New Normal, Same Cancer: 5 Isu Penanganan Kanker saat Pandemik

Lebih sulit lagi pasien yang jalani perawatan ke luar negeri

Situasi pandemik tak dimungkiri dampaknya luas, termasuk di bidang kesehatan. Tak cuma takut tertular COVID-19, tetapi orang-orang dengan penyakit kronis pun khawatir untuk kontrol atau memeriksakan diri ke dokter. Salah satu yang terdampak adalah para pasien kanker.

Kanker adalah kondisi berkembangnya sel tubuh secara abnormal hingga merambat ke berbagai jaringan. Hal ini diakibatkan sel yang harusnya mati tak kunjung mati, hingga terjadi penumpukan. Ini bisa menjadi berbahaya dan mengancam nyawa penderitanya.

Situasi pandemik dapat memperburuk kondisi pasien kanker. Oleh karena itu, AstraZeneca mengadakan webinar yang mengumpulkan berbagai dokter dari beberapa negara Asia dan membicarakan tentang penanganan kanker saat pandemik dengan topik New Normal, Same Cancer.

1. Situasi COVID-19 menunda banyak hal dalam merawat pasien kanker

New Normal, Same Cancer: 5 Isu Penanganan Kanker saat Pandemikradonc.med.ufl.edu

Profesor Chng Wee Joo, selaku direktur dari National University Cancer Institute, Singapura, memberikan data jumlah populasi penderita kanker di Asia. Dalam presentasinya tersebut, disebutkan ada 4,2 miliar kasus kanker, yang mana itu adalah sekitar 55 persen dari populasi dunia. 

Melihat data tersebut, dokter tentu perlu melakukan penanganan yang cepat agar tidak menambah jumlah kasusnya, terlebih untuk angka mortalitas. Namun, pada kenyataannya situasi pandemik dan lockdown memberi dampak negatif yang cukup signifikan dalam perawatan pasien kanker.

Adapun dampaknya di antaranya mengurangi dan menunda janji temu dengan dokter untuk kontrol, menunda kemoterapi dan radiasi, berhenti melakukan skrining kanker, menunda operasi, menunda diagnosis kanker, hingga terjadi perubahan metode perawatan.

2. Hal ini tampak dari data penurunan kunjungan pasien kanker ke rumah sakit

New Normal, Same Cancer: 5 Isu Penanganan Kanker saat Pandemiknam.edu

Dokter kandungan - spesialis ginekologi onkologi dari Rumah Sakit Kanker Dharmais, dr. Muhammad Yusuf, SpOG(K) Onk., turut memberikan data terkait jumlah kedatangan pasien ke rumah sakit.

Dia menjabarkan bahwa terjadi penurunan drastis pada bulan Maret, April, dan Mei ketimbang bulan-bulan sebelumnya, yaitu lebih dari 20 persen hampir mencapai 40 persen. Ketiga bulan itu adalah bulan-bulan awal pandemik COVID-19 di Indonesia. 

Angka penurunan kunjungan pasien kanker ke rumah sakit dipengaruhi oleh banyak hal. Mulai dari ketakutan pasien tertular COVID-19, tidak adanya akses transportasi karena kebijakan karantina wilayah, pembatasan kunjungan pasien untuk mengurangi penyebaran virus, dan lain sebagainya. Ini memengaruhi perawatan pasien kanker.

Baca Juga: Kanker Lidah: Penyebab, Gejala, Tahapan, dan Penanganannya

3. COVID-19 juga mengubah cara pelayanan rumah sakit

New Normal, Same Cancer: 5 Isu Penanganan Kanker saat Pandemikfreepik.com/freepik

Demi mengatasi permasalahan ini, mau tidak mau rumah sakit harus beradaptasi. Sebagai contoh, birokrasi untuk melakukan check-up menjadi lebih panjang karena rumah sakit perlu melakukan skrining mendetail kepada pasien atau ada kewajiban untuk melakukan tes deteksi COVID-19. Semuanya demi mengurangi penyebaran infeksi.

“Malah pada awalnya rumah sakit tidak memiliki birokrasi terkait masalah ini. Namun, seiring berjalannya waktu, ada penambahan-penambahan upaya dan adaptasi,” komentar dr. Yusuf terkait adaptasi yang dilakukan rumah sakit.

Dalam beberapa hal, ini juga mengubah cara kerja rumah sakit. Disampaikan oleh Profesor Chng Wee Joo, rumah sakit saat ini, baik di negara mana pun di Asia, mulai banyak menerapkan sistem online dalam melakukan check-up.

Obat pun diupayakan untuk bisa dikirim ke rumah pasien agar tidak terjadi penumpukan pasien di rumah sakit yang meningkatkan risiko penularan.

“Ini membuat pasien tidak perlu datang lagi ke rumah sakit untuk pemeriksaan dan membeli obat,” ujarnya.

4. Walau sudah ada solusi, masih ada masalah-masalah yang perlu dicari jalan keluarnya, seperti pengobatan ke luar negeri

New Normal, Same Cancer: 5 Isu Penanganan Kanker saat Pandemiknytimes.com

Rumah sakit memang sudah melakukan upaya terbaik dalam melayani pasiennya. Akan tetapi, tetap saja ada masalah-masalah lain yang menghadang. Salah satunya adalah mengenai perawatan dan pengobatan ke luar negeri. Banyak pasien yang "menyeberang" ke negara lain untuk berobat. Permasalahan terjadi ketika pemerintah negara yang dituju menutup gerbangnya untuk kedatangan dari luar negeri. 

Dikatakan oleh dr. Yusuf, masalah ini sudah diantisipasi dengan cara tetap menerima pasien kanker yang berencana melakukan perawatan luar negeri di rumah sakit lokal. Namun, lebih dari itu, menurut dr. Yusuf, permasalahan utamanya terletak pada metode perawatannya.

“Ada beberapa terapi yang belum ada di Indonesia. Perawatan itu yang coba disesuaikan kembali dengan sang pasien,” terang dr. Yusuf lebih lanjut.

Dari Singapura, Dr. Wong Seng Weng menambahkan contoh masalah situasi perawatan kanker ke luar negeri, yaitu obat. Tidak semua obat ada di satu negara dan mau tidak mau, obat khusus tersebut harus dikirim ke luar negeri. Pengiriman inilah yang cukup menyulitkan lantaran birokrasi demi keamanan kesehatan.

“Sebelum COVID-19, kita bisa mengirimkan obat dalam ice box melalui perantara orang. Namun sekarang, karena tidak bisa melintasi perbatasan, maka pengiriman itu pun terhenti,” jelas Dr. Wong.

“Untungnya, sebagian besar hal itu sudah bisa ditangani mengingat adanya teknologi internet. Kami masih bisa melakukan edukasi dan melihat perkembangan pasien lewat video call," lanjutnya.

5. Tidak diketahui apakah lockdown memperparah kondisi pasien kanker

New Normal, Same Cancer: 5 Isu Penanganan Kanker saat Pandemikemag.medicalexpo.com

Isolasi yang diterapkan tiap pemerintah sedikit banyak memberikan dampak kepada kesehatan mental bagi tiap individu. Permasalahan dari ini adalah kesehatan mental punya asosiasi yang kuat dan berpengaruh besar kepada kesehatan fisik. Ada kekhawatiran kondisi pasien kanker bisa menjadi lebih parah karena tekanan mental akibat stres dari isolasi.

Menjawab hal ini, dr. Yusuf tidak bisa memberikan data objektif terkait hal ini, apakah memang benar kondisi pasien kanker menjadi lebih parah kala pandemik akibat kesehatan mental yang terganggu.

Namun dr. Yusuf menyetujui jika koneksi kuat ada pada kesehatan mental dan fisik menilik dari jurnal-jurnal kesehatan yang telah ada.

“Oleh karena itu, sangat penting menjaga kestabilan mental pasien kanker,” ia mengatakan.

Baca Juga: Kanker Usus Besar Bisa Menyerang Segala Usia, Kenali Gejalanya

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya