5 Fakta Ilmiah Menarik Narsisisme, Lebih dari Egois

Merasa diri yang paling penting? Hati-hati...

"Inilah karya terbaik saya! Kamu tidak pantas mengkritiknya! Tahu apa kamu?"

Pernah bertemu dengan orang yang menganggap dirinya pusat alam semesta? Menganggap dirinyalah yang terbaik (padahal hanya manusia biasa), tetapi saat diberi masukan malah marah? Atau... itu kamu?

Jika itu kamu, hati-hati! Bisa jadi, kamu mengidap narsisisme atau gangguan perilaku narsistik (narcissistic personality disorder).

Menurut penelitian berjudul "Prevalence, Correlates, Disability, and Comorbidity of DSM-IV Narcissistic Personality Disorder" oleh National Institute on Alcohol Abuse and Alcoholism pada 2009, setidaknya 7,7 persen laki-laki dan 4,8 persen perempuan di Amerika Serikat (AS) cenderung mengembangkan narsisisme selama hidup mereka.

Apa itu narsisisme? Bukan orang yang suka swafoto, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menjabarkan narsisisme sebagai,

"(1) Hal (keadaan) mencintai diri sendiri secara berlebihan. (2) Hal (keadaan) mempunyai kecenderungan (keinginan) seksual dengan diri sendiri."

Sering kali dianggap remeh, perilaku narsisisme, jika tidak segera ditangani, hanya akan merugikan orang lain dan (kebanyakan) diri pengidapnya. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mengenali ciri-ciri narsisisme.

1. Definisi narsisisme, erat dengan egoisme

5 Fakta Ilmiah Menarik Narsisisme, Lebih dari Egoisilustrasi narsisme (fineartamerica.com)

Sejarah istilah "narsisisme" berakar dari kisah mitologi Yunani kuno, "Metamorphoses", karya Publius Ovidius Naso, diceritakan seorang putra dewa dan nymph Yunani kuno bernama Narcissus. Sebagai seorang pemburu tampan dan rupawan, Narcissius menarik hati baik manusia dan makhluk mitologi Yunani.

Saking cintanya, ada yang rela bunuh diri di hadapan Narcissus sebagai bukti. Akan tetapi, Narcissus malah merendahkan mereka yang jatuh hati kepadanya. Melihat perilakunya yang sombong dan tidak berempati, Nemesis, dewi balas dendam Yunani kuno, berencana menghukum Narcissus atas kecongkakannya.

Suatu hari setelah berburu, Narcissus yang haus mengambil air untuk minum. Saat itu, ia melihat bayangannya di air dan langsung terpesona. Saking terpesonanya, ia tidak bisa meninggalkan bayangannya. Namun, karena sadar cintanya adalah hal yang mustahil, Narcissus "terbakar" oleh api asmara lalu berubah menjadi bunga putih keemasan.

Nama Narcissus kemudian diabadikan sebagai nama bunga tersebut dan sebuah istilah di mana seseorang terlalu mengagungkan dirinya sendiri dan merendahkan orang lain, yaitu narsistik.

Itulah sejarahnya istilah narsisisme. Namun, apakah arti narsisisme dalam ranah psikologi?

Menurut James M. Honeycutt, Pavica Sheldon, and Philipp A. Rauschnabel dalam bukunya, The Dark Side of Social Media: Psychological, Managerial, and Societal Perspectives, gangguan perilaku narsistik adalah keadaan ketika seseorang merasa puas atas kesombongan dan fantasi terhadap pencapaian diri.

Dilansir Psychology Today, pengidap narsisme digambarkan sebagai seseorang yang menggembar-gemborkan diri dan kurang empati dengan orang lain.

Akan tetapi, menambahkan dari Mayo Clinic, di balik "kemegahan" yang ditunjukkan oleh pengidap narsisme, tersimpan sisi rapuh diri yang lemah terhadap kritikan. Oleh karena itu, pengidap narsisisme kerap bersikap defensif dan merasa tersinggung terhadap kritikan atau saran.

Jadi, jika itu semua digabungkan, narsisme atau gangguan kepribadian narsistik adalah keadaan ketika individu merasa berhak mendapatkan perlakuan istimewa karena menganggap dirinya lebih baik daripada orang lain, tetapi tidak ingin dikritik.

2. Ciri narsisme

5 Fakta Ilmiah Menarik Narsisisme, Lebih dari Egoisilustrasi narsisme (pexels.com/Moose Photos)

Lalu, bagaimana kita dapat mengidentifikasi seorang narsis? Sudah ada panduannya. Mengutip Medical News Today, sejak tahun 1968, American Psychiatric Association (APA) memasukkan gangguan kepribadian narsistik sebagai salah satu gangguan psikologi dalam Diagnostic and Statistical Manual of Disorders.

Inilah gejala-gejala yang ditunjukkan individu narsistik:

  • Menggembar-gemborkan gambar dan opini diri.
  • Pikiran individu dipenuhi oleh fantasi terhadap diri sendiri.
  • Merasa istimewa dan hanya mau berkomunikasi dengan "sejenisnya".
  • Haus akan pujian.
  • Merasa berhak mendapatkan perlakuan istimewa.
  • Memanipulasi orang lain demi keuntungan sendiri.
  • Kurangnya empati dan tidak peka terhadap perasaan orang lain.
  • Iri pada orang lain (terutama jika mereka merasa tersaingi).
  • Menunjukkan perilaku arogan.

Kamu bisa mencobanya ke dirimu sendiri atau temanmu. Jika kebanyakan sudah cek, kabar buruknya, kamu atau temanmu itu mengidap narsisisme secara tidak disengaja.

Dalam hal pembagian jenis perilaku narsistik, terdapat dua pembagian yang cukup relevan, berdasarkan buku The Emerging Self: A Developmental Self & Object Relations Approach to the Treatment of the Closet Narcissistic Disorder of the Self oleh James F. Matterson tahun 1993 dan Disorders of Personality: DSM-IV-TM and Beyond oleh Theodore Millon pada 1996.

Menurut Matterson, gangguan kepribadian narsistik dibagi menjadi dua tipe:

  • Closet: Memiliki kepercayaan diri rendah dan sadar bahwa ia merasa kosong, sehingga membutuhkan pengakuan konstan dari orang lain.
  • Exhibitionist: Memiliki kepercayaan diri tinggi dan tidak sadar bahwa ia merasa kosong, sehingga ia merasa semua orang sama sepertinya. Hasilnya, ia haus pujian dari orang lain.

Sementara itu, menurut Millon, gangguan kepribadian narsistik dapat dibagi menjadi empat tipe:

  • Unprincipled: Tipe yang suka mengeksploitasi, tidak setia kawan, dan gemar berbohong demi keuntungan sendiri. Mereka sering menunjukkan perilaku antisosial.
  • Amorous: Tipe yang menganggap dirinya "Don Juan", sehingga gemar menggoda dan suka berbohong demi mendapatkan cinta orang lain. Mereka sendiri tidak begitu peduli pada perasaan orang tersebut.
  • Compensatory: Tipe yang menghindari orang atau bersikap pasif agresif karena merasa istimewa.
  • Elitist: Tipe yang merasa superior dan merasa yakin serta pantas menerima perlakuan istimewa. 

Baca Juga: 8 Efek Psikologis yang Kamu Rasakan Sehari-hari tapi Tak Kamu Sadari

3. Penyebab seseorang mengidap narsisme

5 Fakta Ilmiah Menarik Narsisisme, Lebih dari Egoisilustrasi keluarga (IDN Times/Mardya Shakti)

Sementara narsisme adalah kondisi mental, beberapa orang kerap menghubungkannya dengan hal ilmiah, seperti faktor genetis. Dilansir Mayo Clinic, kondisi genetis dan neurobiologis merupakan faktor penentu mengapa seseorang dapat memiliki karakter narsistik.

Seperti kebanyakan kondisi psikologis, penyebab pasti narsisme tidak diketahui. Namun, menambahkan dari Medical News Today, kebanyakan kasus kepribadian narsistik dimulai dari kurang pengajaran dalam keluarga sebagai lembaga primer.

Meniru orang tua atau anggota keluarga lain, mereka dapat mengembangkan perilaku manipulatif dan tidak peka terhadap orang lain.

Selain itu, jika mereka tumbuh di lingkungan broken home, di mana ekspektasi tinggi, pengabaian, hingga aniaya sering terjadi, maka lebih besar kemungkinan untuk menciptakan seorang individu narsistik, karena mereka merasa kelemahan bukanlah opsi.

Bukan hanya masa kecil kurang bahagia, narsisme juga dapat muncul jika anak terlalu dimanja dan menganggap bahwa semuanya harus sejalan dengan apa yang mereka mau.

Untuk diagnosis, tes laboratorium memiliki kemungkinan kecil untuk menunjukkan narsisme. Akan tetapi, dikatakan bahwa tes rontgen dan tes darah membantu mengeliminasi kemungkinan akan gangguan psikologis lainnya.

Sering kali, narsisme dikatakan mirip borderline personality disorder (BPD). Keduanya sama-sama memiliki kelemahan utama dalam menangani kritik yang dikira merusak harga diri mereka, sehingga mereka tidak mampu membina hubungan (pertemanan, kerja, atau pernikahan) yang sehat.

Lalu, apa perbedaan antara gangguan kepribadian narsistik dan BPD? Satu kata kunci: diacuhkan. Dilansir Bridges to Recovery, baik pengidap narsisme maupun BPD tidak suka diacuhkan, tetapi mereka punya cara berbeda untuk menanganinya (dan dua-duanya pun salah).

Pengidap BPD takut orang-orang mengacuhkan mereka, jadi mereka menjauhi orang-orang. Jika ditafsirkan, logika BPD ibarat:

"Sebelum kamu melakukannya terhadap saya, saya yang akan melakukannya terhadap kamu."

Berbeda dengan BPD, pengidap narsisme malah mengacuhkan orang-orang agar mereka tetap terlihat superior. Jika ditafsirkan, logika NPD ibarat:

"Agar saya terlihat superior dan eksklusif, maka saya harus mengenyahkan orang-orang."

4. Dampak narsisme terhadap diri

5 Fakta Ilmiah Menarik Narsisisme, Lebih dari Egoisilustrasi narsisme (unsplash.com/Fares Hamouche)

Berita buruknya, meskipun terlihat ringan, perilaku narsistik dapat memengaruhi seseorang dalam hal fisik maupun psikologis.

Salah satu indikator untuk melihat perilaku narsistik adalah ketidakmampuan mereka untuk membina hubungan yang sehat atau kegagalan dalam karier dan pendidikan. Karena sifat mereka yang mengagungkan diri sendiri, kurang empati, dan tidak menerima saran dari sesama, mereka malah kehilangan segalanya.

Oleh karena itu, jika narsisme tidak cepat ditangani, maka pengidapnya bisa terjerumus ke dalam lubang depresi. Hal tersebut mengakibatkan efek domino menjadi penyalahgunaan obat dan minuman keras. Lebih parahnya lagi, karena mereka tidak mengerti apa yang terjadi, mereka malah cenderung mencoba atau memikirkan tindakan bunuh diri.

Dalam hal kesehatan, orang-orang dengan narsisme memiliki kelebihan hormon kortisol yang dapat mengancam kesehatan kardiovaskular. Dengan kata lain, mereka berisiko terkena penyakit jantung. Hal tersebut diungkapkan oleh sebuah penelitian berjudul "Expensive Egos: Narcissistic Males Have Higher Cortisol" dalam jurnal PLoS One pada 2012.

5. Perawatan untuk pengidap narsisme

5 Fakta Ilmiah Menarik Narsisisme, Lebih dari Egoisilustrasi diagnosis narsisme (medicalnewstoday.com)

Seperti disebut sebelumnya, orang dengan karakter narsistik tidak terima kritik. Jadi, bayangkan saja betapa tersinggungnya mereka kalau tiba-tiba kamu ajak mereka berobat ke psikiater atau psikolog. Bisa-bisa kamu di-block sama mereka.

Namun, jika mereka atau kamu ingin pulih dari narsisme, tidak perlu repot-repot beli obat. Psikoterapi dikatakan efektif untuk mengobati gangguan kepribadian ini.

Dengan psikoterapi, orang dengan narsisme dapat lebih peka dengan orang lain dan meningkatkan tenggang rasa. Selain itu, psikoterapi juga dapat "memprogram ulang" perilaku sehingga pengidap narsisme memiliki gambar diri yang lebih realistis.

Selain psikoterapi, terapi perilaku kognitif, terapi keluarga, atau terapi kelompok juga dapat memulihkan individu narsistik. Dengan terapi perilaku kognitif, pengidap narsisme bisa menyadari akan nilai negatif yang selama ini membebani mereka dan menggantikannya dengan nilai yang lebih positif.

Itulah fakta menarik mengenai narsisme, lebih dari sekadar egois. Dengan mengetahuinya, diharapkan kamu lebih waspada terhadap gangguan kepribadian ini. Sebisa mungkin, jangan menjauhi pengidapnya agar mereka tidak mengalami depresi. Rangkul mereka untuk mendapatkan pengobatan yang dibutuhkannya.

Baca Juga: Apakah Diam-diam Kamu Mengidap Narsisme? Kenali 8 Tandanya di Sini!

Topik:

  • Bayu D. Wicaksono
  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya