TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Studi: Long COVID Sebabkan Lebih dari 3.500 Kematian

Menekankan pentingnya langkah-langkah pencegahan

ilustrasi COVID-19 (pexels.com/Gustavo Fring)

Sejak diketahui pada akhir 2019, dunia masih memerangi COVID-19. Salah satu yang kita mengerti dari COVID-19 adalah bahwa infeksi virus ini masih bisa menyisakan gejala di tubuh, sesuatu yang umumnya kita sebut sebagai long COVID.

Saat ini, Amerika Serikat (AS) masih menduduki tempat pertama di dunia dengan jumlah kasus COVID-19 terbanyak. Sudah cukup banyak diteliti, sebuah penelitian terbaru menunjukkan bahwa long COVID bisa berakibat fatal.

Melibatkan ribuan kasus kematian

ilustrasi kuburan (pexels.com/Pixabay)

Dimuat dalam jurnal Vital Statistics Rapid Release pada Desember 2022, para peneliti AS bermaksud menghitung jumlah kematian di AS yang disebabkan oleh long COVID. Periode pengumpulan data adalah 1 Januari 2020–30 Juni 2022 dari National Vital Statistics System (NVSS).

Dalam penelitian tersebut, kematian dibatasi menurut definisi di ICD-10 kode U07.1 yang berarti long COVID. Selain itu, data riwayat kematian adalah yang diterima dan diproses oleh National Center for Health Statistics (NCHS) per 7 Oktober 2022.

Baca Juga: Brain Fog akibat Long COVID, Apakah Bisa Disembuhkan?

Hasil: Lebih dari 3.500 pasien long COVID meninggal dunia

Dalam penelitian bertajuk "Identification of Deaths With Post-acute Sequelae of COVID-19 From Death Certificate Literal Text: United States, January 1, 2020–June 30, 2022" tersebut, para peneliti mencatat sebanyak 3.544 kematian akibat long COVID.

Penelitian tersebut menemukan bahwa riwayat kematian yang menyebutkan long COVID pertama kali disebutkan pada April 2020. Lalu, dari banyaknya riwayat kematian tersebut, para peneliti menemukan bahwa Februari 2022 adalah masa saat kematian akibat long COVID menyentuh angka tertinggi, yaitu 393 kematian.

Dari angka tersebut, 88,2 persen kematian disebabkan oleh COVID-19 dan sebanyak 67,5 persen akibat long COVID. Laki-laki lebih banyak yang meninggal dunia akibat COVID-19 (56 persen) dan long COVID (51,5 persen). Lalu, kelompok lansia di atas 75 tahun dan 85 tahun berkontribusi hampir 57 persen kematian akibat long COVID.

Angka kematian berpotensi lebih dari itu

ilustrasi seseorang terkena long COVID (pexels.com/Pavel Danilyuk)

Salah satu peneliti dari NCHS, Farida B. Ahmad, M.P.H., mengatakan bahwa penelitian ini berhasil mengumpulkan data terkait kematian akibat long COVID. Menurutnya, laporan ini adalah yang pertama melihat kematian akibat long COVID menggunakan data NVSS.

"..., kita tak pernah melihat data tersebut dengan kacamata ini," kata Farida mengutip MedPage Today.

Pada 2020, long COVID bukanlah hal yang lazim. Hal ini terlihat dari ungkapan "pasca-COVID" yang 89,6 persen terlihat di penjelasan mengenai kematian terkait long COVID. Ini karena long COVID adalah fenomena yang sulit didefinisikan atau didiagnosis sehingga rancu untuk dicantumkan di surat kematian.

Kerancuan tersebut bisa berarti bahwa angka kematian yang tercatat dalam penelitian sebenarnya masih di bawah yang sebenarnya. Selain itu, hasil penelitian ini bisa berubah mengikuti data, sehingga kematian akibat long COVID bisa saja meningkat.

"Ada kemungkinan perubahan estimasi karena kami hanya menghitung data yang didapat. Jika tak tertulis di surat kematian, maka tidak termasuk dalam hitungan," ucap Farida.

Baca Juga: Infeksi Ulang COVID-19 Bisa Memperburuk Long COVID

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya