Studi: Paxlovid Masih Ampuh Lawan COVID-19 Varian Baru

Apakah masih efektif untuk varian-varian yang ada sekarang?

Selain vaksin, obat untuk COVID-19 juga telah tersedia. Salah satu antivirus tersebut adalah Paxlovid (nirmatrelvir/ritonavir) buatan Pfizer. Diizinkan untuk digunakan oleh BPOM RI pada Juli 2022, nirmatrelvir memerangi SARS-CoV-2, sementara ritonavir menahan proses metabolisme nirmatrelvir sehingga memperkuat efeknya.

Dengan perkembangan SARS-CoV-2, terutama varian B.1.1.529 (Omicron) dan subvariannya, bukan hanya lebih mahir menghindari antibodi, tetapi virus ini juga bisa mengelak terapi penyembuhan COVID-19. Jadi, apakah Paxlovid masih bisa memerangi varian-varian SARS-CoV-2?

Terbukti oleh penelitian terbaru

Studi: Paxlovid Masih Ampuh Lawan COVID-19 Varian BaruPfizer siapkan Paxlovid, obat oral antivirus untuk COVID-19. (wsj.com)

Dimuat dalam jurnal Annals of Internal Medicine edisi Januari 2023, para peneliti Amerika Serikat (AS) mencari tahu apakah Paxlovid mengurangi tingkat rawat inap dan/atau mortalitas terhadap pasien COVID-19 yang terjangkit varian Omicron (1 Januari–17 Juli 2022).

Penelitian ini melibatkan 44.551 pasien COVID-19 berusia 50 tahun ke atas. Mereka sudah mendapatkan vaksinasi COVID-19 lebih dari tiga dosis dan tak memiliki kontraindikasi terhadap Paxlovid. Para partisipan terbagi menjadi dua kelompok:

  • Sebanyak 12.541 pasien diberikan Paxlovid.
  • Sebanyak 32.010 pasien tidak diberikan Paxlovid.

Hasilnya, para peneliti mencatat bahwa dari 32.010 pasien yang tidak diberikan Paxlovid, sebanyak 310 pasien meninggal dunia atau dirawat inap, dibanding 69 pasien wafat atau dirawat inap dalam kelompok Paxlovid. Oleh sebab itu, para peneliti menyimpulkan bahwa Paxlovid menekan risiko rawat inap dan kematian.

Baca Juga: Corona Meroket, BPOM Terbitkan Izin Obat COVID-19 Baru Paxlovid 

Paxlovid menghentikan laju SARS-CoV-2

Sayangnya, penelitian terbaru ini tidak meneliti Paxlovid terhadap subvarian Omicron yang sedang bersirkulasi saat ini, terutama XBB 1.5. Namun, penelitian ini membuktikan bahwa Paxlovid masih ampuh melawan Omicron dan subvariannya. Mengapa Paxlovid masih ampuh?

Mutasi SARS-CoV-2 biasanya terjadi di protein spike virus. Vaksin dan antibodi monoklonal juga menyasar protein spike SARS-CoV-2 agar tidak menginfeksi sel manusia. Meski begitu, seiring mutasinya, protein spike SARS-CoV-2 bermutasi sehingga bisa menginfeksi lebih banyak manusia.

Paxlovid menyasar protease SARS-CoV-2. Dengan begitu, Paxlovid menghentikan replikasi SARS-CoV-2. Berbeda dengan protein spike, protease SARS-CoV-2 tidak bermutasi. Ada kemungkinan protease SARS-CoV-2 bermutasi, tetapi virus tersebut juga mengalami kekurangan (seperti menjadi kurang menular).

Rebound setelah Paxlovid bukanlah alasan

Salah satu peneliti dari Brigham and Women's Hospital dan Harvard T.H. Chan School of Public Health, Scott Dryden-Peterson, MD, MSc, menjelaskan bahwa terlihat mutasi di area SARS-CoV-2 yang "tidak disasar Paxlovid", kecuali protease. Jadi, Paxlovid masih andal dalam memerangi COVID-19.

Meski begitu, Dryden-Peterson menyayangkan masih banyak pasien yang tidak memanfaatkan Paxlovid. Hal ini didukung oleh data yang dimuat Nature. Sejak diberikan izin penggunaan darurat (EUA) pada Desember 2021 silam, dari 10 juta Paxlovid yang ada di AS, hanya 6,7 juta yang terpakai.

Salah satu yang membuat orang ragu adalah misinformasi tentang Paxlovid, seperti kasus rebound COVID-9 setelah Paxlovid. Sempat terjadi pada kasus COVID-19 Presiden ke-46 AS, Joe Biden, rebound ini berarti kambuhnya gejala COVID-19 setelah menyelesaikan terapi Paxlovid.

Sebenarnya, rebound COVID-19 terjadi di kalangan pasien COVID-19 yang tidak menerima Paxlovid. Meskipun penelitian awal menunjukkan bahwa Paxlovid memicu rebound virus (5 persen) dan gejala (12 persen), kejadian rebound tersebut juga terjadi pada pasien COVID-19 yang tidak menjalani terapi sama sekali.

Studi: Paxlovid Masih Ampuh Lawan COVID-19 Varian Baruilustrasi tes COVID-19 (unsplash.com/Mufid Majnun)

Untuk pasien COVID-19 yang berisiko tinggi mengalami gejala parah, Dryden-Peterson menekankan untuk menerima Paxlovid. Bahkan, risiko rebound seharusnya bukanlah sebuah ancaman.

"Meski tidak nyaman, rebound [setelah Paxlovid] tetap ringan. Untuk kebanyakan orang, [efek] ini sepadan [dengan manfaatnya] karena Paxlovid secara drastis mengurangi keparahan COVID-19," tutur Dryden-Peterson, dilansir Health

Selain Paxlovid, Dryden-Peterson juga menekankan satu hal yang penting dalam penanganan COVID-19, yaitu deteksi dini.

Tidak hanya untuk pemberian Paxlovid yang tepat dan efektif, deteksi dini juga untuk menghindari potensi rawat inap dan kematian. Masalahnya, hanya 40 persen pasien COVID-19 dalam studi Dryden-Peterson yang tahu kondisinya sebelum ke rumah sakit.

"Kebanyakan orang yang dirawat akibat COVID-19 bahkan tidak tahu sebelum terjangkit gejala serius," tambah Dryden-Peterson.

Dengan beredarnya alat tes COVID-19 mandiri, Dryden-Peterson menyarankan untuk menguji diri sendiri di rumah jika merasakan gejala-gejala umum COVID-19. Selain melindungi diri, langkah ini juga bisa melindungi orang-orang sekitar kita, terutama yang berisiko tinggi mengalami komplikasi dan kematian akibat COVID-19.

Baca Juga: Apa Itu COVID-19 Rebound? Ini Penjelasannya

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya