Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow
WhatsApp Channel &
Google News
Beberapa daerah di Indonesia sudah menerapkan surat negatif rapid test antigen atau disebut juga swab antigen sebagai syarat perjalanan demi menekan angka penularan COVID-19 saat Natal dan liburan Tahun Baru. Misalnya Bali dan DKI Jakarta.
Tak sedikit orang yang bertanya-tanya mengenai swab antigen ini. Misalnya berapa tinggi tingkat akurasinya, harganya, prosedurnya, dan lain sebagainya. Agar tak penasaran lagi, berikut ini fakta-fakta seputar swab antigen.
1. Pernah digunakan untuk mendeteksi virus lain sebelumnya
pixabay.com/TheDigitalArtist Model tes antigen pernah digunakan untuk mendeteksi beberapa penyakit. Melansir laman Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC), tes antigen biasanya digunakan dalam diagnosis patogen pernapasan, termasuk virus influenza, virus di saluran pernapasan, hingga virus penyebab malaria.
Baca Juga: Kontroversi Rapid Test vs PCR, Mana yang Lebih Baik Digunakan Massal?
2. Mengambil sampel dari cairan atau lendir hidung dan tenggorokan
Ilustrasi Test Swab (Dok. IDN Times) Masih bersumber dari CDC, tes antigen ini dapat mendeteksi adanya antigen virus tertentu, yang menunjukkan adanya infeksi virus saat ini. Uji antigen saat ini diizinkan untuk dilakukan pada spesimen usap nasofaring atau hidung yang ditempatkan langsung ke dalam reagen uji. Berbeda dengan rapid test biasa atau antibodi yang mengambil sampel darah.
3. Tes antigen mendeteksi protein virus pada sampel
pixabay.com/TheDigitalArtist Tentunya ada perbedaan antara rapid test biasa dengan tes antigen. Rapid test biasa mendeteksi adanya respons antibodi tubuh terhadap virus. Tes antigen mendeteksi protein virus, yang mana cepat menunjukkan pasien pada puncak infeksi ketika tubuh memiliki konsentrasi protein tertinggi.
Tes antigen membutuhkan sampel yang mengandung ribuan, mungkin puluhan ribu partikel virus per mikroliter untuk menghasilkan hasil positif.
4. Tingkat akurasi yang lebih baik daripada rapid test biasa, tetapi masih di bawah tes PCR
Lanjutkan membaca artikel di bawah
Editor’s picks
theobjective.com/Ariana Cubillos Melansir situs Covid Portál, kekurangan dari rapid test antigen adalah tidak seakurat tes PCR. Ketika digunakan, persentase mereka yang terinfeksi yang hasilnya false negative signifikan. Dalam beberapa hari, mereka akan menyebarkan virus kepada orang lain, mengira dirinya sehat.
Sensitivitas swab antigen bervariasi, tetapi umumnya lebih rendah dibandingkan dengan tes PCR. Melansir laman Badan Kesehatan Dunia (WHO), tes antigen yang menjadi standar persyaratan kinerja minimal perlu sensitivitas sebesar ≥80 persen terhadap COVID-19 dan dipakai di berbagai situasi ketika tes PCR tidak tersedia.
Untuk mengoptimalkan kinerja, tes antigen sebaiknya dilakukan oleh tenaga kesehatan yang terlatih atau berpengalaman, dan dilakukan dalam waktu 5-7 hari sejak munculnya gejala.
5. Hasil akan keluar kurang dari 30 menit
youtube.com/Rapid Response Hasil tes antigen membutuhkan waktu yang kurang lebih sama dengan rapid test biasa. Melansir Nature, uji antigen hasilnya akan keluar dalam waktu kurang dari 30 menit dan pemeriksaan ini tidak harus dilakukan di laboratorium. Bahkan, hasilnya bisa keluar dalam waktu 10 menit saja.
6. Harga lebih terjangkau daripada tes PCR
Pemerintah Indonesia sudah menetapkan harga tes antigen ini dengan batasan harga tertinggi Rp250.000 untuk pulau Jawa dan Rp275.000 di luar pulau Jawa.
Baca Juga: Rina Nose Tes COVID-19 ke Sambal Cireng Hasilnya Positif, Kok Bisa?