TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Melihat Fenomena Ketindihan dari Sisi Medis, Ini Faktanya!

Bikin sampai takut tidur!?

ilustrasi bayangan hitam yang dilihat saat ketindihan atau sleep paralysis (unsplash.com/Sam Moqadam)

Tidak sedikit cerita menyeramkan mengenai bagaimana seseorang merasa "ketindihan", yaitu saat terbangun namun tak bisa bergerak atau bahkan bernapas. Banyak yang mendeskripsikannya sebagai adanya makhluk tak kasatmata yang menindih tubuh atau mencekik mereka.

Seperti kesurupan, fenomena ketindihan yang berbau mistis ini ternyata bisa dijelaskan dari sisi medis. Berikut ini penjelasannya!

1. Mengapa ketindihan bisa terjadi?

ilustrasi ketindihan (futurity.org)

Dalam Health Talk pada Kamis (30/12/2021), dokter spesialis kesehatan jiwa di RS Jiwa Prof. DR. Soerojo Magelang, dr. Santi Yuliani, SpKJ, M.Sc., turut mengomentari fenomena ketindihan secara umum. Dalam bidang medis, fenomena ketindihan dapat disebut sebagai sleep paralysis.

Dokter Santi menjelaskan bahwa saat tidur, tubuh memasuki beberapa fase. Berfokus pada fase twilight, gelombang otak mengalami perpindahan dari teta ke delta. Saat masuk ke tidur dalam (deep sleep), otak memproduksi dua neurotransmiter, yaitu glisin dan asam gamma-aminobutirat (GABA)

“Glisin dan GABA berfungsi untuk melumpuhkan otot tubuh agar masuk ke fase relaks. Untuk tidur, tubuh perlu kondisi senyaman mungkin agar tubuh bisa recharge,” kata dr. Santi.

ilustrasi ketindihan atau sleep paralysis (psych2go.net)

Dokter Santi melansir bahwa rilisnya glisin dan GABA dilakukan secara bertahap dan hilangnya glisis dan GABA juga bertahap. Namun, saat ketindihan terjadi, perpindahan tersebut terjadi secara drastis dari saat sedang tidur (hipnagogik), atau sedang ingin bangun tidur (hipnopompik).

Karena glisin dan GABA aktif sementara mata masih terjaga, otot tubuh terjebak berada dalam keadaan lumpuh. Jadi, pada dasarnya, sleep paralysis disebabkan oleh ketidakstabilan pada glisin dan GABA.

"Namun, manusia ingin jawaban dan ilmu medis dan psikiatri pada zamannya tak bisa menjelaskan fenomena glisin dan GABA. Karena penjelasan mistis lebih mudah beredar dan diterima, maka fenomena ini disebut sebagai ketindihan," ujar dr. Santi.

2. Jenis-jenis fenomena yang dirasakan saat ketindihan

ilustrasi melihat sosok menyeramkan saat ketindihan (news.com.au)

Umumnya, saat ketindihan terjadi, tidak sedikit orang yang mengatakan bahwa mereka melihat bayangan hitam atau mendengar langkah kaki tetapi tak bisa berbuat apa-apa. Dilansir Medical News Today, gangguan saat ketindihan dapat terbagi menjadi tiga jenis:

  • Intruder: Suara gagang pintu terbuka, langkah kaki, bayangan hitam, atau perasaan akan kehadiran sosok berniat jahat di kamar.

  • Incubus: Tekanan pada dada dan sesak napas seakan-akan sedang dicekik atau dilecehkan oleh makhluk jahat hingga hampir tewas.

  • Vestibular-motor: Perasaan berputar-putar, jatuh, melayang, terbang, hingga seperti keluar dari tubuh (mirip proyeksi astral).

Baca Juga: Film Seram Malah Bikin Kamu Sehat? Ini Penjelasan Medis dari Para Ahli

3. Faktor-faktor risiko penyebab ketindihan

Lukisan yang menggambarkan ketindihan atau sleep paralysis, The Nightmare, Henry Fuseli, 1781. (wikimedia.org)

Dokter Santi mengatakan bahwa penyebab sleep paralysis bisa bermacam-macam. Dari suara, cahaya, hingga mimpi buruk saat tidur bisa menyebabkan ketindihan. Dengan kata lain, hal-hal yang membuat tubuh mendadak terbangun padahal sistem tubuh belum siap dapat membuat fenomena ketindihan terjadi.

Penyebab pasti tidak diketahui secara pasti. Menurut National Health Service (NHS), ada beberapa faktor risiko yang meningkatkan kemungkinan terjadinya sleep paralysis, yaitu:

  • Insomnia
  • Gangguan pola tidur (karena bekerja secara shift atau karena jet lag)
  • Narkolepsi
  • Gangguan stres pascatrauma (PTSD)
  • Gangguan kecemasan
  • Gangguan panik
  • Riwayat keluarga

4. Bahaya ketindihan terus-menerus

ilustrasi gangguan tidur (indianexpress.com)

Sleep paralysis sebenarnya bukanlah fenomena medis yang mengancam nyawa. Hanya saja, jika dialami terus-menerus, maka perlu dicurigai ada kondisi medis atau mental yang menyertai.

Selain itu, menurut Sleep Foundation, fenomena ketindihan juga dapat menyebabkan perasaan takut dan kecemasan parah. Hal ini dapat menyebabkan individu takut tidur hingga kualitas tidur terganggu. Bagaikan efek domino, kurang tidur dapat memperparah kondisi psikis atau menyebabkan kondisi medis lain pada pasien.

5. Kapan harus berobat ke dokter?

ilustrasi berkonsultasi ke dokter (healthgrades.com)

Umumnya, sleep paralysis bukanlah kondisi medis yang mengkhawatirkan. Namun, dr. Santi memperingatkan jika gejala ketindihan terjadi terus-menerus hingga lebih dari 2 minggu berturut-turut, maka segera berkonsultasi ke ahlinya.

“Jadi, mungkin saja, perlu dilakukan evaluasi apakah ada anxiety, depresi, atau gangguan mood lain yang mengganggu kualitas tidur dan menimbulkan kondisi sleep paralysis. Nanti, akan kita evaluasi,” ujar dr. Santi.

Dilansir Healthline, diagnosis sleep paralysis umumnya meneliti pola tidur dan riwayat medis. Selain itu, pasien juga diminta untuk menuliskan "diari tidur" yang mencatat apa saja yang terjadi dan dirasakan saat ketindihan.

Bukan tidak mungkin, pasien juga diminta untuk mengikuti polisomnografi, penelitian tidur yang memantau gelombang otak dan pola pernapasan pasien saat tidur. Biasanya, langkah ini dilakukan bila pasien sleep paralysis sudah sampai kurang tidur.

6. Pengobatan untuk sleep paralysis

ilustrasi tidur malam (pexels.com/@vanyaoboleninov)

Umumnya, sleep paralysis bukanlah kondisi yang harus dikhawatirkan. Namun, jika ketindihan disertai narkolepsi yang dapat mengganggu keseharianmu (apalagi sampai mengganggu kualitas tidur), maka lebih baik berkonsultasi dengan ahlinya.

Jika kamu tidak tidur sendirian, mengetahui cara membangunkan individu dari ketindihan amat penting. Menurut dr. Santi, saat terjadi ketindihan, lakukan tepukan dan pemijatan pada tubuh individu. Dengan cara ini, glisin dan GABA bisa terlepas dengan baik.

Mengutip Healthline, intervensi obat biasanya dilakukan bukan untuk menangani sleep paralysis, melainkan kondisi penyertanya (seperti narkolepsi). Obat yang biasanya diberikan jika sleep paralysis datang bersama narkolepsi adalah obat stimulan atau selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI).

Baca Juga: Fakta Medis di Balik Fenomena Kesurupan, Mencengangkan!

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya