85 Persen Pasien Alzheimer Dunia Tak Dirawat, Apa Solusinya?

Di Indonesia, ada 1,2 juta pasien demensia.

Setiap 21 September, dunia memperingati Hari Alzheimer Sedunia. Pada 2022, Bulan Alzheimer Sedunia kali ini menandai 29 tahun perayaan Hari Alzheimer Sedunia dan 11 tahun Bulan Alzheimer Sedunia.

Tema yang dianut adalah "Mengenal Demensia, Mengenal Alzheimer" sebagai fokus ke diagnosis, gejala umum demensia, dan dampak COVID-19 terhadap komunitas demensia. Dengan rilisnya World Alzheimer's Report oleh Alzheimer's Disease International (ADI), apa yang menjadi fokus terhadap penyakit Alzheimer kali ini?

1. Apa itu World Alzheimer's Report?

85 Persen Pasien Alzheimer Dunia Tak Dirawat, Apa Solusinya?World Alzheimer's Report 2022 bertema Life after diagnosis: Navigating treatment, care, and support (Dok. Alzheimer's Disease International)

Dirilis pada Rabu (21/9), World Alzheimer's Report 2022 ditulis oleh ADI, federasi internasional dari 105 asosiasi demensia dan Alzheimer di seluruh dunia, dan McGill University. Tujuan laporan ini adalah untuk mendorong peningkatan perawatan, layanan, dan dukungan untuk orang dengan demensia (ODD).

Saat ini, Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) mencatat demensia sebagai invisible disability, dan perawatan pasca-diagnosis demensia serta Alzheimer harusnya diakui sebagai hak asasi manusia. PBB juga mendorong pemerintah dunia untuk mencantumkan perawatan pasca-diagnosis demensia dalam rencana strategis kesehatan nasional. 

Lewat World Alzheimer's Report 2022, para ahli demensia dan Alzheimer dunia mengimbang masyarakat dan seluruh pemangku kepentingan negara dunia untuk mengakui perawatan pasca-diagnosis, pengobatan, dan dukungan lainnya untuk ODD sebagai hak asasi manusia.

2. Masih banyak ODD yang dipaksa pasrah pasca-diagnosis

Tema World Alzheimer's Report 2022 adalah Life after diagnosis: Navigating treatment, care, and support. Dari 55 juta ODD di dunia saat ini, sebanyak 85 persen menyebutkan bahwa mereka tak menerima perawatan pasca-diagnosis. Dengan prakiraan jumlah ODD mencapai 139 juta pada 2050, ini adalah kondisi darurat untuk populasi dunia.

Di negara berpendapatan rendah, sebanyak 45 persen pasien Alzheimer tidak ditawarkan dukungan, berbeda dari negara berpendapatan tinggi di 37 persen. Menurut kisah dari para perawat ODD, sebanyak 62 persen pasien Alzheimer di negara berpendapatan rendah tak ditawarkan dukungan pasca-diagnosis.

Selain itu, sebanyak 64 persen responden yang terdiagnosis demensia menjawab bahwa mereka tak memiliki rencana perawatan personal. Rencana ini memaparkan program perawatan seiring perkembangan kondisi demensia dan Alzheimer.

"Mengapa ketika orang menerima diagnosis demensia, mereka sering tidak ditawari pengobatan atau perawatan? Berulang kali, mereka hanya diminta untuk bersiap-siap untuk menyongsong akhir hidupnya,” kata CEO ADI, Paola Barbarino.

85 Persen Pasien Alzheimer Dunia Tak Dirawat, Apa Solusinya?ilustrasi demensia (pexels.com/Kindel Media)

Dalam laporan tersebut, ADI mencatat bahwa 75 persen ODD di seluruh dunia tidak mendapatkan diagnosis yang layak. Angka tersebut bisa naik hingga 90 persen di negara berpendapatan menengah ke bawah.

Masalah diagnosis ini makin memberatkan dilema pasca-diagnosis. Hal ini makin nyata terutama jika sistem yang seharusnya mendukung ODD justru membingungkan, tidak memadai, atau bahkan tidak tersedia di negara-negara tempat tinggal ODD.

“Oleh karena itu, peningkatan tingkat diagnosis dan perawatan pasca-diagnosis demensia harus diakui sebagai hak asasi manusia,” Paola menekankan.

Jadi apa yang harus dilakukan? ADI mencatat bahwa perawatan, pengobatan, dan dukungan pasca-diagnosis demensia berarti intervensi untuk meningkatkan kualitas hidup ODD. Ini berarti:

  • Perawatan farmakologis dan non-farmakologis.
  • Akses ke perawatan kesehatan.
  • Dukungan aktivitas sehari-hari.
  • Akses ke perawatan kesehatan.
  • Dukungan untuk kehidupan sehari-hari.
  • Adaptasi di rumah.
  • Inklusi sosial.
  • Kesempatan untuk rehat secara optimal.

Baca Juga: 21 September Hari Alzheimer Sedunia: Sejarah dan Pengertian

3. Tekanan COVID-19 dan demensia di Indonesia

Di tengah pandemik COVID-19 ini, sistem perawatan kesehatan global makin tertekan. Akibatnya, hal ini juga memperburuk kemampuan tenaga kesehatan dalam menyediakan perawatan dan dukungan pasca-diagnosis yang layak untuk ODD.

Direktur Eksekutif Yayasan Alzheimer Indonesia (ALZI), Michael Dirk Roelof Maitimoe, mengatakan bahwa dukungan pasca-diagnosis masih jadi tugas besar untuk pemerintah, nakes, dan masyarakat Indonesia. Masih minim pengetahuan, keahlian, dan layanan kesehatan demensia (Puskesmas sampai rumah sakit), terutama di daerah terpencil.

"Tidak hanya itu, sebagai dampak dari COVID-19, akses kesehatan bagi lansia, khususnya demensia menjadi kurang mendapat dukungan layanan kesehatan yang optimal,” kata Michael.

Dalam kesempatan ini, Michael memperingatkan bahwa pada 2021, pertumbuhan jumlah lansia di Tanah Air mencapai 29 juta, dan pada 2016 silam, jumlah pasien ODD mencapai 1,2 juta. Angka ini diperkirakan jadi 4 juta pada 2050, sehingga layanan pasca-diagnosis harusnya menjadi prioritas.

4. Tekanan dirasakan perawat ODD

85 Persen Pasien Alzheimer Dunia Tak Dirawat, Apa Solusinya?Ilustrasi perawat ODD dan pasien Alzheimer yang depresi (pexels.com/Liza Summer)

“Secara global, para tenaga kesehatan tidak memiliki pengetahuan yang mendalam mengenai demensia. Hal ini berdampak pada kekurangan sumber daya untuk memberikan perawatan pasca-diagnosis yang memadai bagi ODD,” kata Paola.

Selain ODD dan pasien Alzheimer, Paola juga bersimpati dengan tekanan yang dirasakan oleh para perawat. Bersaksi di World Alzheimer's Report 2022, stres adalah faktor risiko yang menghalangi para perawat ODD dan pasien Alzheimer. Dalam laporan tersebut, terlihat bahwa:

  • 54 persen perawat sering atau selalu merasa stres.
  • 39 persen perawat terkadang merasa stres.
  • 8 persen perawat jarang atau tidak pernah merasa stres

Sebanyak 49 persen perawat profesional berbayar juga terkadang merasa stres, sementara 37 persen merasakan stres setiap waktu. Akibatnya, seperempat perawat mengatakan bahwa stres ini berdampak terhadap kemampuan mereka merawat ODD dan pasien.

Selain itu, saat ditanya mengenai jumlah waktu yang diluangkan dengan pasien, sekitar 59 persen perawat profesional berbayar mengatakan bahwa waktu yang diberikan tidak cukup. Nahasnya, sekitar 47 persen perawat profesional berbayar bersaksi mereka tak dibayar sesuai dengan layanan yang diberikan.

“Maka, peran pemerintah makin penting dalam menopang sistem perawatan kesehatan, sehingga para tenaga kesehatan dapat memberikan perawatan berkualitas yang sangat dibutuhkan oleh ODD,” imbuh Paola.

5. Peran ALZI di Indonesia dan ADI untuk dunia

Demensia memang belum memiliki obat hingga saat ini. Akan tetapi, Paola menjamin bahwa jika perawatan, pengobatan, dan dukungan pasca-diagnosis diberikan secara tepat, maka kualitas hidup ODD bisa meningkat secara signifikan.

"Hal ini juga memungkinkan banyak ODD untuk menjadi mandiri dan tidak membebani caregiver dan keluarga," lanjut Paola.

Michael menjelaskan bahwa visi ALZI adalah untuk meningkatkan kualitas hidup ODD dan perawatnya. Hal ini dicapai dengan dukungan komunitas, edukasi dan sosialisasi, pelatihan, serta layanan Konsultasi Navigasi Perawatan ALZI (NARAZI) yang difasilitasi oleh Care Navigators ALZI.

"..., harapannya dapat mendukung perjalanan perawatan demensia baik ODD dan keluarga di Indonesia,” tambah Michael.

85 Persen Pasien Alzheimer Dunia Tak Dirawat, Apa Solusinya?ilustrasi pasien Alzheimer (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Bagaimana dengan pemerintah Indonesia? ADI dan ALZI mendorong pemerintah agar berkomitmen dalam memunculkan navigator terlatih agar bisa jadi "jembatan" untuk ODD. Dengan begitu, ODD bisa terhubung sehingga lebih mudah mencari dukungan dan layanan vital sesuai kebutuhan mereka.

Hal ini disetujui juga oleh Paola. Baginya, adanya navigator bisa menjadi titik kontak bagi ODD dan kunci penting dalam membantu mengarahkan perjalanan panjang ODD menuju kualitas hidup yang lebih baik.

“Kualitas hidup ODD akan meningkat pesat jika mereka memiliki akses yang jelas ke sumber daya kesehatan, perawatan, informasi, saran, dukungan, dan berbagai cara untuk beradaptasi dengan demensia,” pungkas Paola.

Baca Juga: Mirip, Ini Perbedaan Demensia dan Penyakit Alzheimer 

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya