Studi: Omicron Sama Parahnya dengan Varian COVID-19 Lain

Jangan remehkan dampak keparahan varian Omicron, ya

Sejak kemunculannya sebagai variant of concern (VOC) di Afrika bagian selatan pada penghujung November 2021 silam, varian B.1.1.529 (Omicron) disebut-sebut lebih menular tetapi dampaknya kurang parah dibanding varian-varian lainnya.

Nyatanya, studi skala besar terbaru menyatakan sebaliknya, bahwa varian Omicron sama bahayanya dengan varian COVID-19 lainnya. Mari simak fakta selengkapnya berikut ini!

1. Studi libatkan ratusan ribu pasien COVID-19

Studi: Omicron Sama Parahnya dengan Varian COVID-19 LainSeorang pasien COVID-19 meletakkan kedua tangan di kepalanya. (ANTARA FOTO/REUTERS/Baz Ratner)

Dimuat dalam jurnal Research Square pada 2 Mei 2022 kemarin, para peneliti Amerika Serikat (AS) dari Harvard Medical SchoolMinerva University, dan Massachusetts General Hospital ingin menguji klaim bahwa Omicron tak lebih berbahaya dibanding VOC COVID-19 lainnya.

Studi bertajuk "SARS-CoV-2 Omicron Variant is as Deadly as Previous Waves After Adjusting for Vaccinations, Demographics, and Comorbidities" ini melibatkan sekitar 13 rumah sakit di negara bagian Massachusetts. Lebih dari 130.000 partisipan yang merupakan pasien COVID-19 ikut terlibat dalam penelitian ini.

Disclaimer: Studi ini masih berupa pracetak, dan tengah menjalani ulasan sejawat (peer review). Oleh karena itu, hasil studi ini bisa berubah sewaktu-waktu dan belum bisa dijadikan acuan medis absolut.

Baca Juga: Perbedaan Gejala Varian Omicron pada yang Sudah dan Belum Divaksinasi

2. Hasil: Keparahan Omicron tetap tinggi, tak kalah dari VOC sebelumnya

Para peneliti mencatat bahwa memang, jika dibandingkan dengan VOC COVID-19 sebelumnya, tingkat rawat inap dan kematian pada gelombang COVID-19 Omicron masih lebih rendah.

Lalu, penelitian yang sedang diulas dalam Nature Portfolio ini menyesuaikan faktor-faktor lain seperti demografis dan status vaksinasi para pasien. Hasilnya, para peneliti AS menemukan bahwa Omicron tidak bisa dianggap remeh.

"Setelah menyesuaikan faktor-faktor lain..., kami menemukan bahwa risiko rawat inap dan kematian hampir sama dengan periode-periode sebelumnya," tulis para peneliti.

3. Kekurangan studi ini

Associate Professor and Chief of the Section of Administration in the Department of Emergency Medicine dari Yale University, Arjun Venkatesh, MD, MBA, MHS., memuji studi pracetak ini.

"Tidak hanya melihat jumlah kematian dan rawat inap seperti studi terdahulu, studi ini melibatkan status vaksinasi dan faktor medis pasien, sekaligus membandingkannya dengan kelompok orang yang serupa," ujar Dr. Arjun yang tak terlibat dalam penelitian tersebut, dilansir Reuters.

Meski begitu, ada beberapa kekurangan studi ini. Pertama, studi ini masih menjalani peer review. Karena mengesampingkan pasien yang menjalani rapid test di rumah, para peneliti mencatat bahwa analisis studi bisa salah menghitung jumlah pasien yang sudah divaksinasi pada gelombang COVID-19 Omicron dan total infeksi keseluruhan.

Selain itu, studi ini tak memperhitungkan perawatan yang diterima pasien, seperti terapi antibodi monoklonal dan antivirus, yang bisa mengurangi risiko rawat inap dan memengaruhi hasil penelitian.

Studi: Omicron Sama Parahnya dengan Varian COVID-19 Lainilustrasi vaksin COVID-19 (IDN Times/Aditya Pratama)

Salah satu halangan yang dihadapi dunia dalam mengendalikan COVID-19 adalah banyaknya orang yang tak mau divaksinasi COVID-19. Saat Omicron mulai beredar di dunia, orang-orang merasa sedikit lega hingga jemawa karena gejalanya yang disebut-sebut tidak separah VOC COVID-19 lainnya, sehingga tidak merasa perlu divaksinasi.

Jika lulus peer review, studi ini bisa membuktikan bahwa Omicron tidak bisa diremehkan dan harus diwaspadai seperti varian-varian COVID-19 sebelumnya. Salah satunya adalah dengan cara memperluas cakupan vaksinasi COVID-19 sekaligus vaksinasi lanjutannya atau booster.

Baca Juga: 22 Gejala Long COVID setelah Sembuh dari Omicron, Hati-hati!

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya