5 Fakta Menarik Prolonged Grief Disorder, Jarang yang Tahu!

Prolonged grief disorder berbeda dengan gangguan depresi

Prolonged grief disorder (PGD) atau gangguan kesedihan berkepanjangan adalah "pendatang baru" dalam psikopatologi. Menurut laporan dalam jurnal Comprehensive Psychiatry tahun 2020, PGD masuk ke dalam kategori ICD-11 (11th edition of the International Classification of Diseases) yang dikeluarkan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO), sebagai revisi dari klasifikasi penyakit internasional ke-10 (ICD-10).

Meski terbilang pendatang baru dalam psikopatologi, PGD telah banyak dikaji oleh ahli psikologi, mulai dari penyebab, gejala, hingga cara pemulihannya.

Selain sebagai pendatang baru, tampaknya PGD masih asing terdengar di telinga masyarakat luas sehingga sangat sedikit sekali fakta soal PGD yang diketahui masyarakat.

Lantas apa saja fakta menarik di balik gangguan psikologis yang masuk dalam kategori ICD-11? Yuk, simak penjelasannya!

1. Prolonged grief disorder memiliki tanda-tanda yang erat kaitannya dengan kesedihan akibat kehilangan

5 Fakta Menarik Prolonged Grief Disorder, Jarang yang Tahu!ilustrasi prolonged grief disorder (unsplash.com/Claudia Wolff)

Sebuah laporan yang diterbitkan dalam jurnal Psychopathology tahun 2020 menyebutkan bahwa PGD ditandai dengan kerinduan terhadap almarhum atau kepergian orang yang disayang, meratapinya, dan bahkan memiliki keasyikan terhadap hal yang berkaitan dengan kenangannya (seperti pakaian maupun peninggalan lainnya). Selain itu, PGD juga bisa diakibatkan oleh rasa sakit emosional penderita.

Rasa sakit emosional itu meliputi kesedihan, rasa bersalah, marah, menyalahkan, penolakan, dan perasaan bahwa hidup ini kosong atau hampa. Parahnya lagi, PGD yang diakibatkan oleh perasaan kehilangan bisa berdampak pada gangguan fungsional.

2. Jangka waktu seseorang bisa didiagnosis mengidap prolonged grief disorder adalah lebih dari enam bulan 

5 Fakta Menarik Prolonged Grief Disorder, Jarang yang Tahu!ilustrasi prolonged grief disorder (unsplash.com/Kat J)

Menurut laporan yang terbit dalam jurnal Psychopathology University of Zurich, untuk memenuhi diagnosis PGD, gejalanya harus berlangsung selama lebih dari 6 bulan dan tingkat keparahan serta durasi gejala kesedihan harus jelas melebihi norma sosial, budaya, dan agama yang diharapkan dari individu. Meski begitu, terkait durasi atau jangka waktu diagnosis, PGD masih menjadi perdebatan para ahli.

Berbasis pada the perspectives of healthcare professionals (HP), 6 bulan adalah waktu yang tepat untuk seseorang mendapatkan diagnosis PGD. Akan tetapi, ada sebagian juga yang merekomendasikan untuk mendiagnosisnya dalam rentang waktu 6-12 bulan.

Baca Juga: Prolonged Grief Disorder: Gejala, Penyebab, Penanganan

3. Tinjauan komperhensif mengenai prolonged grief disorder dinilai sangat penting menurut WHO 

5 Fakta Menarik Prolonged Grief Disorder, Jarang yang Tahu!ilustrasi prolonged grief disorder (unsplash.com/Ben Hershey)

Sebuah studi bertajuk "Prolonged grief disorder for ICD-11: the primacy of clinical utility and international applicability" dalam jurnal European Journal of Psychotraumatology tahun 2017 menjelaskan bahwa tujuan utama WHO adalah untuk memberikan layanan dan hasil kesehatan terbaik bagi setiap individu di seluruh dunia.

Topik kesedihan dan kehilangan sangat penting bagi WHO, karena ICD-11 digunakan serta dirujuk oleh banyak negara yang terkena dampak konflik, perang, dan tingkat kematian yang tinggi.

Hal ini jugalah yang melatarbelakangi WHO merevisi ICD-10 menjadi ICD-11. Revisi ini dinilai sebagai keseriusan para dokter terkait utilitas klinis, sebab kondisi ini akan berdampak pada kehidupan sehari-hari pasien maupun dokter dan arah kesehatan internasional.

4. Faktor prolonged grief disorder begitu heterogen dan luas 

5 Fakta Menarik Prolonged Grief Disorder, Jarang yang Tahu!ilustrasi prolonged grief disorder (unsplash.com/AH NP)

Penelitian dalam European Journal of Psychotraumatology tahun 2020 menjelaskan beberapa faktor risiko kesedihan berkepanjangan atau PGD. Faktor seseorang bisa terkena PGD meliputi:

  • Jenis kelamin perempuan
  • Tingkat pendidikan yang rendah
  • Hubungan dekat dengan almarhum
  • Kekerasan
  • Kejadian tak terduga
  • Kehilangan ganda (kehilangan orang-orang yang dicintai dalam satu waktu)
  • Psikopatologi komorbiditas.

Hal tersebut juga diperkuat oleh sebuah metaanalisis yang menemukan bahwa satu dari sepuluh orang yang berduka setelah kematian orang terdekat tanpa adanya kekerasan (baik dalam interaksi dengan mereka yang meninggal maupun dalam penyebab kematian orang tersebut) mengakibatkan PGD. Oleh sebab itulah WHO serius dalam menyikapi PGD.

5. Prolonged grief disorder berbeda dengan gangguan depresi

5 Fakta Menarik Prolonged Grief Disorder, Jarang yang Tahu!ilustrasi prolonged grief disorder (unsplash.com/Tom Pumford)

Menurut artikel ilmiah berjudul "What distinguishes prolonged grief disorder from depression?" dalam Journal of the Norwegian Medical Association tahun 2017, dalam depresi, pasien akan mengalami penurunan minat atau kemampuan untuk menikmati aktivitas sehari-hari akibat kepergian seseorang.

Sementara itu, orang yang mengidap PGD akan melibatkan keasyikan terus-menerus dengan almarhum untuk mencari pengalaman indrawi (dengan menggunakan pakaian almarhum untuk merasakan baunya atau mendengarkan suara orang yang meninggal di telepon genggam).

Pasien depresi akan sering mengungkapkan perasaan bersalah yang lebih umum, rasa tidak berharga, penghinaan diri, dan perasaan menjadi beban orang lain. Sementara itu, pasien PGD memiliki perasaan bersalah atas hal-hal yang telah mereka katakan, lakukan, atau gagal mereka lakukan kepada almarhum hingga pasien sering berandai-andai.

Pengidap PGD biasanya akan menghindari tempat, kegiatan, atau segala hal yang berkaitan dengan orang yang sudah tiada di hidupnya lagi. Beda halnya dengan pasien depresi yang akan menarik diri dari aktivitas sosial secara umum. 

Itulah fakta di balik gangguan kesedihan berkepanjangan atau prolonged grief disorder. Menarik bukan? Mungkin ada gangguan psikologis yang kita idap, tetapi kita tidak menyadarinya dan tidak tahu cara penanganannya hingga gangguan tersebut tak kunjung hilang dari diri kita. Bila kamu merasa ada masalah dengan kondisi mentalmu, jangan ragu untuk mengunjungi psikolog atau psikiater, ya.

Baca Juga: 7 Cara Menghadapi Kesedihan Setelah Kehilangan Orang Tercinta

Ahmad Rifai Yusuf Photo Verified Writer Ahmad Rifai Yusuf

Tajam menganalisa, senyap menulis, dan bergerak menyebar.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya