Studi: Tisu Toilet Ternyata Mengandung Bahan Karsinogenik

Mengandung per- and polyfluoroalkyl substances (PFAS)

Di Indonesia, benda ini sering ditemukan di meja makan meski tempat yang seharusnya di kamar mandi. Apa itu? Benar, tisu toilet. Dan, tidak jarang kita main membuangnya begitu saja atau membilasnya ke jamban.

Tahukah kamu kalau tisu toilet mengandung per- and polyfluoroalkyl substances (PFAS)? Berbagai penelitian sudah memperingatkan dampak negatif senyawa yang juga ditemukan dalam kosmetik ini. Sebuah riset menguatkan dugaan bahwa senyawa PFAS ternyata bisa mencemari air tanah hingga memicu kanker.

Meneliti air limbah di berbagai negara

Studi: Tisu Toilet Ternyata Mengandung Bahan Karsinogenikilustrasi tisu toilet (pexels.com/Vie Studio)

Menurut data QS Supplies pada Januari 2022, Amerika Serikat (AS) adalah negara dengan pemakaian tisu toilet terbanyak kedua di dunia. Dimuat dalam jurnal American Chemical Society (ACS) pada 1 Maret 2023, para peneliti AS dari University of Florida ingin meneliti dampak PFAS yang terlihat dalam air limbah.

Dalam penelitian tersebut, para peneliti menemukan satu senyawa bernama 6:2 fluorotelomer phosphate diester (6:2 diPAP) yang paling umum ditemukan dalam sampel air limbah. Para peneliti mencatat tisu toilet menyumbang senyawa 6:2 diPAP sebanyak 4 persen dalam air limbah AS dan Kanada.

Tisu toilet bukan satu-satunya biang kerok

Ternyata, 6:2 diPAP adalah senyawa PFAS yang juga paling umum ditemukan dalam tisu toilet di Amerika Utara dan Selatan, serta benua Afrika dan Eropa Barat. Di Swedia dan Prancis, 6:2 diPAP ada sebanyak 35 persen dan 89 persen dalam air limbah masing-masing negara.

"Ini bukan masalah utamanya, tetapi termasuk dalam bagiannya. Data memperlihatkan ada perbedaan kontaminasi di masing-masing wilayah," ujar peneliti senior, Jake Thompson, dilansir Healthline.

Dalam studi tersebut, berbagai produsen tisu toilet menyisipkan PFAS saat melumat kayu menjadi bubur. Selain itu, tisu toilet hasil daur ulang juga kemungkinan besar diproduksi dengan serat material yang mengandung PFAS.

"Kami yakin [PFAS] hadir saat proses bubur kayu dan disisipkan dalam instrumen untuk mencegah kertas agar tidak menempel," tutur pemimpin penelitian tersebut, Timothy Townsend, PhD.

Meski begitu, para peneliti mencatat bahwa kadar 6:2 diPAP di AS tergolong rendah, walaupun faktanya rakyat Amerika adalah salah satu pengguna tisu toilet terbanyak di dunia. Hal ini menunjukkan bahwa kebanyakan kontaminasi 6:2 diPAP datang dari produk konsumen lainnya.

"Dugaan bahwa 'instalasi pengolahan air limbah atau TPA adalah sumber masalah' ternyata tidak sepenuhnya benar,” kata Townsend.

Baca Juga: Studi: Rajin Minum Air Putih Cegah Gagal Jantung!

Bahaya PFAS nyata untuk manusia

Studi: Tisu Toilet Ternyata Mengandung Bahan Karsinogenikilustrasi minum air putih (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Setuju dengan penelitian tersebut, ilmuwan Natural Resources Defense Council, Dr. Katie Pelch, mengatakan bahwa PFAS dalam tisu toilet bisa berasal dari kontaminan kemasan atau proses manufaktur. Pelch menekankan bahwa paparan PFAS amat berbahaya untuk kesehatan manusia.

"Air tanah digunakan untuk pertanian, dan berbagai penelitian menunjukkan bahwa tanaman pangan bisa menyerap PFAS. Jadi, pangan pun bisa jadi sumber potensial paparan PFAS," papar Pelch yang tak terlibat dalam penelitian tersebut.

Agency for Toxic Substances and Disease Registry (ATSDR) di bawah naungan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) juga telah menjabarkan bahaya paparan PFAS.

Bahaya-bahaya tersebut meliputi:

ATSDR mengatakan bahwa bahaya-bahaya tersebut adalah hasil studi terhadap PFAS. Meski begitu, perlu dicatat bahwa studi-studi tersebut mungkin tidak dilakukan ke kelompok orang, paparan, dan kadar PFAS yang sama. Oleh karena itu, hingga saat ini dampak PFAS masih diteliti lebih jauh.

Dunia ingin ambil tindakan terhadap PFAS

Manajer divisi Strategic Global Technical Marketing SCIEX, Craig Butt, PhD, mengatakan bahwa manusia telah mengambil langkah terhadap PFAS. Ia mencontohkan bahwa berbagai lembaga regulasi di AS dan Eropa telah mulai melarang kandungan PFAS dalam air minum dan produk konsumen.

Dalam laporannya pada April 2022, Natural Resources Defense Council AS menyarankan seluruh produsen untuk berhenti menggunakan bahan kimia PFAS jika tidak perlu. Butt menegaskan bahwa ada sekitar 5.000 PFAS, dan dari angka tersebut, banyak yang manusia tidak ketahui manfaat atau mudaratnya.

"Selain itu, studi epidemiologi dan toksikologi menunjukkan bahwa tak ada kadar paparan aman PFAS terhadap manusia. Dengan kata lain, bahkan kadar kontaminasi kecil pun bisa menyebabkan masalah besar," kata Butt.

Menurut Pelch, PFAS dalam tisu toilet adalah contoh bahwa penggunaan PFAS yang tidak seharusnya dalam perusahaan manufaktur bisa merambat ke kontaminasi masyarakat. Karena PFAS ada di mana-mana, Pelch menyuarakan pentingnya pendekatan sesegera mungkin untuk menyingkirkan PFAS.

"Riset dan pengembangan alternatif PFAS yang lebih aman dibutuhkan untuk menanggulangi penggunaan [PFAS] yang saat ini tak bisa dihindari," ucap Pelch.

Bisakah filter air minum selamatkan manusia?

Kepada Healhtline, profesor kesehatan masyarakat di University of California, Dr. Scott Bartell, mengatakan bahwa mungkin menyaring PFAS dari air masih sulit untuk saat ini. Masalahnya, PFAS ada di lingkungan hingga berabad-abad karena tak mudah terurai, sehingga generasi masa depan yang bisa terkena ganjarannya.

"Proses pengolahan air komunitas tradisional tidak menyingkirkan PFAS, dan regulasi air minum ketinggalan mengenai efek kesehatan PFAS. Bahkan, pasokan air yang terlihat aman bisa mengandung PFAS yang berbahaya," kata Bartell.

Meski begitu, Bartell mengatakan penyaringan PFAS dari air minum bukan hal yang mustahil. Di AS, ia mengatakan bahwa filter air minum yang tersertifikasi National Sanitation Foundation (NSF) bisa menjadi solusi. Filter ini pasti menggunakan butiran karbon teraktivasi untuk menyerap PFAS.

Studi: Tisu Toilet Ternyata Mengandung Bahan Karsinogenikilustrasi sistem filter air reverse osmosis (thespruce.com)

Butt setuju bahwa filter memang bisa menanggulangi PFAS. Namun, kekurangannya adalah filter ini tidak bisa bertahan lama. Jika sudah mengurangi PFAS, apakah akan tetap berguna? Tentu saja, Butt mengatakan bahwa filter tersebut sudah tak bisa dipakai dan harus diganti karena sudah terkontaminasi PFAS.

Malah, efikasi filter karbon teraktivasi juga dipertanyakan. Dalam sebuah studi pada 2020, para peneliti di Nicholas School of the Environment di Duke University mencatat bahwa filter karbon hanya menyerap 73 persen PFAS, dan hasilnya variatif.

Jika fasilitas filter air minum tak dirawat dengan baik, ini justru bisa membuat masalah kontaminasi PFAS makin pelik. Para peneliti AS lalu menemukan bahwa filter reverse osmosis adalah salah satu yang paling andal karena mampu mengenyahkan lebih dari 94 persen PFAS dalam air minum.

"Sayangnya, [filter reverse osmosis] lebih mahal dibanding filter point-of-use. Ini berarti masalah keadilan lingkungan karena polusi PFAS menimpa rumah tangga yang kesusahan secara finansial dibanding yang mapan," tutur salah satu peneliti dari North Carolina State University, Detlef R. U. Knappe.

Semoga saja dunia cepat bertindak terhadap PFAS. Kalau sampai air tanah terkontaminasi, maka air yang kita minum pun tak lagi sehat seperti yang kita kira.

Baca Juga: 5 Alasan Kenapa Kamu Harus Stop Memakai Tisu Toilet

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya