Ini 6 Hal yang Perlu Kamu Tahu seputar Plasma Konvalesen 

Mulai dari sejarah hingga efek samping

Pandemik COVID-19 sudah berlangsung selama setahun lebih. Selain sudah tersedianya vaksin, ada pula beberapa metode pengobatan yang dianggap berpotensi dalam penanganan pasien. Salah satunya adalah terapi plasma konvalesen.

Para peneliti menduga kuat bahwa terapi ini punya sejarah yang cukup panjang dalam mengatasi beberapa pandemi yang terjadi sebelum COVID-19. Berikut ini fakta-fakta tentang plasma konvalesen yang menarik untuk diketahui.

1. Definisi 

Ini 6 Hal yang Perlu Kamu Tahu seputar Plasma Konvalesen ilustrasi plasma konvalesen (cedars-sinai.org)

Melansir situs News Medical Life Sciences, plasma konvalesen adalah cara untuk menginduksi kekebalan pasif secara artifisial dengan mentransfer plasma darah dari orang yang sudah pernah sembuh dari suatu penyakit kepada pasien yang menderita penyakit yang sama.

Cara ini diharapkan dapat memberikan kekebalan kepada pasien penerima terhadap penyakit karena antibodi yang ada dalam plasma darah. Terapi plasma konvalesen adalah salah satu pengobatan yang diusulkan untuk COVID-19.

2. Sejarah

Ini 6 Hal yang Perlu Kamu Tahu seputar Plasma Konvalesen ilustrasi pandemi flu tahun 1918 (healthline.com)

Berdasarkan laporan berjudul "The true historical origin of convalescent plasma therapy" dalam jurnal Transfusion and Apheresis Science tahun 2020, penggunaan plasma konvalesen, strategi imunisasi pasif yang telah diterapkan dalam pencegahan dan pengobatan infeksi epidemi selama lebih dari 100 tahun, telah diusulkan dan dilakukan juga selama pandemi COVID-19. Umumnya penggunaan plasma konvalesen selama pandemi influenza A Spanyol / H1N1 (pandemi 1918-1920) telah dilaporkan sebagai aplikasi pertama.

Sebenarnya, uji coba plasma konvalesen pada pasien telah lama digunakan juga sebelum pandemi influenza Spanyol. Sebagai contoh, ini dicoba sebagai pengobatan medis untuk kelumpuhan akut pada wabah poliomielitis di New York tahun 1916.

Lagi, masih di tahun yang sama, terapi plasma konvalesen diterapkan untuk mengatasi epidemi campak di Tunisia.

Tahun 1915, terapi yang sama dilakukan untuk mengobati gondongan dan mencegah komplikasi testis.

Adapun tokoh pertama yang menguji coba plasma konvalesen sebagai alat terapi adalah Francesco Cenci. Sejatinya, ia adalah seorang dokter kesehatan masyarakat yang bekerja di sebuah kota kecil di Italia Tengah dekat Perugia. Tujuannya untuk melindungi anak-anak yang terkena infeksi campak. 

Baca Juga: Transfusi Plasma Darah, Efektifkah untuk Terapi Pasien COVID-19?

3. Prosedur pengumpulan darah

Ini 6 Hal yang Perlu Kamu Tahu seputar Plasma Konvalesen ilustrasi donor plasma konvalesen (nursingcenter.com)

Menurut keterangan dari American Society of Hematology terapi plasma konvalesen diperoleh dari orang yang pulih dari COVID-19 yang mendonorkan darahnya, kemudian dilakukan pengujian untuk mengetahui tingkat antibodi SARS-CoV-2 dan menandai penyakit menular standar sebelum melepaskan plasma untuk penggunaan klinis.

Beberapa tempat menggunakan ketersediaan skrining untuk tingkat antibodi SARS-CoV-2. Adapun alat yang digunakan adalah plasmaferesis. Alat ini sudah termasuk prosedur standar di mana plasma darah dipisahkan dari komponen darah yang lain dan diambil. Dengan kata lain, plasmaferesis digunakan untuk mengumpulkan plasma darah dalam jumlah besar.

Selain itu, ada tes klinis untuk mengukur tingkat antibodi yang bereaksi terhadap berbagai protein SARS-CoV-2 serta kadar/titer antibodi penetral dalam plasma darah. Dengan demikian dapat digunakan untuk memprediksi potensi unit plasma konvalesen. Setelah rangkaian pengujian, barulah plasma darah bisa ditransfusikan kepada pasien COVID-19.

4. Kriteria donor dan resipien

Ini 6 Hal yang Perlu Kamu Tahu seputar Plasma Konvalesen ilustrasi plasma konvalesen (jhsph.edu)

Menurut keterangan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA), darah dapat dikumpulkan dari individu yang memenuhi kriteria berikut:

  • Tes diagnostik (misalnya tes swab PCR) saat sakit atau dinyatakan positif tes serologi untuk antibodi SARS-CoV-2 setelah pemulihan, jika tes diagnostik sebelumnya tidak dilakukan salah satu dari dua keadaan. Pertama, gejala sembuh total setidaknya 28 hari sebelum donasi. Kedua, gejala sembuh total setidaknya 14 hari sebelum donor serta hasil negatif untuk COVID-19 dari satu atau lebih tes swab PCR atau dengan tes darah diagnostik
  • Dinyatakan negatif antibodi human leukocyte antigen (HLA).
  • Titer antibodi penetral SARS-CoV-2, jika tersedia. Titer antibodi penetral yang direkomendasikan minimal 1: 160. Titer 1:80 dapat dipertimbangkan jika unit alternatif yang cocok tidak tersedia

Darah yang didonorkan harus juga menjalani pengujian laboratorium rutin berupa:

  • Golongan darah: pengelompokan ABO dan rhesus D (RhD)
  • Tes skrining darah untuk HIV, HBV, HCV, sifilis, dan infeksi menular lokal lainnya

Sebagai resipien, perlu juga untuk memenuhi kriteria berikut:

  • Dinyatakan positif COVID-19
  • Memiliki gejala COVID-19 yang parah atau langsung mengancam jiwa (seperti sesak napas dengan frekuensi pernapasan ≥ 30/menit; saturasi oksigen ≤ 93 persen; rasio tekanan parsial oksigen arteri terhadap fraction of inspired oxygen <300; serta infiltrat paru > 50 persen dalam 24 hingga 48 jam
  • Memiliki gejala penyakit yang mengancam jiwa. Terdiri dari satu atau lebih dari gejala seperti kegagalan pernapasan; syok septik; serta disfungsi atau kegagalan multi organ

5. Hasil dan keamanan

Ini 6 Hal yang Perlu Kamu Tahu seputar Plasma Konvalesen ilustrasi plasma konvalesen (bmedicalsystems.com)

Berdasarkan penelitian oleh Division of Hematology-Medical Oncology, Universitas Gadjah Mada dan Siloam Hospitals Labuan Bajo tahun 2020, terapi plasma konvalesen pada pasien COVID-19 menunjukkan hasil yang menjanjikan karena dapat memperbaiki gejala-gejala klinis yang ada dan cukup aman untuk pasien COVID-19 berdasarkan berbagai penelitian.

Meskipun terlalu dini untuk yakin bahwa semua perbaikan terjadi hanya karena terapi plasma konvalesen, ada beberapa variabel yang masih perlu diteliti lebih lanjut, seperti kondisi klinis dasar yang beragam, adanya pengobatan lain yang diterima, penyakit penyerta, dan sebagainya. 

6. Efek samping

Ini 6 Hal yang Perlu Kamu Tahu seputar Plasma Konvalesen ilustrasi ruam kulit (healthline.com)

Dilansir Mayo Clinic, risiko tertular COVID-19 dari terapi plasma konvalesen belum diuji. Akan tetapi, para peneliti percaya bahwa peluang timbulnya efek samping tergolong rendah karena pendonor telah pulih sepenuhnya dari infeksi COVID-19.

Beberapa risiko yang bisa jadi timbul dari terapi plasma konvalesen, antara lain:

  • Reaksi alergi
  • Kerusakan paru-paru dan kesulitan bernapas
  • Infeksi seperti HIV dan hepatitis B dan C

Darah yang disumbangkan harus diuji keamanannya. Beberapa orang mungkin mengalami komplikasi ringan atau tidak sama sekali. Orang lain mungkin mengalami komplikasi yang parah atau mengancam jiwa.

Itulah fakta-fakta seputar terapi plasma konvalesen yang digunakan sebagai salah satu langkah pengobatan untuk pasien COVID-19. Bagaimanapun juga, mengambil tindakan pencegahan itu lebih baik daripada mengobati. Tetap jaga imun tubuh dengan disiplin menerapkan protokol kesehatan dan menjaga pola hidup tetap sehat.

Baca Juga: Apakah Donor Darah Diperbolehkan saat Puasa? Ini 7 Faktanya

bocah bandung99 Photo Verified Writer bocah bandung99

I will write an amazing researched article

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya