Setelah 16 Tahun, WHO Rilis Pedoman Kualitas Udara Baru

Lebih diperketat demi jaga paru-paru!

Pada 22 September lalu, Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengabarkan telah memperbarui pedoman kualitas udara global (Global Air Quality Guideline). Pembaruan dari WHO ini dilakukan 16 tahun setelah dirilisnya pedoman kualitas udara global pada 2005 silam.

WHO menyebut bahwa pembaruan pedoman kualitas udara global ini mengikuti temuan bahwa kualitas udara dapat memengaruhi kesehatan manusia, bahkan pada konsentrasi yang lebih rendah dari yang sebelumnya diperkirakan. Apa saja yang berubah? Mari simak faktanya berikut ini!

1. Ganasnya polusi udara pada manusia

Setelah 16 Tahun, WHO Rilis Pedoman Kualitas Udara BaruSeorang laki-laki memakai masker untuk mencegah polusi udara. (freepik.com/jcomp)

WHO memaparkan pada 2018 bahwa paparan polusi udara, baik dalam maupun luar ruangan, menyebabkan sekitar 7 juta kematian dini per tahun dan menurunkan angka harapan hidup manusia hingga jutaan tahun. Bukan hanya itu, paparan polusi udara juga memengaruhi masyarakat dari berbagai kelompok usia.

Pada anak-anak, polusi udara dapat menghambat pertumbuhan dan fungsi paru-paru dan memperburuk gangguan pernapasan. Pada orang dewasa, penyakit mematikan seperti penyakit jantung iskemik, stroke, diabetes, dan gangguan neurodegeneratif juga disebabkan oleh paparan polusi udara di luar ruangan.

2. Ketimpangan pada tingkat kualitas udara

Setelah 16 Tahun, WHO Rilis Pedoman Kualitas Udara Baruilustrasi polusi udara yang pekat (samaa.tv)

"Polusi udara adalah ancaman kesehatan global, tetapi paling parah terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah," kata Direktur Jenderal WHO, Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus.

Negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah paling parah terkena polusi udara karena urbanisasi skala besar dan pembangunan ekonomi yang lebih bergantung pada bahan bakar fosil.

Pada 2019, WHO mencatat bahwa lebih dari 90 persen populasi global tinggal di daerah dengan konsentrasi polusi udara lebih dari pedomannya pada 2005. Akibatnya, hilangnya angka harapan hidup hingga ratusan juta tahun terlihat di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.

Semakin besar paparannya, maka semakin besar dampaknya terhadap kesehatan, terutama pada individu dengan gangguan kesehatan kronis (asma, penyakit paru obstruktif kronis/PPOK, penyakit jantung), orang tua, anak-anak, dan ibu hamil. Selain itu, polusi udara juga ditemukan dapat memicu risiko depresi.

Baca Juga: Studi: Terpapar Polusi Udara Sejak Dini Ancam Kesehatan Mental

3. Sekilas mengenai Pedoman Kualitas Udara Global WHO

Setelah 16 Tahun, WHO Rilis Pedoman Kualitas Udara Baruilustrasi polusi udara (pixabay.com/marcinjozwiak)

Pertama kali dikeluarkan pada 1987, pedoman kualitas udara (AQG) WHO adalah sasaran yang harus dipenuhi dunia untuk kualitas udara yang lebih sehat. Target ini dapat diikuti secara nasional, regional, hingga ke tingkat kota untuk memastikan udara bersih, yang adalah hak asasi manusia seluruh dunia.

"AQG didasari oleh bukti ilmiah dan instrumen praktis untuk meningkatkan kualitas udara. Saya ingin semua negara dan para pegiat lingkungan untuk menggunakannya untuk mengurangi penderitaan dan menyelamatkan nyawa," imbuh Tedros.

Terakhir kali diperbarui pada 2005, WHO memperbarui AQG-nya secara rutin untuk memastikannya tetap relevan. Perilisan AQG yang diperbarui mendukung berbagai kebijakan untuk manajemen kualitas udara di berbagai belahan dunia. Pada tahun 2021, WHO kembali merilis pembaruan untuk AQG dengan mempertimbangkan studi terkini.

4. Perubahan pada AQG WHO edisi 2021

Setelah 16 Tahun, WHO Rilis Pedoman Kualitas Udara Baruilustrasi polusi udara (needpix.com)

Saat ini, polusi udara jadi salah satu penyebab gangguan kesehatan global utama, selain pola makan yang buruk dan rokok. AQG WHO yang diperbarui merekomendasikan tingkat kualitas udara untuk 6 polutan yang paling berdampak pada kesehatan.

Pada tahun 2013, International Agency for Research on Cancer (IARC) menyatakan polutan-polutan ini sebagai karsinogenik atau penyebab kanker. Polutan-polutan tersebut adalah:

  • Partikulat (PM₁₀ dan PM₂.₅)
  • Ozon (O₃)
  • Nitrogen dioksida (NO₂)
  • Sulfur dioksida (SO₂)
  • Karbon monoksida (CO)
  • Karbon dioksida (CO₂)

PM₁₀ dan PM₂.₅ terbukti mampu menembus jauh ke paru-paru dan aliran darah sehingga memengaruhi organ lain. Polutan ini dihasilkan oleh pembakaran bahan bakar fosil, dari transportasi hingga rumah tangga dan pertanian.

AQG juga menyoroti praktik pengelolaan jenis partikel tertentu (karbon hitam atau karbon unsur, partikel ultra-halus, serta partikel yang berasal dari badai pasir dan debu) yang benar. Praktik-praktik ini dapat diterapkan di dalam dan luar ruangan.

Setelah 16 Tahun, WHO Rilis Pedoman Kualitas Udara Baruperbandingan perubahan standar kualitas udara AQG 2005 dan 2021 (who.int)

Lalu, apakah yang berubah pada AQG edisi 2021 kali ini? Dibanding AQG 2005, AQG tahun 2021 lebih menekankan perubahan pada tingkat paparan PM₁₀ dan PM₂.₅ harian (jangka pendek) dan tahunan (jangka panjang).

WHO memprakirakan bahwa hampir 80 persen kematian akibat paparan PM₂.₅ bisa dicegah jika tingkat polutan di udara dikurangi sesuai dengan AQG 2021. Sasaran dari AQG saat ini adalah mengurangi beban penyakit di negara-negara dengan konsentrasi PM₂.₅ tinggi dan populasi besar.

Bergandengan dengan perubahan iklim, polusi udara jadi salah satu ancaman kesehatan dari lingkungan yang paling berdampak pada kesehatan manusia. Oleh karena itu, memperbaiki kualitas udara dengan mengurangi emisi dapat meningkatkan usaha mitigasi perubahan iklim dan membuat manusia lebih sehat.

Baca Juga: Hati-hati, Ini 10 Risiko Kesehatan akibat Paparan Polusi Udara

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya