Penyakit Jantung di Usia Muda Makin Marak? Ini Faktanya!

Gangguan kelistrikan jantung adalah yang paling sering

Bukan rahasia kalau masalah pada jantung bisa memperpendek usia. Di Indonesia, Global Burden of Disease dan Institute for Health Metrics and Evaluation pada 2014–2019 mencatat penyakit jantung menjadi penyebab kematian tertinggi.

Tidak hanya usia lanjut, usia muda yang sering dianggap lebih sehat pun bisa terkena. Salah satu kasus terkenal adalah saat pemain Denmark, Christian Eriksen, tiba-tiba kolaps akibat henti jantung (cardiac arrest) saat membela negaranya pada 2021. Jadi, apa yang harus dilakukan oleh kita yang masih berusia muda untuk memelihara kesehatan jantung?

Apa itu penyakit jantung?

Dalam HealthTalk bersama IDN Times pada 20 Januari 2023, dokter spesialis jantung sekaligus konsultan elektrofisiologi serta aritmia di Mandaya Royal Hospital Puri, dr. Dony Yugo Hermanto, SpJP(K), FIHA., menjelaskan mengapa masalah jantung penting untuk diperhatikan bagi segala usia.

Untuk memompa darah, jantung memiliki otot dan katup sendiri. Selain itu, ada pembuluh darah koroner dan sistem kelistrikan yang terus menggerakkan jantung.

"Kalau ada masalah di antara komponen-komponen tersebut, berarti ada masalah di jantung ... Permasalahan jantung secara garis besar seperti itu," kata dr. Dony.

Penyakit Jantung di Usia Muda Makin Marak? Ini Faktanya!ilustrasi jantung (healthline.com)

Masalah jantung yang paling umum adalah serangan jantung dan henti jantung mendadak. Tidak sama, serangan jantung terjadi saat pembuluh darah koroner mengalami sumbatan. Akibatnya, jantung tidak mendapatkan asupan dan ototnya mengalami kematian.

"Kalau henti jantung itu apa? Jantung yang tadinya berdenyut tiba-tiba berhenti. Jadinya, pasiennya meninggal mendadak. Itu yang kita namakan henti jantung," ucap dr. Dony.

Selain itu, penyakit jantung lain seperti kelainan katup jantung hingga penyakit bawaan pun tidak kalah berbahaya. Akan tetapi, menurutnya kasus meninggal dunia mendadak paling sering disebabkan oleh henti jantung.

"Semua yang meninggal pasti melewati henti jantung. Sangat harus waspada. Serangan jantung juga bisa menyebabkan gagal jantung sehingga fungsi pompa jantung jadi lemah, sehingga fungsi tubuh jadi tidak optimal," katanya lagi.

Faktor risiko gangguan jantung

Saat membahas penyakit jantung koroner, dr. Dony langsung menekankan bahwa gaya hidup adalah faktor risiko utama. Selain riwayat jantung koroner, hipertensi, dan diabetes, merokok dan koleserol jadi sorotan.

"Penyakit jantung tidak terjadi seketika, melainkan akumulasi dari kelainan tadi yang sudah bertahun-tahun. Plak menumpuk lalu pecah, sehingga menjadi penyakit jantung koroner," papar dr. Dony.

Berbicara soal gangguan kelistrikan jantung, tidak ada faktor risiko spesifik karena sebagian besar adalah kongenital. Sementara faktor lingkungan belum ada studi konkretnya, dr. Dony menekankan bahwa asap rokok meningkatkan penyakit jantung koroner selain penyakit kronis lainnya.

"Kalau asap rokok bisa, mungkin asap lain [seperti dari kendaraan] bisa, tetapi paparannya tidak seintens asap rokok ... Asap rokok bersifat oksidatif, sehingga membuat dinding-dinding pembuluh darah rusak dan terbentuk plak," ia mengatakan.

Selain itu, diabetes juga umum menyebabkan penyakit jantung. Ini karena kondisi tersebut bisa menyebabkan plak di pembuluh darah dan menyumbat aliran darah ke berbagai organ, termasuk jantung.

"Oleh karena itu, ini amat perlu diperhatikan, terutama bagi mereka yang memiliki faktor keturunan diabetes," imbuh dr. Dony.

Penyakit jantung pada usia muda, mungkinkah?

Penyakit Jantung di Usia Muda Makin Marak? Ini Faktanya!Ilustrasi menyentuh jantung (unsplash.com/Giulia Bertelli)

Pada usia muda, dr. Dony mengatakan bahwa gangguan kelistrikan jantung adalah yang paling sering. Sementara gangguan kelistrikan jantung lebih umum di usia di bawah 35 tahun, ia mengatakan bahwa penyakit jantung koroner lebih banyak di atas usia 40 tahun.

Saat ditanya mengenai tren gangguan jantung pada usia muda, dr. Dony menjelaskan bahwa sistem skrining yang lebih baik membuat medical check-up jadi meningkat. Meski begitu, angka sebenarnya tidak jauh berubah, terutama untuk jantung koroner.

"Lalu, kalau kita melihat sekarang, media sosial mengekspos semua sehingga membuat kita merasa ini lebih sering," ucapnya.

Sementara ada beberapa pasien muda, dr. Dony mengatakan bahwa umumnya di bawah 35 tahun, henti jantung mendadak disebabkan oleh masalah kelistrikan jantung yang sebenarnya sudah diketahui sejak lahir. Jika sudah di atas 35 tahun, maka penyakit jantung koroner makin mungkin karena usia dan kondisi penyerta lain.

“Namun, jangan jadi tidak waspada. Usia 35 harus mulai medical check-up tiap tahun. Setidaknya agar tahu kolesterol dan kadar gula. Kolesterol dan gula awal-awalnya gak ada gejala ... Kalau tunggu keluhan, bisa-bisa sudah terlambat.” 

Baca Juga: Kapan Detak Jantung Dikatakan Berbahaya?

Gejala umum gangguan jantung

Gejala umum gangguan jantung tergantung dari penyakitnya. Kalau berhenti jantung mendadak pada usia muda, gejala yang paling umum terlihat adalah pingsan tanpa sebab dan jantung berdebar.

“Kita tidak bisa prediksi ... Kita harus benar-benar waspada dengan gejala pingsan dan jantung berdebar.”

Gejala lain yang sering terjadi adalah nyeri dada dan sesak napas, terutama saat beraktivitas. Dokter Dony membantah anggapan bahwa tangan yang sering berkeringat adalah tanda penyakit jantung.

Untuk gejala fisik, kaki bengkak akibat penumpukan cairan (edema) adalah gejala yang bisa terlihat jelas. Kalau fungsi jantung lemah, tekanan dalam jantung tinggi dan merambat ke organ bawah sehingga tekanan pembuluh darah di kaki ikut tinggi.

"Jadi, tekanan pembuluh darah di kaki tinggi, sehingga cairannya keluar ke jaringan kaki dan bengkak," kata dr. Dony.

Bagaimana dengan sesak napas? Saat daya pompa jantung memburuk, dr. Dony menjelaskan paru-paru dibanjiri cairan karena tekanan tinggi di pembuluh darah yang menyebabkan darah yang dipompa jantung sedikit hingga terakumulasi.

“Seperti balon, kalau tekanan tinggi kan bisa pecah. Itu analoginya,” imbuhnya.

Penyakit Jantung di Usia Muda Makin Marak? Ini Faktanya!ilustrasi smartwatch (pexels.com/Artem Podrez)

Mengecek denyut nadi mudah dilakukan. Salah satunya dari pergelangan tangan, di bawah jempol. Detak jantung normal adalah 60 sampai 100 beat per minute (bpm). 

Dengan perkembangan teknologi masa kini, deteksi irama jantung makin mudah. Selain smartwatch, alat cek saturasi darah (SpO2) atau oksimeter memiliki fitur deteksi denyut nadi yang sesudah pemindaian bisa memberi tahu pengguna apakah laju detak jantungnya normal atau ada gangguan.

Smartwatch zaman sekarang udah punya algoritma untuk menentukan kenormalan detak jantung. Jadi, kita bisa gunakan teknologi masa kini,” ujar dr. Dony.

Meski begitu, ia meluruskan bahwa di atas 100 bpm bukan berarti tidak normal. Saat berolahraga atau merasa takut, jantung berdebar lebih kencang dan ini normal. Yang perlu dikhawatirkan adalah jika tidak melakukan apa-apa dan jantung berdebar lebih dari 150 bpm.

Pertolongan untuk gangguan jantung

Pertolongan pertama penting untuk memastikan keselamatan pasien jantung. Jika gejala nyeri dada atau jantung berdebar dan pingsan terjadi, harus segera ke rumah sakit agar bisa mendapatkan pertolongan pertama, baru dirujuk ke rumah sakit dengan dokter spesialis jantung.

Jika bisa, dr. Dony juga menyarankan resusitasi jantung paru (CPR). Tidak tahu teknik seharusnya bukan menjadi alasan karena pelatihan CPR sudah tersedia luas, baik secara langsung maupun di internet. Menurutnya, pelatihan ini amat penting terutama bila kita memilki kenalan atau anggota keluarga yang berisiko tinggi.

Penyakit jantung berarti kontrol rutin dan konsumsi obat terus-menerus agar tidak terjadi sumbatan berulang. Membicarakan efeknya untuk ginjal, dr. Dony mengatakan bahwa dokter akan mempertimbangkan risiko dan manfaatnya, sehingga jika berbahaya tidak diberikan.

"Jangan mengatur [obat] sendiri, harus konsultasi. Ini dibarengi dengan peningkatan gaya hidup," ia menekankan.

Dokter Dony juga menyorot misinformasi mengenai adanya obat atau cairan yang bisa membersihkan plak di pembuluh darah koroner. Bukan hanya tidak ada penelitiannya, plak sebenarnya tidak bisa dibalikkan, melainkan harus dijaga agar tidak pecah. Jika kurang dari 70 persen, ia mengatakan bahwa seharusnya tak ada gejala.

Kalau menimbulkan sumbatan [90 persen] dan menyebabkan gangguan cairan yang berbahaya, maka harus dihancurkan dengan percutaneous coronary intervention (PCI) dengan [pasang] ring atau balon," jelasnya.

Mencegah gangguan jantung sedari dini

Penyakit Jantung di Usia Muda Makin Marak? Ini Faktanya!ilustrasi medical check-up (pexels.com/Gustavo Fring)

Sementara faktor turunan tidak bisa diubah, gaya hidup bisa dikelola. Kurangi makanan berlemak dan gorengan serta mulai rutin berolahraga. Jika sering dengar seseorang meninggal saat berolahraga, ini tidak perlu ditakutkan karena yang menyebabkan hal tersebut adalah komorbiditasnya.

"Bukan berarti tidak boleh, tetapi dibatasi [seperti udang, cumi, kulit ayam, sampai kepiting]. Tetap cek kolesterolnya. Untuk aktivitas, minimal 3–5 kali seminggu cukup 30 menit," kata dr. Dony.

Lalu, jangan anggap remeh keluhan jantung berdebar, pingsan, nyeri dada, hingga sesak napas. Jika ini terjadi, harus segera diperiksakan. Oleh karena itu, mulai dari 35 tahun, medical check-up harus rutin (setidaknya satu tahun sekali). Ia mengingatkan juga untuk tidak percaya hoaks atau misinformasi medis yang beredar dan tetap konsultasi ke dokter.

Untuk pola makan, konsumsi serat amat penting, terutama ikan laut. Jika dimakan dengan cara yang benar (tidak digoreng) dua kali seminggu, ikan laut bermanfaat untuk menurunkan kolesterol. Ini karena ikan laut mengandung asam lemak omega-3 dan protein yang berkhasiat.

“Gaya hidup sehat, olahraga, dan medical check-up rutin, that’s the key,” ia berpesan.

Baca Juga: Apa yang Terjadi pada Tubuh saat Jantung Berhenti Berdetak?

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya