapat bahwa tekanan keluarga, faktor gaya hidup lain yang terkait dengan ADHD, juga cenderung memengaruhi kebiasaan makan.

Tentu saja, hal tersebut tidak berarti orang tua bisa mengabaikan pola makan anak. Karena berbagai alasan, termasuk mengurangi tingkat obesitas, diabetes, dan penyakit jantung serta meningkatkan kesehatan otak, para ahli merekomendasikan untuk mengikuti pola makan yang lebih bergaya Mediterania, yang terutama terdiri dari buah-buahan dan sayuran, protein tanpa lemak, lemak sehat, dan karbohidrat kompleks.

Baca Juga: Perbedaan Gejala ADHD pada Orang Dewasa dan Anak

Mitos 3: Makanan olahan bisa membuat gejala ADHD makin parah

Anggapan ini tidak didukung oleh penelitian (Journal of Future Foods, 2022). Penelitian yang ada merupakan studi kasus, yang hanya mengamati anak-anak dan konsumsi makanan olahan mereka, dan apakah anak-anak ini menunjukkan gejala ADHD atau tidak. Studi ini tidak melihat sebab dan akibat, dilansir Well+Good.

Makanan olahan tidak selalu buruk. Bisa saja makanan olahan tertentu padat nutrisi dan menyehatkan tubuh. Namun, pastikan memilih makanan yang diolah secara minimal, bukan makanan ultra proses, dan prioritaskan makanan utuh dengan menerapkan pola makan sehat bergizi seimbang.

Mitos 4: Suplemen omega-3 bisa mengobati ADHD

8 Mitos Makanan untuk Pengidap ADHD, Cek Faktanya!ilustrasi suplemen asam lemak omega-3 (freepik.com/ededchechine)

Faktanya, tidak ada bukti kuat bahwa suplemen asam lemak omega-3 bermanfaat untuk gejala ADHD.

Memang, dalam beberapa penelitian, suplemen omega-3 menunjukkan harapan dalam membantu mengelola ADHD. Misalnya, tinjauan terhadap 16 penelitian yang melibatkan lebih dari 1.500 anak-anak dan remaja penderita ADHD menemukan bahwa suplementasi omega-3 dan omega-6 dapat menjadi tambahan yang layak untuk pengobatan ADHD tradisional (Journal of Lipids, 2017). 

Namun penelitian lain tidak meyakinkan. Terlebih lagi, penelitian yang menunjukkan manfaat suplemen omega-3 memiliki beberapa keterbatasan, termasuk jumlah partisipan yang sedikit dan durasi yang singkat. Sebelum suplemen omega-3 direkomendasikan secara rutin untuk ADHD, peneliti perlu melakukan penelitian yang lebih besar dan berjangka panjang, mengutip dari Everyday Health.

Suplemen tidak boleh digunakan sebagai pengganti pengobatan ADHD standar dan telah terbukti, seperti obat-obatan yang telah disetujui penggunaannya. Jika ingin memberikan suplemen omega-3 kepada anak, bicarakan dulu dengan dokter.

Mitos 5: Diet eliminasi mengurangi gejala ADHD

Diet eliminasi adalah rencana makan yang menghindari atau menghilangkan makanan atau bahan tertentu. Diet ini mungkin lebih banyak bahayanya daripada manfaatnya. Studi menyatakan bahwa tidak ada bukti yang cukup untuk menunjukkan bahwa intervensi berbasis makanan atau nutrisi apa pun bisa membantu mengatasi ADHD (Current Opinion in Clinical Nutrition and Metabolic Care, 2017).

Untuk ADHD, diet eliminasi yang paling sering digembar-gemborkan adalah diet Feingold, yang berarti menghindari semua pemanis, pengawet, pewarna buatan, perasa, dan bahan salisilat, menurut Children and Adults with Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder (CHADD).

Banyak penelitian yang terkait dengan diet eliminasi tidak menunjukkan perbedaan hasil yang signifikan. Selain itu, pembatasan pola makan yang ketat ini mungkin berdampak negatif pada anak karena mereka merasa tidak bisa leluasa berpartisipasi dalam aktivitas sosial menyenangkan, misalnya pesta ulang tahun teman-temannya. Tidak mengizinkan anak makan kue, misalnya, bisa memperburuk kecemasan sosial atau isolasi.

Menghilangkan bahan makanan utama seperti gluten atau gula secara tidak perlu bisa berarti menghilangkan banyak makanan kaya akan nutrisi seperti buah-buahan dan roti gandum.

Mitos 6: Anak dengan ADHD tidak butuh perencanaan pola makan

8 Mitos Makanan untuk Pengidap ADHD, Cek Faktanya!ilustrasi anak dengan ADHD (unsplash.com/Jerry Wang)

Faktanya, banyak anak-anak dengan ADHD memiliki kebiasaan makan yang tidak teratur atau impulsif dan perlu bantuan untuk menjaga jadwal makan yang teratur, yang bermanfaat bagi kesehatan dan perilaku mereka, menurut Everyday Health.

Beberapa obat ADHD dapat menekan nafsu makan untuk sementara. Kemudian, ketika obat mulai hilang, rasa lapar bisa muncul kembali secara tiba-tiba dan intens. Hal ini dapat memicu perilaku binge-eating pada anak, seperti tidak makan sepanjang hari sekolah lalu makan apa saja sesampainya di rumah.

Terlebih, gejala-gejala khas ADHD seperti hiperaktif, mudah teralihkan, dan impulsif juga dapat membuat makan secara konsisten sepanjang hari-hari sekolah menjadi lebih menantang.

Pada gilirannya, waktu yang lama tanpa makan atau minum membuat anak lebih sulit fokus dan berpikir jernih. Sangat penting bagi anak-anak dengan ADHD untuk mengonsumsi makanan sehat secara teratur dan tetap terhidrasi dengan baik.

Siapkan camilan sehat sepulang sekolah dan patuhi jadwal makan malam yang konsisten sehingga anak tidak melewatkan makan atau terus makan sepanjang malam. Di sekolah, pertimbangkan untuk bekerja sama dengan guru anak untuk menyusun jadwal makan dan camilan untuk memastikan anak makan secara teratur sepanjang hari sekolah.

Minuman bernutrisi yang diperkaya dapat bermanfaat bagi anak-anak dan remaja penderita ADHD karena dapat dikonsumsi dengan cepat.

Mitos 7: Gula bisa memperburuk gejala ADHD

Faktanya, saat ini belum ada penelitian yang mengamati korelasi antara ADHD dan diet bebas gluten. Satu-satunya alasan seseorang harus membatasi atau mengeliminasi gluten dalam pola makan adalah jika memiliki penyakit celiac atau sensitif terhadap gluten.

Membatasi atau mengeliminasi makanan yang mengandung gluten jika tidak dibutuhkan malah dapat menimbulkan masalah, misalnya kekurangan nutrisi.

Mitos 8: Produk susu memperburuk gejala ADHD

8 Mitos Makanan untuk Pengidap ADHD, Cek Faktanya!ilustrasi susu dan keju (vecteezy.com/Oleg Gapeenko)

Sama seperti gluten, belum ada penelitian yang melihat hubungan antara produk susu dan ADHD. Jadi, susu dan produk olahannya tidak perlu dibatasi atau dihindari, kecuali jika kamu atau anak memiliki alergi atau intoleransi.

Faktanya, susu dan produk olahannya menawarkan banyak nutrisi. Produk susu merupakan sumber kalsium dan vitamin D yang baik, yang mendukung kesehatan tulang. Mengecualikan produk susu tanpa alasan yang diketahui, terutama jika kamu atau anak tidak mengonsumsi suplemen kalsium dan vitamin D, dapat menyebabkan rakitis pada anak-anak dan/atau osteoporosis pada orang dewasa.

Jangan lagi percaya mitos makanan untuk penderita ADHD seperti yang dipaparkan di atas, ya. Apabila masih memiliki banyak pertanyaan seputar ADHD, jangan ragu untuk mengonsultasikannya dengan dokter.

Baca Juga: ADHD Paralysis: Gejala, Jenis, dan Penanganan

Topik:

  • Nurulia R F

Berita Terkini Lainnya