pexels.com/Ivan Oboleninov
Melansir Allure, profesor klinis psikiatri dan ilmu perilaku di Stanford Center for Sleep Sciences and Medicine, Amerika Serikat (AS), Rafael Pelayo, mengatakan bahwa salah satu alasan utama dari mimpi adalah pengolahan informasi.
Pelayo mengatakan bahwa mimpi adalah proses alami otak dalam mengatur informasi yang didapat. Beberapa hal perlu diingat dan beberapa dibuang; mimpi adalah kedua proses tersebut yang terjadi secara bersamaan. Dengan kata lain, otak perlu memprioritaskan informasi tergantung dari relevansinya terhadap kehidupanmu di waktu tertentu.
Perlu contoh? Jika seseorang tinggal di daerah yang didominasi singa, orang tersebut mungkin akan melihat kucing - kerabat jauh singa - sebagai hewan yang berbahaya. Jadi, pertama, orang tersebut mengingat segala hal tentang singa agar terhindar dari bahaya.
Namun, jika orang tersebut pindah ke tempat yang didominasi kucing, ia akan melupakan detail-detail mengenai singa untuk memberikan ruang pada detail mengenai kucing. Di sinilah mimpi bekerja, yaitu untuk mengingat hal-hal tentang kucing dan membuang hal-hal tidak penting soal singa.
Seorang perempuan tengah tidur pulas. sleepdr.com
Beberapa teori mengenai mimpi dikatakan berasal dari profesor neurologi dan psikologi University of California, Berkeley, AS, sekaligus pendiri Center for Human Sleep Science, Matthew Walker. Dalam bukunya, Why We Sleep: Unlocking the Power of Sleep and Dreams, ia menyamakan mimpi dengan terapi emosi.
Bagi Walker, mimpi berpotensi membantu manusia mengurangi reaktivitas emosional karena penurunan hormon noradrenalin pada otak. Jadi, mimpi membuat kita memproses memori yang tak menyenangkan dalam lingkungan yang lebih aman dan tenang, yaitu alam mimpi.
Selain itu, mimpi juga membantu otak untuk memproses informasi yang diperoleh secara menyeluruh, berikut dengan relevansinya dan membuang yang tidak penting.