ilustrasi pria lari (pexels.com/Ketut Subiyanto)
Bagi sebagian orang, terutama pemula, langsung memulai olahraga dengan berlari bisa jadi keputusan yang kurang tepat. Ada anggapan bahwa tubuh tertentu—terutama yang belum terbiasa aktif bergerak atau memiliki berat badan berlebih—sebaiknya tidak langsung dipaksa untuk lari.
Disarankan untuk memulainya dengan jalan kaki terlebih dahulu, setidaknya selama beberapa minggu. Setelah tubuh mulai beradaptasi, barulah bisa ditingkatkan ke sesi lari ringan dengan kecepatan (pace) yang pelan.
Jenis latihan sebaiknya disesuaikan dengan tujuan utama. Bila targetnya adalah menurunkan berat badan atau membakar lemak, maka lari kencang belum tentu efektif. Justru pembakaran lemak paling optimal terjadi saat detak jantung berada di zona 2—yakni sekitar 60–70 persen dari detak jantung maksimal. Pada zona ini, jalan cepat saja sudah cukup untuk membakar lemak secara efisien tanpa perlu berlari.
Apabila tujuannya adalah melatih kapasitas jantung atau meningkatkan daya tahan, maka latihan di zona 3 lebih tepat. Meskipun begitu, latihan pada zona ini harus dilakukan dengan hati-hati, karena jika tidak diawasi justru bisa membebani jantung, bukan melatihnya. Inilah sebabnya mengapa pemantauan detak jantung saat berolahraga sangat penting, apalagi bagi pemula.
Penting juga untuk tidak langsung berhenti ketika detak jantung sedang tinggi. Saat berolahraga, tubuh perlu diberikan waktu untuk slow down atau menurunkan intensitas secara bertahap. Hal ini bisa dilakukan dengan menurunkan kecepatan lari menjadi jalan kaki perlahan hingga detak jantung kembali ke zona aman.
Cedera saat lari bisa dicegah dengan pemanasan yang tepat, memilih sepatu yang sesuai, serta mengenali batas kemampuan tubuh. Dengarkan sinyal dari tubuh dan jangan memaksakan diri.